LESSON STUDY
Disajikan
pada Training of Trainers (ToT)
Fasilitator
KKG/MGMP Tahun 2008
Di LPMP
Jawa Barat
Oleh:
Ade Sunawan
Ai Rosilah
Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat
Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
Dan Tenaga
Kependidikan
2008
A.
Tujuan
Setelah mempelajari materi pada kegiatan belajar 3 ini,
pembaca diharapkan dapat mengenal dan memahami esensi dari Lesson Study,
manfaat, dan cara pengimplementasiannya dalam meningkatkan mutu pendidikan.
B.
Pendahuluan
Pemerintah selalu berusaha melakukan usaha peningkatan
mutu guru melalui pelatihan dan tidak sedikit dana yang dialokasikan untuk
kegiatan tersebut. Sayangnya usaha dari pemerintah tersebut kurang memberikan
dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru. Minimal ada dua hal yang
menyebabkan pelatihan guru belum berdampak terhadap peningkatan mutu
pendidikan. Pertama, pelatihan seringkali tidak berbasis pada masalah nyata
yang timbul di dalam kelas. Materi pelatihan yang sama disampaikan kepada semua
guru tanpa mengenal daerah asal. Padahal kondisi sekolah di suatu daerah belum
tentu sama dengan daerah lainnya. Kadang – kadang pelatih menggunakan sumber
dari literatur asing tanpa melakukan ujicoba terlebih dahulu untuk kondisi di
Indonesia. Kedua, hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja, tidak
diterapkan pada pembelajaran di kelas atau kalaupun diterapkan hanya diterapkan
sekali saja, dua kali dan selanjutnya kemabli “seperti dulu lagi, back to basic”. Hal ini disebabkan tidak
ada kegiatan monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau kepala sekolah tidak
pernah menanyakan hasil pelatihan. Selain itu kepala sekolah tidak
memfasilitasi forum sharing
pengalaman diantara guru – guru.
Untuk mengatasi pengalaman pelatihan konvensional yang
kurang menekankan pada pasca pelatihan maka modul ini menawarkan model in service training yang lebih berfokus
pada upaya pemberdayaan guru sesuai dengan kapasitas serta permasalahan yang
dihadapi masing – masing. Model tersebut adalah Lesson Study (LS) yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip – prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning
community. Dengan demikian, LS bukan suatu metode atau strategi
pembelajaran tetapi kegiatan LS dapat menerapkan berbagai metoda/strategi
pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang
dihadapi guru.
C.
Langkah – langkah Melakukan LS
LS dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See ( merefleksi) yang berkelanjutan.
Dengan kata lain LS merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak
pernah berakhir (continous improvement).
Skema kegiatan LS diperlihatkan pada gambar berikut:
Gambar 1. Skema Kegiatan Lesson Study
Peningkatan mutu pendidik melalui LS dimulai dari tahap
perencanaan (plan) yang bertujuan
untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada
siswa, dengan maksud agar siswa berpartisispasi katif dalam kegiatan
pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian akan tetapi
dikerjakan bersama oleh beberapa orang guru atau guru – guru dapat
berkolaborasi dengan dosen suatu LPTK dan Widyaiswara LPMP untuk lebih memperkaya
ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam
pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang study yang terjait dengan
cara menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga berupa tentang hal
pedagogi yaitu mengenai metode pembelajaran yang tepat agar tercipta proses
belajar mengajar yang efektif dan efisien. Selain itu permasalah juga dapat
berupa langkah mensiasati menanggulangi permasalahan fasilitas pembelajaran.
Selanjutnya guru secara bersama – sama mencari solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi yang dituangkan dalam rancangan
pembelajaran (lesson plan) dan teaching material berupa media
pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metode evaluasi. Kegiatan perencanaan
memerlukan beberapak kali pertemuan (2 – 3 kali) agar lebih mantap. Pertemuan –
pertemuan yang sering dilakukan dalam bentu workshop antara guru – guru dan
dosen (widyaiswara) dalam rangkan perencanaan pembelajaran menyebabkan
terbentuknya kolegalitas antara guru dengan guru, dosen (widyaiswara) dengan
guru, dosen (widyaiswara) dengan dosen (widyaiswara), sehingga dosen
(widyaiswara) tidak merasa lebih tinggi atau guru tidak merasa lebih rendah.
Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga melalui kegiatan –
kegiatan pertemuan dalam rangkan LS ini terbentuk mutual learning (saling belajar).
Langkah kedua dalam LS adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran untuk menerapkan
rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam
perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplementasikan
pembelajaran dan sekolah yang akan menjadi tuan rumah. Langkah ini bertujuan
untuk mengujicoba efektivitas pembelajaran yang telah dirancang. Guru – guru
lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak selaku
pengamat (observer) pembelajaran.
Para dosen (widyaiswara) juga melakukan pengamatan dalam pembelajaran tersebut.
Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan memandu kegiatan.
Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefing kepada para pengamat untuk
menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan
mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu
kegiatan pembelajaran tetapi mengamati efektivitas siswa selama pembelajaran.
Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa – siswa, siswa – bahan ajar,
dan siswa – lingkungan yang terkait dengan empat kompetensi guru sesuai denga
UU no 14 tentang Guru dan Dosen.
Sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru model dapat
memberikan gambaran secara umum tentang hal yang akan terjadi di dalam kelas
yakni meliputi informasi tentang rencana pembelajaran, tujuan pembelajaran,
konsep prasyarat yang terkait, kedudukan materi ajar dalam kurikulum yang
berlaku, dan kemungkinan respon siswa yang diharapkan. Selain itu observer juga
perlu diberikan informasi tentang lembar kerja siswa dan peta posisi tempat
duduk yang menggambarkan setting kelas yang digunakan. Akan lebih baik jika
peta posisi tempat duduk tersebut dilengkapi dengan nama – nama siswa secara
lengkap. Dengan memiliki gambaran yang lengkap tentang pembelajaran yang akan
dilakukan, maka observer dapat menetapkan hal yang akan dilakukannya di dalam
kelas selama proses pengamatan berlangsung.
Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para
pengamat sebelum pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil
tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa.
Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar
aktivitas siswa teramati dengan baik.
Selama pengamatan berlangsung, para pengamat tidak boleh
berbicara dengan sesama pengamat dan tidak mengganggu aktifitas dan konsentrasi
siswa. Para pengamat boleh melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui
video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi
lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas di samping
mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang
sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru.
Langkah ketiga dalam kegiatan LS adalah refleksi (see). Setelah selesai pembelajaran,
langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh Kepala
Sekolah (fasilitator) atau personal yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran.
Guru mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan – kesan dalam melaksanakan
pembelajaran. Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt dari pembelajaran terutama berkenaan dengan
aktivitas siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak
demi perbaikan pembelajaran. Sebaiknya, guru harus dapat menerima masukkan dari
pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari
diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya. Langkah – langkah
kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan refleksi adalah sebagai berikut:
1.
fasilitator memperkenalkan peserta refleksi yang ada di
ruangan sambil menyebutkan bidang – bidang keahliannya;
2.
fasilitator menyampaikan agenda kegiatan refleksi yang
akan dilakukan (sekitar 2 menit). Fasilitator menjelaskan aturan main tentang
tata cara memberikan komentar atau mengajukan umpan balik. Aturan tersebut
meliputi 3 hal berikut: (1) selama diskusi berlangsung hanya satu orang yang
bicara (tidak ada yang berbicara secara bersamaan), (2) setiap peserta diskusi
memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara, (3) pada saat mengajukan
pendapat, observer harus megajukan bukti – bukti hasil pengamatan sebagai dasar
dari pendapat yang diajukan (tidak berbicara berdasarkan opini;
3.
fokus observasi yang diungkap adalah, (1) kapan siswa
mulai belajar, (2) kapan siswa mulai bosan belajar, (3) apa yang didapat dari
pembelajaran tadi?
D. Dari
Mana Lesson Study Berasal?
LS sudah berkembang di Jepang sejak tahun 1900 an.
Melalui kegiatan LS guru – guru di Jepang mengkaji pembelajaran melalui
perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk memotivasi siswa –
siswanya aktif belajar mandiri.
LS merupakan terjemahan langsung dari bahasa jepang Jugyeknkyu, yang berasal dari kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu
yang berarti study atau penelitian
atau pengkajian terhadap pembelajaran. LS dapat diselenggarakan oleh kelompok
guru – guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh kelompok guru sebidang,
semacam MGMP di Indoensia. Kelompok guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk
melaksanakan LS.
LS yang sangat populer di Jepang adalah LS yang
diselenggarakan oleh suatu sekolah dan dikenal dengan konaikenshu yang berkembang sejak awal tahun 1960-an. Konaikenshu juga terbentuk dari dua kata
yaitu konai yang berarti di sekolah
dan kenshu yang berarti pelatihan.
Jadi istilah konaikenshu berari school – based in – service training
atau in – service education within the
school atau in –house worshop.
Pada tahun 1970 – an pemerintah Jepang merasakan manfaat
dari konaikenshu dan sejak itu
pemerintah Jepang mendorong sekolah – sekolah untuk melaksanakannya. Bukti
dorongan pemerintah Jepang adalah dengan menyediakan dukungan biaya dan
insentif bagi sekolah yang melaksanakan program ini. Kebanyakan Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah Pertama di Jepang melaksanakan Konaikenshu. Walaupun
pemerintah Jepang telah menyediakan dukungan biaya, namun kebanyakan sekolah
melaksanakan konaikenshu secara
sukarela, karena sekolah merasakan manfaatnya.
Alasan mengapa LS menjadi populer di Jepang karena LS
sangan membantu guru – guru dalam meningkatkan keterampilan belajar mengajar
mereka. Selain itu program ini juga telah meningkatkan keseriusan, intensitas,
dan tanggung jawab guru selaku profesional. Hal itu kemudian meningkatkan mutu
sekolah.
E.
Siapa yang Melakukan Lesson Study
LS adalah suatu kegiatan kolaborasi dengan inisiatif
pelaksanaan idealnya datang dari Kepala sekolah bersama guru. Siapa yang
melakukan kegiatan tersebut sangat bergantung pada tipe LS yang dikembangkan.
Jika LS yang dikembangkan berbasis sekolah, maka orang – orang yang
melakukannya adalah semua guru dari berbagai bidang study di sekolah tersebut
bersama dengan Kepala sekolah. LS dengan tipe seperti ini dikembangkan dengan
tujuan utama untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa
menyangkut semua bidang study yang diajarkan. Karena kegiatan LS meliputi,
perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi, maka guru harus terlibat aktif dalam
ketiga kegiatan tersebut. Dalam setiap langkah dari kegiatan LS, guru
memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi masalah pembelajaran,
mengkaji pengalaman belajar yang biasa dilakukan, memilih alternatif model
pembelajaran yang akan digunakan, merancang rencana pembelajaran, mengkaji
kelebihan dan kekurangan alternatif model pembelajaran yang akan dipilih,
melaksanakan pembelajaran, melakukan observasi proses pembelajaran,
mengidentifikasi hal – hal penting yang terjadi dalam aktivitas belajar siswa
di kelas, melaksanakan refleksi bersama – sama atas hasil observasi kelas,
serta mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk
kepentingan peningkatan kualitas pelaksanaan dan hasil pembelajaran lainnya.
Walaupun LS seperti ini secara umum hanya melibatkan warga sekolah yang
bersangkutan, dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk melibatkan pihak luar,
misalnya dosen dan widyaiswara.
LS juga bisa dilaksanakan dengan berbasis MGMP (bidang
studi). Sebagai contoh, sekelompok guru matematika di suatu wilayah bersepakat
untuk melakukan LS guna meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
matematika di wilayah tersebut. Karena kelompok guru matematika tersebut
berasal dari beberapa sekolah, maka pelaksanaannya dapat dilakukan secara
bergiliran dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Langkah – langkah kegiatan
yang dilakukan dalam LS tipe ini pada dasarnya sama seperti tipe LS yang
disebutkan sebelumnya. Perbedaannya hanya pada angota komunitas yang datang
dari beberapa sekolah dengan spesialisasi yang sama. Dengan demikian, LS tipe
ini anggota komunitasnya bisa mencakup satu wilayah (misalnya satu wilayah
MGMP), satu kabupaten, atau lebih luas lagi.
Jika kita perhatikan secara seksama, kedua tipe LS di
atas pada dasarnya melibatkan sekelompok orang yang melakukan perencanaan,
implementasi, dan refleksi pasca pembelajaran sehingga membentuk suatu
komunitas belajar yang secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan –
terobosan baru dalam menciptakan
pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas
yang terlibat sangat potensial untuk mampu melakukan self – development sehingga memiliki kemandirian untuk berkembang
bersama – sama dengan anggota komunitas belajar lainnya.
F.
Bagaimana Tindak Lanjut dari Kegiatan Lesson Study?
Kegiatan LS pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang
mampu mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten melakukan continus improvement baik pada level
individu, kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang
dibentuk pada LS dapat dijadikan modal peningkatan kualitas kinerja pihak –
pihak yang terlibat. Sebagai contoh seorang guru yang terlibat dalam observasi
LS, berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan dengan model pembelajaran
yang dikembangkan.
LS memiliki dampak cukup luas bagi munculnya ide – ide
pengembangan pendidikan yang inovatif. Dengan demikian jika LS yang dilakukan
benar – benar dipersiapkan dengan baik sehingga setiap guru merasa memperoleh
pengetahuan yang sangat berharga, maka baik disadari ataupun tidak, tindak
lanjut dari kegiatan tersebut akan terjadi dengan sendirinya baik itu
berlangsung pada tataran individu, kelompok, atau sistem tertentu.
1.
Apa yang melatarbelakangi dilaksanakan program Lesson
Study di Indonesia?
2.
Apa yang dimaksud dengan Lesson Study?
3.
Bagaimanakah tahapan – tahapan dalam pelaksanaan Lesson
study?
4.
Ceritakan kegiatan – kegiatan yang harus dilakukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi Lesson Study?
5.
Menurut pendapat Anda dapatkah inovasi Lesson Study
diterapkan dalam peningkatan profesionalisme guru? Kenapa?
Daftar
Pustaka
Disarikan dari buku Lesson Study (Suatu Strategi untuk
Meningkatkan Keprofesaionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP – JICA)) diterbitkan
oleh UPI PRESS, 2006.
Daftar pustaka yang tercantum dalam buku tersebut adalah
sebagai berikut:
Baba, T. and Kojima, M. (2003). Lesson Study, In Japan
International Cooperation Agency (Ed.) Japanese
Educational Experiences. Tokyo: Japan International Cooperation Agency.
Fernandez, C., and Yoshida, M. (2004). Lesson Study: A Japanese Approach to
Improving Mathematics Teaching and learning. New Jersey: Lawrence Erlbuaum
Associates Publishers.
Indonesia (2005). Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Indonesia (2005). Peraturan
Pemerintah republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional.
Lewis, C, Perry, R., and Hurd, J. (2004). A Deeper Look at Lesson Study.
Educational Leadership.
Stevenson, H. W., and Stigler, J. W.. (1999). The Learning gap. New York: Touchstone.
Nonaka (2005). Knowledge
Creation. Makalah Presentasi pada Seminar Nasional yang Diselenggarakan
Universitas Indonesia.
Stigler, J. W., and Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the
World’s Teachers for Improving Education in The Classroom. New York: The
Free Press.
Saito, E., Harun, I., Kuboki, I., and Tachibana, H.
92006). Indonesian Lesson Study in Practice: Case Study of Indonesian
Mathematics and Sciemce teacher Education Project. Journal of In – Service Education. 32 (2): 171 – 184.
Saito, E., Sumar, H., Harun, I., Ibrohim, Kuboki, I., and
Tachibana, H. (2006). Development of School – Based In – Service Training Under
an Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving School. 9 (1): 47 – 59.
PENGENALAN PAKEM
PENDAHULUAN
Dalam
menghadapi tantangan dan persaingan di masa era global diperlukan sumber daya
manusia yang kreatif, mandiri, inovatif dan demokratis. Pendidikan memiliki peran dan fungsi untuk
menghasilkan anak bangsa yang sanggup menempatkan diri di tengah arus
perubahan yang cepat dan penuh tekanan. Sehubungan dengan hal tersebut,
pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
melalui penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan serta peningkatan fasilitas pendukung berdasarkan ketentuan
standar-standar yang telah ditetapkan.
Dikaitkan dengan konteks
pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Dasar, masih ditemukan pembelajaran
yang bersifat teacher centered dan bersifat verbalisme. Pembelajaran
demikian menyebabkan kecenderungan
lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga
tidak mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Selama pembelajaran, guru
belum memberdayakan seluruh potensi siswa sehingga sebagian besar siswa belum
mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran
lanjutan. Tak dapat dipungkiri pula, selama pembelajaran berlangsung, nampak
beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman
konsep. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip,
hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum
dapat menggunakan dan menerapkannya secara
efektif dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari yang kontekstual.
Tuntutan perubahan paradigma dalam
pembelajaran telah ditegaskan pada beberapa aturan antara lain:
1. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 4
ayat 4 menegaskan bahwa “Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran”
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang hayat (UU no 20/2003: Sisdiknas,
ps 4, ayat 3)
3. … meliputi: proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (UU no
20/2003: Sisdiknas, bag. penjelasan)
4.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa (PP
19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1)
Dengan berpijak pada aturan-aturan di atas, maka pembelajaran yang
dilaksanakan di sekolah harus memfasilitasi peningkatan mutu pendidikan yang
dalam hal ini dijabarkan pada peningkatan mutu pembelajaran setiap mata
pelajaran. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
merupakan salah satu dari inovasi
pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh guru.
A. TUJUAN
Secara umum mata
sajian ini bertujuan agar peserta dapat memahami PAKEM secara filosofis dan
praktis.
Adapun tujuan khusus
mata sajian ini adalah peserta dapat:
1.
Menjelaskan hakekat
PAKEM/Filosofi PAKEM.
2.
Menjelaskan
karakteristik dan komponen PAKEM
3.
Memahami pengaturan
ruang belajar yang efektif
4.
Memahami pengelolaan
kelas berbasis PAKEM
5.
Memahami hakekat pajangan dalam proses pembelajaran
B. SKENARIO KEGIATAN
Materi
|
Waktu
|
Kegiatan
|
Sumber/Alat
|
Pendahuluan/Kegiatan
Awal
|
|||
Tujuan dan Skenario sesi
|
10 menit
|
Fasilitator menjelaskan tujuan, skenario sesi, dan kontrak belajar yang
akan ditempuh
|
Slide Powerpoint
|
Kegiatan
Inti
|
|||
Filosofi dan Landasan PAKEM
|
70 menit
|
Melalui pemodelan pembelajaran PAKEM vs non PAKEM,
fasilitator menggali pemahaman peserta
tentang filosofi PAKEM
|
LK I & LK II
Slide Powerpoint
|
Sumber Belajar
Pajangan
|
40 menit
40 menit
|
Peserta mengidentifikasi Sumber Belajar
Peserta mendiskusikan bentuk dan fungsi
pajangan
|
LK III
LK IV
|
Kegiatan
Penutup/Penguatan
|
|||
Refleksi
|
20 menit
|
Fasilitator mereviu materi sajian
|
Slide Powerpoint
|
C. MATERI SAJIAN
1. UNIT 1
a. Materi
Mengapa, Apa,
dan Bagaimana PAKEM diterapkan di
Sekolah
Mengapa
|
Paling
sedikit ada dua alasan mengapa PAKEM diterapkan dalam pembelajaran di
sekolah, yaitu: (a) Anak memiliki sifat ingin tahu, berpikir kritis, kreatif,
bersikap peka, mandiri, bertanggung jawab, dan (b) Anak memiliki kemampuan
berimajinasi (daya khayal). Dengan demikian, jika anak-anak di kemudian hari
tidak kritis dan kreatif seperti anak-anak di negara maju, pantas
dipertanyakan “Apa yang kurang tepat dalam pembelajaran di sekolah kita?”
|
Apa
|
PAKEM
adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan.
Pembelajaran aktif berarti
pembelajaran perlu mengaktifkan semua siswa dan guru, baik secara fisik
(termasuk segenap indera), mental, emosional, bahkan moral dan spiritual.
Guru harus menciptakan suasana sehingga siswa aktif bertanya, membangun
gagasan, melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung,
sehingga belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun pengetahuan.
Pembelajaran
yang kreatif mempunyai makna tidak
sekedar melaksanakan dan menerapkan acuan kurikulum, karena kurikulum sekedar
dokumen dan rencana, maka perlu dikritisi, perlu dikembanhkan secara kreatif.
Dengan demikian ada kreativitas pengembangan kompetensi dasar dan juga ada
kreativitas dalam pelaksanaannya di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan
kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan
siswa dan tipe gaya belajar siswa.
Pembelajaran
dikatakan efektif jika mencapai
sasaran atau mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Disamping itu
banyak pengalaman dan hal yang “didapat” siswa, bahkan guru pun pada setiap
kegiatan pembelajaran mendapatkan “pengalaman baru” sebagai hasil interaksi
dua arah dengan siswanya.. Untuk mengetahui efektifitas pembelajaran, pada setiap akhir
pembelajaran perlu dilakukan evaluasi atau refleksi yang dilakukan oleh guru
dan siswa yang didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan
kebijakan tentang penilaian berbasis kelas atau penilaian otentik yang lebih
menekankan pada penilaian proses selain penilaian hasil belajar.
Adapun
pembelajaran yang menyenangkan
harus dimaknai secara luas, bukan hanya berarti siswa belajar selalu
diselingi banyak lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang meriah.
Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat dinikmati oleh
siswa, Siswa merasa nyaman, aman, dan mengasyikkan. Mengasyikkan mengandung
unsur inner motivation yaitu dorongan untuk selalu ingin tahu dan
berusaha mencari tahu. Selain itu pembelajaran perlu memberikan tantangan
kepada siswa untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan
percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi positifnya secara
optimal. Dengan demikian diharapkan kela siswa menjadi manusia yang
berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri, dan mempunyai
semangat kompetitif dalam nuansa kebersamaan.
Dalam
pelaksanaannya, guru dapat membimbing siswa melakukan kegiatan percobaan,
diskusi kelompok, memecahkan masalah, mencari informasi, menulis
laporan/cerita/puisi atau melakukan kunjungan ke luar kelas. Disamping itu,
sesuai dengan mata pelajaran yang dibahas, guru menggunakan alat yang
tersedian atau alat yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber dan
lingkungan. Dalam mengelaola interaksi selama pembelajaran, guru perlu
mengupayakan berlangsungnya interaksi guru-siswa dan siswa-siswa. Beberapa
hal yang dapat diupayakan antara lain guru banyak mengajukan pertanyaan
terbuka, melakukan pengelompokan siswa secara beragam, memberi kesempatan
kepada siswa untuk menceritakan dan memanfaatkan pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari, dan guru memantau kerjasama dan memberikan umpan balik.
|
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
PAKEM
|
Untuk melaksanakan
PAKEM, para pendidik harus memperhatikan hal-hal seperti diuraikan berikut
ini:
a. Memahami sifat yang
dimiliki anak;
b. Mengenal anak
secara perorangan;
c. Memanfaatkan
perilaku anak dalam pengorganisasian belajar;
d. Mengembangkan
kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah;
e. Mengembangkan ruang
kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik;
f. Memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar;
g. Memberikan umpan
balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar;
h. Membedakan antara aktif fisik dan mental.
|
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM
Karakteristik PAKEM
|
Karakteristik PAKEM memenuhi kriteria seperti
berikut:
a.
Siswa terlibat dalam berbagai
kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan
pada belajar melalui berbuat;
b.
Guru menggunakan berbagai
alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran
menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa;
c.
Guru mengatur kelas dengan
memajang buku – buku dan bahan belajar yang lebih menarik, menyenangkan, dan
cocok bagi siswa;
d.
Guru mengatur kelas dengan
memajang buku – buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan
‘pojok baca’;
e.
Guru menerapkan cara mengajar
yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok;
f.
Guru mendorong siswa untuk
menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan
gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
|
Komponen PAKEM
|
Terdapat 4 komponen dalam PAKEM, yaitu mengalami, interaksi, komunikasi,
dan refleksi. Secara gambar dapat dijelaskan sebagai
berikut:
|
|
a. Mengalami
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa
mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep,
informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam
struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep
atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan
konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang
dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan
demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha
mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu
memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru
yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan
mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru
menjelaskan.
Kegiatan pembelajaran yang
memefasilitasi siswa mengalami langsung dapat melalui bentuk kegiatan:
§
Melakukan pengamatan
§
Melakukan percobaan
§
Melakukan penyelidikan
§
Melakukan wawancara
Dengan melakukan berbagai kegiatan
di atas maka:
§
Siswa belajar banyak melalui
berbuat
§
Pengalaman langsung
mengaktifkan banyak indera
b. Komunikasi
Komunikasi tak
kalah pentingnya untuk menciptakan PAKEM. Kesalahpahaman sering terjadi karena tidak
adanya komunikasi. Melaui komunikasi, akan ada hubungan yang erat baik antara
guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Selain itu melalui
komunikasi siswa dapat mengungkapkan gagasannya. Bentuk komunikasi antara lain: mengemukakan
pendapat, presentasi laporan, dan memajangkan hasil kerja siswa
Manfaat dari ungkap gagasan
adalah:
§
Konsolidasi pikiran
§
Gagasan yang lebih baik
berpeluang keluar
§
Dapat memancing gagasan orang
lain
§ Bangunan makna
siswa diketahui guru
c. Interaksi
Menurut Mohamad
Surya (2004) secara psikologi, belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan
dan tidak terlepas dari situasi dan kondisi sekitar siswa. Perubahan perilaku
siswa setelah belajar dipengaruhi oleh kemampuan dan keterampilan guru dalam
melakukan interaksi dengan siswanya. Oleh karena itu, guru hendaknya mampu
memilih metode mengajar secara tepat dengan variasi yang disesuaikan dengan
karakteristik dan kebutuhan siswa. Sekurang-kurangnya ada empat pola
interaksi yang harus diperhatikan pada saat proses pembelajaran, yaitu: 1)
interaksi individual-individual,
2) interaksi
antarindividual-kelompok,
3) interaksi
antarkelompok-individual, dan
4) interaksi
antarkelompok-kelompok..
Bentuk kegiatan
interaksi dapat melalui: diskusi, tanya jawab, atau lempar pertanyaan.
Melalui
interaksi maka akan berdampak pada:
§
Kesalahan makna berpeluang
terkoreksi
§
Makna yang terbangun semakin
mantap
§
Kualitas hasil belajar
meningkat
d. Refleksi
Refleksi merupakan komponen PAKEM
yang tidak kalah pentingnya, sebab melalui refleksi siswa dapat melakukan
respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Fungsi refleksi adalah untuk
mengungkap bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh mengendap dalam benak
siswa. Dengan demikian siswa merasa apa yang diperolehnya berguna bagi
dirinya.
Bentuk refleksi antara lain:
§ Memikirkan
kembali apa yang
diperbuat/dipikirkan, yaitu:
Mengapa demikian?
Apakah hal itu berlaku untuk …?
§
Untuk
perbaikan gagasan/makna
§
Untuk tidak mengulangi
kesalahan
§
Peluang lahirkan gagasan baru
|
Implikasi PAKEM
|
Implementasi PAKEM di Sekolah Dasar mempunyai
beberapa implikasi bagi guru, siswa,
sarana, prasarana,
|
Implikasi bagi
guru
|
Pembelajaran
PAKEM memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman
belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran
dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik,
menyenangkan dan utuh. Dengan demikian yang harus dilakukan guru adalah:
1)
Merancang
dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran dengan menggunakan kegiatan yang beragam misalnya siswa
melakukan: percobaan, diskusi kelompok, permainan (game), memecahkan masalah,
berkunjung keluar kelas, dan lain-lain
2)
Menggunakan
alat bantu dan sumber belajar yang beragam, antara lain: alat yang tersedia
atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber, lingkungan
3)
Memberikan
kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan keterampilan melalui kegiatan:
§ siswa melakukan percobaan, pengamatan,
atau wawancara,
§ mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya
sendiri
§ Menarik kesimpulan
§ Memecahkan masalah, mencari rumus
sendiri
§ Menulis laporan/hasil karya lain dengan
kata-kata sendiri
§ Memecahkan masalah
4)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri melalui:
§ Diskusi
§ Guru lebih banyak melontarkan pertanyaan terbuka untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam mengungkapkan hasil pemikiran sendiri.
5)
Menyesuaikan
bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa:
§ Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan
§ Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan
kelompok tersebut
§ Pemberian tugas perbaikan atau pengayaan
6)
Mengaitkan
KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari:
§ Siswa menceritakan atau memanfaatkan
pengalamannya sendiri
§ Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan
sehari-hari
7)
Menilai
KBM dan kemajuan belajar siswa terus-menerus:
§ Memantau kerja siswa
§ Memberikan umpan balik
|
Implikasi bagi siswa
|
1)
Siswa
harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya
dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil
ataupun klasikal.
2)
Siswa
harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif
misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, mencari
informasi, menulis laporan/cerita/puisi, berkunjung keluar kelas, dan
memecahkan masalah.
|
Implikasi
terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media
|
1)
Pembelajaran
PAKEM pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun
kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta dapat
memecahkan masalah sendiri. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan
berbagai sarana dan prasarana belajar.
2)
Pembelajaran
ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didisain
secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun
sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by
utilization).
3)
Pembelajaran
ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi
sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep.
|
Implikasi terhadap Pengaturan ruangan
|
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran
PAKEM perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi:
1)
Ruang
perlu ditata disesuaikan dengan kegiatan yang
dilaksanakan.
2)
Susunan
bangku siswa dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran
yang sedang berlangsung
3)
Siswa
tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet
4)
Kegiatan
hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di
luar kelas
5)
Dinding
kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya siswa dan dimanfaatkan
sebagai sumber belajar
6)
Alat,
sarana dan sumber belajar hendaknya
dikelola sehingga memudahkan siswa untuk menggunakan dan menyimpannya
kembali.
|
Implikasi terhadap Pemilihan metode
|
Sesuai
dengan karakteristik pembelajaran PAKEM, maka dalam pembelajaran yang
dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi
metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi,
bercakap-cakap.
|
Implikasi terhadap Penilaian
|
Prinsip dari
penilaian yang digunakan adalah penilaian yang sebenarnya, yaitu tidak hanya menilai apa yang diketahui
siswa, tetapi juga menilai apa yang dapat dilakukan siswa, serta mengutamakan
penilaian kualitas hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu tugas.
Jadi penilaian yang dilaksanakan
adalah menilai proses dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu implikasinya
adalah menggunakan berbagai teknik penilaian, antara lain:
a. Penilaian unjuk kerja
b. Penilaian produk
c. Penilaian proyek
d. Penilaian tertulis
e. Penilaian sikap
Penilaian portofolio
|
Implikasi terhadap manajemen Sekolah
|
PAKEM bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Implikasi PAKEM bagi sekolah adalah sekolah harus menyediakan biaya
operasional untuk kegiatan pembelajaran yang lebih tinggi. Karena PAKEM
membutuhkan sarana, prasarana, sumber belajar dan media. Oleh karena itu
PAKEM harus ditunjang pula oleh sistem manajemen yang mumpuni. Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pilihan yang selama ini dipecaya agar
sekolah mampu meningkatkan mutu pendidikan. Pada hakikatnya MBS adalah
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan
sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan mutu sekolah. Selain itu sekolah juga harus lebih
melibatkan stakeholder, salah satunya yaitu dengan melibatkan peran serta
masyarakat yang disebut dengan program PSM.
Melalui MBS akan menciptakan
rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala
sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan
Sekolah. Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara
terbuka. Keterbukaan akan meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan
orang tua dan masyarakat terhadap sekolah. Dengan demikian sekolah akan
mendapatkan sumber dana yang lebih banyak.
|
b. Kerja Kelompok (4-6 orang)
Peserta
mendiskusikan perbandingan antara Pemodelan 1 dan Pemodelan 2 yang diperagakan
oleh fasilitator. Hasil diskusi ditulis pada kertas plano dengan menggunakan
format LK I sebagai berikut:
Aspek
|
Model 1
|
Model 2
|
Guru
|
|
|
Siswa
|
|
|
Pengelolaan
Kelas
|
|
|
Sumber Belajar
|
|
|
Penilaian
|
|
|
|
|
|
Peserta
mendiskusikan karakteristik PAKEM. Hasil diskusi ditulis pada kertas plano
dengan menggunakan format LK II sebagai berikut:
No
|
Aspek
|
Karakteristik
|
1.
|
Guru
|
|
2.
|
Siswa
|
|
3.
|
Pengelolaan Kelas
|
|
4.
|
Sumber Belajar
|
|
5.
|
Penilaian
|
|
6.
|
|
|
a.
Peserta mendiskusikan
Sumber Belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Hasil diskusi ditulis
pada kertas plano dengan menggunakan format LK III sebagai berikut:
No
|
Mata Pelajaran
|
Sumber Belajar
yang dapat digunakan
|
1.
|
Bahasa Indonesia
|
|
2.
|
Matematika
|
|
3.
|
IPA
|
|
4.
|
IPS
|
|
5.
|
Agama
|
|
6.
|
PKn
|
|
7.
|
|
|
2.
UNIT 2
a. Materi
Pajangan
|
Pajangan merupakan
hasil kerja siswa berupa tulisan, gambar, dan atau model sebagai karya
penugasan dari beberapa mata pelajaran tertentu yang menunjukkan kreativitas siswa menarik. dan berfungsi sebagai sumber belajar .
|
Fungsi Pajangan
|
Fungsi pajangan meliputi beberapa hal yang disingkat sebagai, MASUK (Motivasi,
Alat bantu belajar, Sumber belajar, Umpan balik, Komunikasi).
Yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)
Motivasi: Mendorong
siswa untuk berbuat yang terbaik.
2)
Alat bantu belajar-mengajar:
Alat bantu belajar/alat
peraga dipajangkan di kelas agar mudah
diambil dikala dibutuhkan baik oleh siswa maupun guru. Alat peraga, seperti
kartu kata, yang ’tergeletak’ di ruang
kelas sering ’menggoda’ siswa untuk menggunakannya bersama temannya, pada
saat guru tidak berada di samping mereka, untuk mengulangi lagi kegiatan
seperti yang dilakukan bersama gurunya. Hal ini sangat baik karena mereka
mendapat penguatan terhadap apa yang telah dipelajari tanpa guru mengeluarkan
tenaga tambahan.
3)
Sumber belajar:
Sebagai pijakan awal belajar sesuatu. Misal, siswa menghasilkan maket tempat
ibadat, kemudian mereka menggunakannya untuk membuat puisi/deskripsi (Bahasa
Indonesia) tentang tempat ibadat.
4)
Umpan balik:
Sebagai penghargaan terhadap kerja/belajar siswa. Seolah kita, sebagai guru,
berkata ”Saya hargai hasil kerjamu. Oleh karena itu, saya ingin
memperlihatkannya kepada orang lain”
5)
Komunikasi: Sebagai ajang siswa untuk
mengkomunikasikan gagasan, bakat, atau kemampuan hasil belajarnyaFungsi lain dari
pajangan adalah memotivasi siswa yang
membuatnya dan juga memotivasi siswa
lain. Cara memajangkan pajangan sebaiknya memperhatikan faktor kebersihan,
kerapihan dan kemudahan siswa untuk membacanya. Beberapa bentuk pemajangan
antara lain ditempel di dinding, digantung di langit-langit ruangan atau
diatur di atas meja pamer.
|
2. Kerja Kelompok
Peserta mendiskusikan tentang
pajangan. Hasil diskusi ditulis pada kertas plano dengan menggunakan format LK
IV sebagai berikut:
No
|
Pertanyaan
|
Penjelasan
|
1.
|
Apa yang perlu dipajang?
|
|
2.
|
Apa kriteria pajangan?
|
|
3.
|
Apa fungsi pajangan?
|
|
4.
|
Bagaimana cara memajangkan?
|
|
5.
|
Kapan dan berapa lama dilakukan pemajangan?
|
|
Daftar Pustaka
BPTP
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, (2004), Pengantar Model Pemelajaran, http://www.bptdisdik-jabar.go.id.
Depdiknas,
(2003), Ketentuan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Depdiknas Ditjen
Dikdasmen.
Depdiknas,
(2005), Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat (Paket Pelatihan CLCC
UNICEF - UNESCO), Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen.
Depdiknas,
(2005), Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah dan Masyarakat (Paket Pelatihan
CLCC UNICEF - UNESCO), Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen.
Depdiknas, (2003), Pembelajaran yang Efektif, Puskur
Balitbang Depdiknas Ditjen Dikdasmen.
Dwi
Nugroho Hidayanto. ( Mei 1999). Pengembangan Pembelajaran IPS SD Berdasarkan
Preskripsi ’Componen Display Theory (CDT). Jurnal Pendidikan Jilid 6 Nomor 2
tahun 1999
Nurkholis
Ahmad, (????), Panduan Singkat Bagaimana Mengajar Menggunakan Strategi PAKEM,
(Bahan Presentasi: tidak dipublikasikan)
Puskur.
(2006). Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal SD. Bahan Sosialisasi SI dan SKL.
Jakarta: Depdiknas
Ujang
Sukandi (2006) Pemajangan Hasil Karya Anak. Makalah disajikan dalam ToT CLCC Bogor
Jawa Barat.
REFORMASI PENDIDIKAN
Oleh Drs.
Syamsudin, M Si
1.
Pendahuluan
Pada dasarnya setiap orang
yang mengikuti pendidikan alias bersekolah adalah ingin memperoleh ketrampilan agar ia dapat bekerja
mencari nafkah, berperilaku yang baik untuk dapat mempertahankan hidupnya di
masyarakat secara terhormat. Selanjutnya akan berkembang keinginan-keinginan
lain setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi. Namun pada kenyataannya banyak
sekali penduduk Indonesia ini yang menganggur setelah mereka mnyelesaikan
sekolahnya baik itu lulusan perguruan tinggi maupun lulusan pendidikan
menengah, tingkat perekonomian penduduk
tetap rata-ratanya rendah. Oleh sebab itu kita harus melihat apa yang menjadi
penyebab dari hal di atas, sebab selama ini ada anggapan bahwa pelaksanaan
pembangunan pendidikan telah mengalami deviasi dalam artian tidak sesuai dengan
harapan masyarakat. Sampai seberapa jauh deviasi itu dapat diluruskan kembali?
Tentunya harus terlebih dahulu mengetahui di mana letak permasalahan bidang
pendidikan selama ini.
2. Permasalahan
pendidikan
Ada tiga hal permasalahan.
bidang pendidikan yang sampai saat ini belum teratasi.
a.
Rendahnya
tingkat sumber daya manusia Indonesia yang dibuktikan dengan data studi UNDP
tahun 2000 yang menyatakan bahwa Human Development Indeks Indonesia menempati
urutan ke 109 dari 174 negara atau data tahun 2001 menempati urutan ke 102 dari
162 negara.
b.
Cerminan
sikap atau watak manusia Indonesia yang masih belum menampakkan sikap yang
menjunjung nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan rasa tanggung jawab (sikap
kedewasaan).
c.
Minimnya
keterampilan yang dimiliki, sehingga kemandirian dalam hal ekonomi setelah
menyelesaikan sebuah jenjang pendidikan kurang terwujud. Padahal salah satu
tujuan pendidikan adalah untuk memandirikan peserta didik khususnya dalam hal
ekonomi. Ketiga hal di atas, merupakan sasaran yang harus diwujudkan dalam
pembangunan pendidikan melalui perspektif persekolahan.
3.
Produk
pendidikan saat ini
Sampai saat ini kenyataan
menunjukan bahwa secara umum tujuan dari masing-masing Jenjang pendidikan belum
terwujud secara optimal. Hal ini terindikasi dari hal-hal berikut.
a.
Banyaknya pengangguran baik yang mengantongi ijazah
pendidikan dasar sampai yang bergelar sarjana akibat minimnya keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak layak jual baik dalam pasar domestik
terlebih-lebih dalam pasar global.
b.
Rendahnya akhlak dan moral yang indikasinya adalah maraknya
kasus seks dan narkoba serta tindak kekerasan di kalangan siswa atau mahasiswa,
kurangnya etika sopan santun, lemahnya disiplin serta rasa tanggung jawab yang
indikasinya adalah sulitnya diatur/ditertibkan, yang paling serius adalah
terkikisnya rasa persaudaraan berbangsa (nasionalisme) yang cenderung menuju
sukuisme, daerahisme, agamaisme, yang akhirnya bermuara pada konplik horisontal
dan disihtegrasi bangsa.
c.
Rendahnya aspek pengetahuan yang indikasinya selain hasil
studi UNDP di atas, juga terindikasi dari nilai ujian, yang pada waktu lalu
masih berdasarkan EBTANAS Murni setiap tahun, yang jika patokan kelulusan
adalah NEM maka diperkirakan jumlah siswa yang lulus sangat sedikit.
4.
Perspektif Sekolah
Variabel-variabel
apa yang menyebabkan hal di atas terjadi.
Jawaban adalah sebagai berikut.
a.
Sejauh mana sekolah memegang prinsip kejujuruan
pendidikan?
Secara
umum pelaksanaan pendidikan kita. belum memegang prinsip kejujuran, ketegasan,
dan penuh rasa tanggung jawab serta sportifitas yang tinggi, baik oleh subjek
pendidikan itu sendiri maupun oleh objek pendidikan. Contoh nyata masih
maraknya lembaga pendidikan yang dengan sangat mudah mengeluarkan ijazah atau
gelar tanpa melalui proses pendidikan yang sangat ketat (istilah kasarnya
adalah jual beli gelar atau ijazah). Akibat hal ini, maka tidak heran jika
seseorang sarjana yang baru bekerja dan baru memimpin proyek melaksanakan
pekerjaanya secara tidak jujur alias korupsi. Hal ini adalah masih berlakunya
sistem pengkatrolan nilai baik dalam kenaikan kelas maupun dalam pelulusan.
Dengan demikian tidak heran para generasi muda saat ini cenderung belajar
santai atau memilih hidup santai atau tidak mau bekerja keras, sehingga lebih
condong melaksanakan hal-hal yang gampang mencari duit seperti pengedar narkoba.
Inilah resiko apabila pendidikan telah mengabaikan nilai-nilai kejujuran.
b.
Sejauh mana sekolah menyelenggarakan fungsi sekolah
dengan baik?
Kita tahu
bahwa sekolah mempunyai multi fungsi, yaitu lembaga transfer iptek, lembaga
penanaman berbagai nilai-nilai sosiokultural, nilai-nilai budi pekerti dan
sikap/watak (caracter building), dan lembaga pemberi keterampilan. Saat ini
lembaga sekolah hanya berfungsi sebagai tempat pengajaran belaka beraneka mata
pelajaran dan itu pun tidak terlaksana dengan baik akibat kurangnya
profesionalisme guru. Hilangnya sebagian fungsi sekolah dari multi fungsi
menjadi mono fungsi merupakan masalah yang perlu diantisipasi dalam reformasi
pendidikan.
Sekolah
dewasa ini seolah-olah hanya berfungsi sebagai lembaga pengajaran. Fungsi
edukasi dan pelatihan sementara kurang ditonjolkan. Minimnya pemberian aspek
keterampilan bagi anak didik khususnya keterampilan yang dapat dikembangkan
untuk terjun ke dunia kerja atau berwirausaha apabila mengalami drop out turut
memperparah kelemahan dunia sekolah. Selama ini keterampilan yang diberikan di
sekolah hanyalah keterampilan yang bersifat mendukung mata pelajaran tertentu.
Misalnya, keterampilan praktikum fisika, biologi, dan lain sebagainya. Jika di
sekolah diberikan keterampilan beternak ayam, bertani kedelai, dan lain
sebagainya yang sesuai dengan potensi daerah setempat, maka apabila si anak
didik mengalami drop out, dia akan memiliki keterampilan untuk bekerja sehingga
kebermaknaan sekolah dapat dirasakan.
c.
Bagaimana manjemen sekolah dapat ditata dengan baik dan
dilaksanakan secara sungguh-sungguh serta diawasi secara ketat.
Semua usaha itu perlu dituangkan dalam peraturan
perundangan, sehingga ketiga aspek hasil pendidikan yaitu manusia yang
berpengetahuan, berketerampilan, serta memiliki berbagai nilai dapat dicapai.
Untuk penataan ini diperlukan pendalaman atau suatu kajian sebelum dituangkan
dalam suatu kebijakan.
5. Kinerja Guru,
kepala Sekolah, dan Pengawas
Pelaku-pelaku
utama di sekolah seperti kepala sekolah, guru, dan pengawas merupakan penentu
keberhasilan sekolah itu sendiri adalah.
a.
Sejauh mana kinerja mereka tersebut sebagai tenaga
kependidikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya?
b.
Sejauh mana sarana dan prasarana belajar seperti
kurikulum, fasilitas pendidikan, sistem
evaluasinya, dan proses belajar mengajarnya untuk mendukung pencapaian tujuan
pendidikan yang telah digariskan?
Kedua hal
ini merupakan kerangka persekolahan yang harus dipikirkan kembali dalam
mereformasi pendidikan. Apabila membicarakan kinerja, kita tentunya akan
menbicarakan apa tugas dan fungsi masing-masing petugas tersebut. Di samping
itu, bagaimana dedikasi dan keprofesionalan masing-masing petugas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.
a.
Kepala Sekolah
Di dalam
menjalankan tugas, kepala sekolah adalah seorang pemimpin atau seorang manager
yang perlu mengetahui fungsi-fungsi manajemen. Kepala sekolah harus membuat
suatu perencanaan sekolah setiap tahunnya. Perencanaan program sekolah tersebut
yang menyangkut tujuan yang dicapai, materi belajar baik yang bersifta akademis
maupun yang bersifat praktis, serta perencanaan tenaga pendidik baik yang ada
maupun yang harus dikontrak dari luar seperti tenaga pengajar keterampilan.
Kemudian kepala sekolah perlu melakukan pengawasan atau penilaian serta
pengendalian terhadap seluruh kegiatan di sekolah sesuai dengan program yang
telah ditentukan setiap harinya. Misalnya jika seorang guru kurang disiplin,
kurang memberikan pananaman nilai-nilai atau urang menguasai ilmu yang
diajarkan, maka kepala sekolah perlu mengambil tindakan perbaikan. Kepala
sekolah dapat juga melakukan pertemuan setiap harinya setelah jam sekolah
selesai untuk membicarakan berbagai hal sebagai pelaksanaan tugas supervisi,
pendeknya Kepala Sekolah harus melaksanakan fungsi Educator, Manager, Administrator,
Supervisor Leader, Inovator dan Motivator. Akan tetapi, yang terjadi selama
ini, jarang dilaksanakan atau dapat dikatakan tidak pernah dilakukan sehingga
sekolah berjalan monoton.
b.
Guru
sebagai
ujung tombak pelaksanaan tugas fungsi sekolah guru adalah seorang yang
profesional. Artinya seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan tugas
pengajaran, dan edukasi. Di dalam melaksanakan tugas pengajaran, guru harus
menguasai ilmu yang diajarkan, menguasai berbagai metode pengajaran, dan
mengenal anak didiknya baik secara lahiriah atau batiniah (memahami setiap
anak). Dalam pengenalan anak, guru dituntut untuk mengetahui latar belakang
kehidupan anak, lingkungan anak, dan tentunya mengetahui kelemahan-kelemahan
anak secara psikologis. Untuk itu, guru harus dapat menjadi seoranag
"dokter" yang dapat melakukan "diagnosa" untuk menemukan
kelemahan-kelemahan si anak sebelum mengajarkan ilmu yang telah dikuasainya.
Setelah itu, baru dia akan memilih metode atau mengulangi sesuatu topik sebagai
dasar untuk memudahkan pemahaman si anak terhadap ilmu yang akan diajarkan.
Misalnya seorang guru matematika akan mengajarkan topik pangkat bilangan,
tentunya guru harus mengetahui sejauh mana anak telah menguasai konsep
perkalian. Dengan demikian, seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus
mampu;
a.
berkomunikasi dengan baik terhadap siapa audiensnya,
b.
melakukan kajian sederhana khususnya dalam pengenalan
anak,
c.
menulis hasil kajiannya,
d.
menyiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan
persiapan mengajarnya termasuk sipa tampil menarik dan bertingkah laku sebagai
guru, menguasai ilmunya dan siap menjawab setiap pertanyaan dari anak didiknya,
e.
menyajikan/,meramu materi ajar secara konkrit (metode
pengajaran),
f.
menyusun dan melaksanakan materi penilaian secara
objektif sesuai dengan taksonomi Bloom dan mengoreksinya setiap harinya, dan
lain sebagainya.
Untuk
itu, dituntut kreatifitas guru, keprofesionalan guru, guru yang menjunjung
tinggi etika guru dan tentunya dedikasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas
keguruannya. Jika hal ini dilakukan oleh masing-masing guru maka benarlah bahwa
pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional yang tak mungkin dapat dilakukan
oleh orang lain.
c.
Pengawas
Untuk
mengetahui sejauh mana sekolah menjalankan tugasnya, maka peran pengawas sangat
vital. Pengawas merupakan jembatan bagi para decition maker yang ada di
birokrat untuk memberikan bahan masukan dalam pengambilan kebijakan khususnya
yang bersifat teknis. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawasan mencakup
hal-halyang teknis dan administratif sesuai dengan kebijakan yang telah
dikeluarkan dan tentunya yang masih berlaku. Namun tidak jarang para pengawas
kurang aktif mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Sebut saja contoh bahwa
di dalam tahun ajaran baru, sesuai dengan ketentuan Mendiknas atau Dirjen yang
berada di bawahnya, pihak sekolah tidak boleh memaksakan menjual buku dari
kakaknya atau saudaranya.Akan tetapi, sering terjadi pihak sekolah seakan
memaksakan penjualan buku yang sangat memberatkan para orang tua khususnya,
dalam masa krisis ini. Padahal pemerintah telah menyediakan buku paket yang
siap dipakai di sekolah, Oleh sebab itu, peran pengawas di dalam menjalankan
tugasnya perlu dipertanyakan.
Masih
banyak Pengawas yang jarang mencari data/masukan khususnya dari masyarakat dalam
menyikapi pelaksanaan sekolah. Pengawas hanya datang menemui kepala sekolah
kemudian berbincang-bincang sebentar di ruang kepala sekolah entah apa yang
diperbincangkan kemudian pergi meninggalkan sekolah itu. Seharusnya pengawas
aktif selain mencari data kepada kepala sekolah juga perlu menanyakan guru-guru
atau anak murid serta orang tua dan khususnya melihat bagaimana pelaksanaan
proses belajar mengajar terjadi serta bagaimana sarana dan prasarana sekolah
dan lain sebagainya. Pengawas hanya melaksanakan tugas-tugas semacam kunjungan
rutin ke sekolah sehingga pengawas hanya berhubungan dengan kepala sekolah
sementara hal yang bersifat teknis pengajaran jarang diawasi.
Inilah
sebagian gambaran/perspektif persekolahan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian
dalam mereformulasikan konsep pendidikan di masa datang.
B.
a.
Sekolah
sebagai “Mini Society” mengandung pengertian bahwa sekolah merupakan kelompok
masyarakat kecil yang didalamnya memiliki karakteristik tertentu sebagai
manifestasi dari kehidupan setiap anggota masyarakat tersebut.
b.
Reformasi
Sekolah mengandung pengertian bahwa reformasi sekolah merupakan suatu konsep
perubahan ke arah peningkatan mutu dalam konteks manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah (MPMBS).
Ciri-ciri
a.
Pada level kelas (regulator)
Merupakan representasi dari karakteristik
proses pembelajaran di kelas yang dipengaruhi oleh “aturan main” atau regulasi
yang dianut oleh guru. Kondisi kelas antara lain : suasana psikologis kelas
yang nyaman, proses pembelajaran yang menarik, motivasi belajar siswa yang
tinggi, dll.
b.
Pada level mediator (profesi)
Merupakan refresentasi dari
karakter-karakter profesional para pengelola sekolah
Hal yang harus diperhatikan :
1)
Melakukan refleksi diri ke arah
pembentukkan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat dalam rangka pencapaian
visi dan misi sekolah.
2) Melaksanakan pengembangan
pengelola sekolah yang kompeten dan berdedikasi tinggi.
c.
Pada level sekolah (manajemen)
Merupakan representasi dari
karakter kolektif warga sekolah secara keseluruhan/iklim sekolah, seperti :
budaya mutu, budaya progresif, demokratis, disiplin, bertanggung jawab,
partisipasi warga, inovatif, aman dan tertib, kejelasan visi dan misi, dll.
Hal
yang harus diperhatikan :
1)
Menumbuhkan
komitmen untuk mandiri.
2)
Mengutamakan
“kepuasan pelanggan (customer satisfaction)”
3)
Menumbuhkan
sikap responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan.
4)
Menciptakan
lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
5)
Menumbuhkan
budaya mutu dilingkungan sekolah.
6)
Menumbuhkan
harapan prestasi yang tinggi.
7)
Menumbuhkan
kemauan untuk berubah.
8)
Mengembangkan
komunikasi yang baik.
9)
Mewujudkan
temwork yang kompak, cerdas, dan dinamis.
10) Melaksanakan keterbukaan manajemen.
11) Menetapkan secara jelas dan mewujudkan
visi dan misi sekolah.
12) Melaksanakan pengelolaan tenaga
kependidikan secara efektif.
13) Meningkatkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat.
14) Menetapkan kerangka akuntabilitas yang
kuat.
7. Kondisi reformasi pendidikan
Bagaimana dengan reformasi dalam dunia
pendidikan dal;am onteks peresekolahan kita? Harus diakui, reformasi di dunia
persekolahan kita berjalan lamban, kalau tidak boleh dibilang “jalan di
tempat”. Penghambat laju reformasi sekolah ini antara lain.
a.
Faktor kepemimpinan sekolah yang cenderung masih bergaya
feodalistis. Ini merupakan faktor kultural yang amat sulit untuk diubah. Masih
amat jarang kepala sekolah di negeri ini yang dengan amat sadar mau melakukan
perubahan. Status quo dan kenyamanan merupakan jalan yang paling gampang bagi seorang
kepala sekolah untuk tetap menduduki kursinya. Ironisnya, ketika ada guru yang
dengan kreatif mencoba melakukan inovasi pembelajaran di kelas dianggap
“nyleneh” dan tidak becus mengajar, apalagi kalau suasana kelas ramai.
Kepemimpinan semacam itu tak lepas dari proses rekruitmen yang salah urus.
b.
Munculnya sikap apatis dan masa bodoh dari segenap
stakeholder sekolah terhadap perubahan. Komite sekolah sebagai pengganti BP3 yang diharapkan mampu
menjadi kekuatan kontrol terhadap kepemimpinan dan manajemen sekolah pun hanya
sebatas papan nama. Mereka cenderung menjadi stempel yang mengamini hampir
semua kebijakan dan keputusan sang kepala sekolah. Yang lebih celaka, yang
menjadi pengurus komite sekolah pada umumnya wali murid yang dinilai tidak
banyak tingkah dan bisa diajak kerja sama alias berkongkalingkong untuk
mengambil kebijakan yang bisa menguntungkan sang kepala sekolah.
c.
Kinerja pengawas sekolah yang buruk. Tugas mereka tak
lebih hanyalah melakukan supervisi administrasi di ruang kepala sekolah. Kalau
melakukan supervisi kepada guru pun, mereka cenderung bersikap instruktif,
komando, bahkan menakut-nakuti. Supervisi klinis yang diharapkan mampu membantu guru dalam
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran pun tak
bisa jalan. Yang lebih celaka, tak jarang pengawas yang hanya duduk-duduk di
ruang kepala sekolah, ngobrol ngalor-ngidul.
lantas pulang
C. 8. Reformasi sekolah di negara lain ( Jepang)
Reformasi
pendidikan yang pada tataran operasionalnya ada di sekolah, di negara Jepang
dilaksanakan pula dalam bentuk reformasi sekolah . Kebijakan melaksanakan
reformasi ini dilaksanakan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut
a.
Rencana Reformasi
Tahun
2001 Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di
Jepang yang disebut sebagai `Rainbow Plan`. Adapun isinya antar adalah
1. Mengembangkan
kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu,
pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan IT dalam
proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional
2. Mendorong pengembangan
kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui aktifnya
siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran moral di
sekolah
3. Mengembangkan lingkungan
belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan kegiatan
ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya.
4. Menjadikan sekolah sebagai
lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masyarakat. Tujuan ini
dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri, dan evaluasi
sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah yang
beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan
permintaan masyarakat setempat.
5. Melatih guru untuk menjadi
tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian
penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana
kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru
yang kurang cakap di bidangnya.
6. Pengembangan universitas
bertaraf internasional
7. Pembentukan filosofi
pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui reformasi
konstitusi pendidikan (kyouiku kihon hou) (MEXT, 2006).
Hingga tahun 2007, ketujuh
poin telah dilaksanakan secara simultan, walaupun di beberapa bagian ada protes
dari kalangan guru, masyarakat pemerhati pendidikan. Untuk mewujudkan ketujuh
poin tersebut bukan hal mudah, walaupun reformasi pendidikan di Jepang
sekalipun mencontoh praktik dari Inggris atau Amerika, poin-poin yang diajukan
benar-benar sesuai dengan problematika yang ada di Jepang.
§ Jumlah siswa per kelas di
kota-kota besar masih cukup besar 35 orang per kelas, tetapi di beberapa
propinsi jumlah siswa hanya sepuluh atau belasan orang dikarenakan angka
kelahiran yang merosot. Jepang tidak membangun kelas-kelas baru di
sekolah tetapi justru memerger sekolah-sekolahnya.
§ Pendidikan moral yang
diperdebatkan saat ini adalah yang berkaitan dengan nasionalisme, perlu
tidaknya menceritakan sejarah perang kepada anak didik, perlu tidaknya
menyanyikan lagu Kimigayo atau mengibarkan bendera hi no maru. Pendidikan
kedisiplinan tentu saja sudah terbentuk dengan baik di sini.
§ Poin nomor 4 merupakan hal
yang terlihat nyata dengan banyaknya upaya sekolah membuka diri kepada
masyarakat/orang tua, misalnya dengan program jugyou sanka (orang tua yang
menghadiri kelas anak2nya), sougou teki jikan (integrated course) yang
melibatkan masyarakat setempat, dan forum sekolah.
§ Poin ke-5 pun sedang marak
dibicarakan saat ini dengan adanya `kyouin hyouka`, sistem evaluasi guru yang
dibebankan kepada The Board of Education, dan renew sertifikasi mengajar
melalui training atau pendidikan guru.
§ Reformasi higher
education-nya tampaknya sangat gencar dilakukan dengan berbondong2nya mahasiswa
asing datang ke Jepang. Wlauapuna ,ereka harus mendalami bahasa Jang
trerlebih dahulu selamam1 tahuan atau atau statusnya sebagai research student
sebelum memulai program yang sebenarnya,.
§ UU Pendidikan juga menjadi
bahan diskusi yang hangat di seantero Jepang. Tidak saja ahlinya yang
turun tangan berbicara tetapi juga Teacher Union, forum siswa, senat mahasiswa,
bahkan ibu rumah tangga biasa yang terlibat dalam kegiatan volunteer.
b. Reformasi sekolah dalam
pembelajaran
Manabu Sato adalah dosen di
Universitas Tokyo yang mengemukakan gagasan pentingnya reformasi sekolah. Dalam
reformasi sekolah tersebut, menurut Sato—yang terkenal sebagai suhu reformasi
sekolah di Jepang— perlu adanya penekanan terhadap pentingnya penciptaan
masyarakat belajar di sekolah dan membuka seluas-luasnya proses pembelajaran di
kelas untuk diamati oleh siapa saja.
Teknik pembelajaran yang
terbuka akan menerima masukan dari siapa saja yang melihatnya, sehingga proses
pembelajaran dapat dikembangkan. Teknik yang demikian ini ia namakan sebagai
lesson study (studi pembelajaran).
Secara lambat tetapi pasti,
beberapa sekolah mulai merasa ingin mengubah diri, ingin terbebas dari
keruntuhan sekolahnya. Pikiran-pikiran Manabu Sato diserap, kemudian diterapkan
di beberapa sekolah yang bermasalah.
Koichi Ito, yang pada waktu
itu menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar (SD) Towada, di sebuah distrik di
pinggiran Tokyo, melakukan reformasi dengan lesson study (LS). Ketika dia
mengadakan pendidikan dan latihan bagi guru, kegiatan itu diliput oleh TV NHK,
kemudian disiarkan secara nasional ke seluruh Jepang.
Dengan konsep pembentukan
masyarakat belajar di sekolah dan penerapan LS, sekolah yang runtuh menjadi
bangkit dan bersemangat kembali. Sejak saat itu LS menjadi terkenal di seantero
Jepang.
SD Hamanogo, yang juga
mengalami keruntuhan, melakukan reformasi sekolah yang didukung oleh wali kota
setempat. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Gakuyo, yang menerapkan LS sejak tujuh
tahun yang lalu, sekarang menjadi SMP percontohan penerapan LS. Ini karena SMP
tersebut berhasil bangkit hanya dalam waktu satu tahun menerapkan LS, sehingga
siswa yang membolos menjadi nol, kenakalan tidak ada lagi, dan penguasaan materi
pelajaran oleh siswa meningkat.
Rasanya kok sangat tidak
mungkin seorang guru membiarkan proses pembelajarannya ditonton oleh banyak
orang. Guru (atau siapa pun dia) akan merasa rikuh disaksikan orang lain ketika
dia mengajar dari awal hingga akhir.
Ini karena guru merasa diri
sebagai "raja" yang serba tahu di kelas. Dia mengatur segalanya:
mulai dari ketertiban, memimpin, menentukan metode, menilai, dan merasa sebagai
sumber ilmu. Pendek kata, guru sebagai pusatnya, sedangkan siswa sebagai pelengkap
penderita.
Guru sering berkata keras
dan menguasai pembicaraan di kelas. Inilah pangkal terjadinya keruntuhan
sekolah di Jepang. Kurang lebih begitulah penjelasan Ito. Kayaknya, kondisi
guru yang demikian itu mirip dengan yang terjadi di Indonesia, bukan?
Mengatasinya memang tidak
semudah membalik telapak tangan. Perubahannya bukan terletak pada apa yang
berada di luar guru, melainkan pada cara pandang guru itu sendiri.
Banyak sekolah di Jepang
yang memiliki peralatan lengkap dan buku lengkap, karena pemerintah
mengeluarkan undang-undang wajib belajar untuk SD dan SMP. Namun, kebijakan itu
tidak juga memperbaiki proses pembelajaran di kelas dan sekolahnya tetap saja
menjadi sekolah yang runtuh.
Minat siswa belajar
ternyata bukan terletak pada kelengkapan alat, tetapi di hati para guru. Hingga
saat ini guru yang menguasai kelas masih banyak di Jepang. Namun, dengan
reformasi sekolah, banyak pula guru Jepang yang ingin menjadi guru profesional.
Upaya yang
pertama kali dilakukan adalah dengan mengubah guru, sebab menurut Sato yang
harus disadari
adalah bahwa yang belajar janganlah siswanya, tetapi gurunya. Percuma menuntut
siswa rajin belajar kalau gurunya tidak pernah berubah.
Jadi kalau ada sekolah yang
"brengsek", yang harus dituntut untuk belajar lebih baik adalah
gurunya. Guru hendaknya belajar kepada sesama guru. Caranya, sewaktu melakukan
pembelajaran di kelas ia diikuti oleh guru lain, sehingga terjadi peningkatan
keprofesionalannya. Selanjutnya, interaksi antara guru-siswa yang harmonis di
kelas dan luar kelas memungkinkan bagi guru untuk menangkap apa yang tidak
dapat diungkapkan oleh siswa.
Hak untuk meningkatkan
kemampuan yang demikian merupakan hak setiap guru. Tugas guru adalah belajar.
Dengan belajar, guru akan dapat mengajar lebih baik.
"Perubahan
pada guru akan mengakibatkan perubahan pada siswa. Peningkatan pengetahuan guru
akan meningkatkan pengetahuan siswa juga," kata Ito dalam suatu ceramahnya
di Gedung Tokyo International Center, yang diikuti oleh 10 orang peserta dari
Indonesia.
Ito, yang
saat ini sudah pensiun, menambahkan, tugas guru adalah mendorong dan membantu
anak menemukan sesuatu yang baru. Untuk melatih kepekaan terhadap siswanya,
guru hendaknya selalu memerhatikan fakta tentang anak, apa yang dibutuhkan, apa
kesulitannya. Cara-cara baru untuk mengatasi anak yang demikian harus
terus-menerus diupayakan.
Hal yang
sulit dilakukan adalah ketika guru telah bersedia untuk membuka diri, dia harus
ditonton banyak orang. Bayangkan kalau kita mengajar ditonton orang, lalu pada
akhir proses pembelajaran diadakan forum untuk mengadili guru. Pasti ramai
bukan?
Akan
tetapi, konsepnya bukan demikian. Di sinilah letak kearifan konsep yang
dicanangkan Manabu Sato. Pendekatan dalam LS yang dikembangkan Sato adalah
pendekatan dari Timur yang santun, yang sangat mempertimbangkan tata krama
ketimuran, yang tidak mengecilkan hati guru, tetapi malah meluapkan semangat
untuk terus maju.
Pengamat
proses pembelajaran dalam LS (biasanya guru sekolah yang bersangkutan atau dari
sekolah lain) hendaknya mengamati bagaimana siswa belajar, bukan bagaimana guru
mengajar. Kebaikan-kebaikan siswa diungkap, bukan kejelekan-kejelekan yang
menyakitkan hati pengajarnya.
Dalam
penerapannya, LS dapat dibedakan menjadi tiga tahapan: perencanaan,
pelaksanaan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, para guru di sekolah yang
akan melaksanakan LS mengadakan pertemuan untuk merancang proses pembelajaran.
Jadi, ini merupakan rencana bersama, bukan rencana seorang guru.
Ditunjuklah
seorang guru yang harus melakukan proses pembelajaran berdasarkan rencana
bersama tadi, sedangkan yang lain menjadi pengamat. Orang lain yang tidak ikut
merancang boleh ikut menjadi penonton. Guru pengamat nantinya harus aktif
memberikan masukan, sedangkan penonton hanya merupakan penggembira.
Fokus
para pengamat adalah pada perubahan tingkah laku siswa, bahasa tubuh siswa,
mimik siswa, dan perkataan siswa. Setelah proses pembelajaran berlangsung,
segera dilakukan refleksi pada suatu forum.
Ini bukan
merupakan forum pengadilan, sebab rencana pembelajaran adalah milik bersama,
karena disusun bersama. Semua pengamat melakukan analisis terhadap apa yang
dilihatnya, bukan terhadap apa yang dirasakan atau seharusnya. Saran- saran
boleh disampaikan. Semua masukan tersebut sangat berguna dan akan digunakan untuk
peningkatan pembelajaran yang akan datang..
Demikianlah sedikit tulisan ini, yang disusun
berdasarkan sumber-sumber dari internet serta buku-buku lain. Akhirnya semoga
tulisan ini bermanfaat.
BAHAN KEPUSTAKAAN
Endang, Ciri-ciri sekolah sebagai Mini Society dalam
kerangka School Reform berdasarkan Konsep MPMBS, 2007, Wordpres.com,
Ramli, Murni, Krainbow Plan, Reformasi Pendidikan di
Jepang, 2007, Wordpres.com,
Simbolon, Tony, Reformasi Pendidikan dalam Perspektif
Sekolah,www .Depdiknas.go.id
Suwarli, Reformasi sekolah, Kepemimpinan Feodalistis
dan KTSP,2007, Wordpres.com,
Syamsuri, Istamari, Ketika Guru Harus Belajar, 2006,
www.Kompas.Com,
PEMBERDAYAAN MGMP
1.
Latar belakang
Sebagaimana
telah dituangkan dalam UURI Nomor 20 Th. 2003, pasal 2, Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Ujung
tombak dari pelaksanaan pendidikan dilapangan ini dikendalikan oleh para
pendidik, oleh sebab itu seorang pendidik seyogyanya menjadi seorang
professional, sebagaimanan diatur dalam Pasal 39 (2),
UU 20 TH 2003 Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.
Untuk mewujudkan terbentuknya seorang guru
yang profesional, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah no 19
tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Pasal 28 (1), PP 19 th 2005
disebutkan bahwa Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional . Kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi (psl 28 ayat 3 ) : Kompetensi pedagogik, Kompetensi
kepribadian/personal, Kompetensi profesional dan Kompetensi social.
Secara rinci, kompetensi di atas tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut
a.
Kompetensi Pedagogik
1) Pengelolaan Pembelajaran
a) Menyusun rencana Pembelajaran
b) Melaksanakan Pembelajaran
c) Menilai Prestasi Belajar peserta didik
d) Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian
2). Wawasan kependidikan
a) Memahami landasan pendidikan
b) Memahami kebijakan pendidikan
c) Memahami tingkat perkembangan siswa
d) Memahami pendekatan pembelajaran sesuai materi pembelajaran
e)
Menerapkan
kerjasama dalam pelaksanaan layanan mutu pendidikan
f) Memanfaatkan kemajuan iptek dalam pendidikan
b. Kompetensi Personal
1) Tanggung jawab
2) Komitmen
3) Konsistensi
4) Integritas
5) Jujur
6) Terbuka
7) Disiplin
c. Kompetensi Profesional
Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai
dengan materi pembelajaran
d. Kompetensi pengembangan profesi
1)
Melakukan Penelitian (PTK)
2)
Menyusun karya tulis (penelitian, kajian empiris, gagasan sendiri,
karya tulis ilmiah populer, penulisan buku)
3)
Kegiatan Seminar dll
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
unjuk kerja (performance) guru di dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) sangat bervariasi dan kualifikasi
keguruannya beraneka ragam, sementara itu kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menuntut adanya penyesuaian dan pengembangan
pendidikan di sekolah khususnya dalam alih teknologi.
Pada sisi lain, keberhasilan usaha peningkatan mutu pendidikan akan
sangat dipengaruhi oleh kualitas
kompetensi guru., sehingga guru yang profesional diharapkan bisa menjanjikan peningkatan mutu melalui penjabaran kurikulum di sekolah sebagaimana telah diatur
dalam Permendiknas no 22, 3 tahun 2006. Namun pada kenyataannya tidak mudah bagi seorang guru untuk bisa
menjabarkan kurikulum
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah dalam upaya mempercapat kenaikan jabatan fungsional guru melalui pengaturan
, namun pada akhirnya upaya ini menuntut kemampuan untuk meningkatkan
profesionalisme berkarya dan berprestasi di dalam melaksanakan tugas
sehari-hari di sekolah.
Berkenaan dengan
kondisi di atas maka munculah berbagai permasalahan dalam upaya meningkatkan
kompetensi guru ini yang antara lain
adalah sebagai berikut
- Bagaimana membantu guru dalam menjabarkan kurikulum menjadi perangkat pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan?
- Bagaimana membantu guru menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru di kelas akan menghambat pengembangan kompetensi
- Bagaimana cara merevitalisasi wadah untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru sebagai wahana dalam meningkatkan komunikasi, konsultasi, informasi dan koordinasi sesama guru.
Untuk itu sangat
diperlukan sekali adanya upaya untuk dan mereposisi KKG/MGMP yang diharapkan dapat membantu guru secara
terus-menerus dalam peningkatan kualitas
kompetensinya.
2.
KKG/MGMP
- Pengertian KKG/MGMP
KKG/MGMP adalah forum/wadah profesional guru mata pelajaran sejenis.
Pengertian Musyawarah di sini mencerminkan kegiatan dari, oleh dan untuk guru, sedangkan Guru
Mata pelajaran adalah guru SMP/MTs dan SMA/MA, SMK yang mengasuh dan
bertanggung jawab untuk mengelola mata
pelajaran yang ditetapkan dalam
kurikulum.
Pada sisi lain, kita juga mengenal ada yang
disebut dengan Kelompok Kerja Guru (KKG) yaitu forum/wadah kegiatan profesional guru terutama
yang bertanggungjawab untuk mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas
(sebagai guru kelas).
Selanjutnya untuk membedakan kedua istilah
ini, maka disepakati bahwa MGMP merupakan istilah yang digunakan untuk jenjang
SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, sedangkan KKG
digunakan pada jenjang Sekolah Dasar
- Tujuan Pendirian
1)
Tujuan Umum
Mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan
profesionalisme guru
2)
Tujuan khusus
a)
Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata
pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang efektip dan efisien
b)
Memotifasi
guru guna meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam merencanakan,
melaksanakan, dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka
meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional.
c)
Mendiskusikan
permasalahan yang dialami guru dan mencari solusi alternatif pemecahannya
sesuai dengan karakterstik mapel, guru, kondisi sek. dan lingkungannya
d)
Membantu guru memperoleh informasi teknis
edukatif yang berkaitan dengan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, keg.
Kurikulum, metodologi dan sistem evaluasi yang sesuai dengan mapel masing-2.
e)
Saling berbagi informasi dan pengalaman dari
hasil lokakarya, seminar, diklat, CAR(Class room Action Research), LS (Lesson
Study) dan lain-2 kegiatan profesional yang dibahas bersama-sama.
f)
Meratakan
kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat
menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.
g)
Mampu menjabarkan agenda School Reform
sehingga berproses pada reorientasi pembelajaran efektif.
h)
Mengembangkan kulutur kelas yang kondusif sebagai
tempat proses pembelajaran yang menyenangkan,
mengasyikan dan mencerdaskan siswa.
i)
Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai
mitra guru dalam melaksanaka proses pembelajaran
- Ruang lingkup
1)
Kedudukan
Secara
umum berkedudukan kabupaten/ kota,
namun dapat disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing, misalnya rayon,
gugus
2)
Keanggotaan
Meliputi semua guru mata pelajaran
3)
Kepengurusuan
Sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, Sekretaris,
Bendahara, seksi-seksi dengan masa jabatan kurang lebih 2 tahun yang dipilih secara demokratis
- Prinsip kerja
1)
Merupakan organisasi yang mandiri
2)
Dinamika organisasi yang dinamis
berlangsung secara alamiah sesuai kondisi dan kebutuhan
3)
Mempunyai visi dan misi dalam
upaya mengembangkan pelayanan pendidikan khususnya proses pembelajaran efektif
dan efisien
4)
Kreatif dan inovatif dalam mengembangkan ide-ide pembelajaran yang
efektif dan efisien
5)
Terbuka, fleksibel, aspiratif, akomudatif
6)
Memiliki AD/ART, yang sekurang-kurangnya memuat:
a)
Nama dan Tempat
b)
Dasar, Tujuan dan Kegiatan
c)
Keanggotaan dan Kepengurusan
d)
Hak dan Kewajiban Anggota dan Pengurus
e)
Pendanaan
f)
Mekanisme Kerja
g)
Perubahan AD/ART serta Perubahan Organisasi
- Peran KKG/MGMP
Dalam upaya
meningkatkan kompetensi guru, maka KKG/MGMP harus berperan di dalam hal
1)
Mengakomodasi aspirasi dari, oleh, dan untuk anggota
2)
Mengakomodasi aspirasi masyarakat/stakeholder dan siswa
3)
Melaksanakan transformasi (perubahan) yang lebih kreatif dan inovatif
dalam proses pembelajaran
4)
Mitra kerja dinas pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan
pendidikan
- Fungsi KKG/MGMP
Untuk
melaksanakan pran di atas, maka KKG/MGMP harus berfungsi sebagai
a.
Mediator à peningkatan kompetensi guru
b. Academic
Supervisor à pendekatan penilaian appraisal
c. Supporting
Agencyà manajemen kelas/sek.
d.
Collaborator à organisasi profesi yg relevan
e.
Evaluator & Developerà school reform konteks MPMBS
f. Reformator à reorientasi pembelajaran efektif
Selanjutnya dari
fungsi-fungsi di atas, KKG/MGMP dapat mengembangkan dalam berbagai bentuk kegiatan
dengan cara
Ø Menyusun
program & mengatur jadwal dan tempat kegiatan.
Ø Memotivasi
guru untuk mengikuti kegiatan KKG/MGMP secara rutin.
Ø Meningkatkan
mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembelajaran.
Ø Mengembangkan
program layanan supervisi akademis.
Ø Mengembangkan
silabus.
Ø Mengupayakan
lokakarya, seminar dan sejenisnya atas dasar inovasi pembelajaran.
Ø Merumuskan
pembelajaran yang variatif.
Ø Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan KKG/MGMP Prov. dan AGMP Nas. serta berkolaborasi dengan
KKS/MKKS secara kooperatif.
Dari kegiatan-kegiatan di atas pada dasarnya
akan mengarahkan kepada kemampuan guru untuk
ü Meningkatkan pemahaman terhadap kurikulum
sehingga mampu untuk mengembangan kurikulum/silabus implementatif (berbasis
kompetensi) yang sesuai dengan standar kompetensi pada mapel terkait, termasuk
di dalamnya menyusun RPP, Pengembangan
bahan ajar dan sistim penilainnya
ü Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai, menarik dan
menyenangkan
ü
Meningkatakan pemahaman tentang pendidikan berbasis luas (Broad
Based Education) dan Life Skill
ü Mengembangkan dan melaksanakan
analisis sarana pembelajaran
ü Mengembangkan dan melaksanakan
pembelajaran berbasis computer
ü Mengembangan media pembelajaran
yang sesuai, menarik dan menyenangkan
ü Membuat alat peraga pembelajaran yang
bermutu untuk mapel terkait
ü Mengembangan profesi dan karir guru serta
penulisan karya ilmiah , khususnya CAR, LS
- Pembiayaan
1)
Iuran
pengembangan profesi guru yang diprogramkan melalui RAPBS
2) Block grant melalui APBD/APBN
3)
Donatur
atau sumbangan yang tidak mengikat
- Kolaborasi KKG/MGMP
Perlu kita sadari
bahwa di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan, KKG/MGMP tidak akan dapat
berrdiri sendiri. Oleh sebab itu perlu diadakan kolaborasi yang dapat dilakukan
antara lain dengan
1) Perguruan Tinggi
2) LPMP/P4TK/Direktorat PMPTK
3) Dinas Pendidikan
4) Organisasi Profesi
5) Dunia Usaha/Dunia Industri
6) LSM
7) Lembaga-lembaga Sosial/Pemerintah
8) DLS
3.
Langkah-langkah mendirikan KKG/MGMP
a.
Penetapan organisasi
Di dalam menyusun suatu organsiasi KKG/MGMP, maka terlebih dahulu kita
harus menentukan :
1)
Kerangka Anggaran Dasar KKG/MGMP
2)
Nama Organisasi , Tempat kedudukan
3)
Dasar, Tujuan, Bentuk Kegiatan
4)
Keanggotaan dan Kepengurusan
5)
Hak dan Kewajiban Anggota dan Pengurus
6)
Pendanaan
b.
Penyusunan Mekanisme kerja
Agar organisasi ini terlihat ada ada wujudnya, maka kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan antara lain adalah
1)
Mengumpulkan guru mata pelajaran dengan bantuan
kepala Dinas Pendidikan Kab / Kota
2)
Memilih pengurus melalui musyawarah dan menentukan letak sekretariat
3)
Merancang kegiatan dan program kerja KKG/MGMP dengan mencari informasi dari
berbagai sumber dan mengembangkannya di KKG/MGMP
4)
Mendata / Mencari dukungan dana dengan mengajukan
proposal
5)
Membuat program monitoring dan evaluasi kerja dan
pelaporan
c.
Penyusunan Rancangan kegiatan
1)
Kegiatan KKG/MGMP
untuk Anggota
a)
Melakukan reformulasi pembelajaran melalui model- model pembelajaran yang
variatif seperti:
§ Mempersiapkan Program Pengajaran dan
mendiskusikan strategi alternatif pembelajaran yang efektif
§ Merancang pengembangan silabus penilaian
sesuai dengan paradigma baru
Pendidikan
§ Merancang Lembaran Kegiatan Ilmiah untuk tiap kompetensi dasar
§ Mendiskusikan penggunaan media
pembelajaran yang tepat
§ Menyusun alat evaluasi
§ Meningkatkan kemampuan penguasaan TIK untu
pembelajaran
b)
Mendiskusikan
kesulitan kesulitan yang dihadapi dalam
KBM di kelas yaitu:
§ Menampung permasalahan
§ Mendiskusikan solusinya
c)
Memfasilitasi/menampung Action Research guru, dan menyediakan jadwal
presentasi
d)
Sosialisasi
pembaharuan yang didapat oleh guru yang mengikuti penataran tingkat nasional maupun tingkat provinsi.
e)
Kerjasama
dengan P4TK/LPMP/PT/Dinas Pendidikan/Dirjen PMPTK
f)
Memperluas
wawasan guru dengan mendatangkan nara sumber/studi banding/studi lapangan
2)
Progam
kerja untuk Tim Pengembang Guru Inti
a)
Mencari
informasi tentang pembaharuan-pembaharuan
di bidang pendidikan serta
mengembangkannya di KKG/MGMP
b)
Mencari
informasi tentang aneka model pembelajaran yang efektif serta mengembangkannya di KKG/MGMP
c)
Memonitoring
pelaksanaan kegiatan pembelajaran
kesekolah- sekolah dalam
bentuk supervisi terhadap guru anggota KKG/MGMP
d)
Mendiskusikan
hasil supervisi dengan guru yang bersangkutan
dan merencanakan tindak lanjut hasil supervisi bersama Tim Pengembang
e)
Melakukan Evaluasi terhadap program kerja KKG/MGMP dan membuat laporan, serta mengkaji
pengembangan selanjutnya.
4.
Masalah-masalah
yang dihadapi KKG/MGMP
- Managemen KKG/MGMP kurang berfungsi secara optimum.
- Masih kurang komitmen dan kesadaran sebagian guru untuk berusaha mengembangkan diri kegiatan di KKG/MGMP
- Kesadaran dan komitmen sebagian pengurus terhadap tanggung jawabnya dalam organisasi masih perlu ditingkatkan
- Program-program KKG/MGMP kurang signifikan dan kurang sesuai dengan kebutuhan guru.
- Minimnya Pembinaan yang diberikan dari fihak-fihak yang kompeten
- Minimnya dana untuk melaksanakan program kerja, mendatangkan nara sumber dari pusat/perguruan tinggi/LPMP/P4TK kurang memadai
- Dana pendukung operasional KKG/MGMP kurang proposional.
- Dari laporan keuangan terlihat tidak ada dana yang dikeluarkan untuk honor pengurus dan atau guru inti.
- Kurangnya kepedulian dan dukungan terhadap berbagai inisiatif yang dilakukan KKG/MGMP, baik yang diberikan dari Dinas Pendidikan setempat, maupun dari Asosiasi profesi.
- Asosiasi profesi kurang mendukung kegiatan KKG/MGMP.
- KKG/MGMP kurang diberdayakan dalam peningkatan mutu pembelajaran.
5.
Solusi
- KKG/MGMP harus diberdayakan, karena merupakan wadah yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru di kelas.
- Di KKG/MGMP guru dengan gaya mengajar yang berbeda dan menghadapi siswa yang juga berbeda dapat berdiskusi , berbagi pengalaman dan mencari solusi permasalahan yang dihadapinya di kelas,
- Program KKG/MGMP agar dirancang sesuai dengan kebutuhan guru mata pelajaran dan juga disesuaikan dengan paradigma baru dibidang pendidikan.
6.
Penutup
Demikianlah materi yang dapat kami susun untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di KKG/MGMP.
Pemberdayaan Guru
Melalui KKG/ MGMP
Seiring
dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, setiap guru dituntut meningkatkan
profesionalisme guru. Dengan kata lain, setiap guru harus meningkatkan
kompetensinya sebagai seorang guru, baik kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial maupun profesional. Dengan kompetensi ini guru diharap dapat
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik serta mampu
mengembangkan profesinya.
Ada beberapa upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru. Upaya itu adalah melalui pendidikan dan latihan, pengembangan profesi seperti kegiatan pendidik dalam mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses belajar mengajar melalui pembentukan gugus sekolah dan sebagainya.
Salah satu upaya yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan serta terus digalakkan adalah pembentukan gugus sekolah. Pada prinsipnya gugus sekolah adalah wadah sekelompok guru bidang tertentu dari wilayah tertentu, misalnya tingkat kabupaten/ kota, sebagai tempat membicarakan masalah yang dihadapi bersama. Misalnya guru-guru matematika membentuk kelompok guru matematika. Selanjutnya anggota kelompok tadi diharap mampu melakukan pembinaan profesional di sekolah masing-masing. Di SD gugus sekolah ini dikenal dengan istilah kelompok Kerja Guru (KKG), di SMP/ SMA dengan istilah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan di SMK dengan istilah Musyawarah Guru Mata Diklat (MGMD).
Baik KKG, MGMP maupun MGMD mempunyai peranan penting dalam pengembangan program pendidikan di sekolah. Karena, melalui forum ini para guru dapat mengadakan diskusi dan tukar pikiran mengenai masalah yang dihadapi di sekolah masing-masing. Selain itu, forum ini merupakan wadah profesional guru dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan.
Banyak kegiatan profesional guru yang dapat dibicarakan dalam forum ini, misalnya kegiatan pembuatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Seperti diketahui sejak 2004 pemerintah menggelindingkan sebuah kurikulum tingkat satuan pendidikan. Setelah melalui uji coba, mulai 2006 semua sekolah diharap sudah menerapkan KTSP. Berdasar PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP pasal 17 kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh-BNSP.
Namun,
perlu disadari bahwa penyusunan kurikulum tidaklah mudah dan tidak setiap guru
menguasai penyusunan kurikulum. Forum KKG/MGMP/MGMD- lah sebagai tempat
bertukar pikiran para guru. Di sini para guru bisa saling menimba kelebihan
maupun kekurangan sekolah masing-masing. Selain itu, para guru bisa menyumbangkan
pemikirannya sehingga terkumpul masukan-masukan yang bisa dijadikan sebagai
acuan penyusunan KTSP. Memang setiap sekolah mempunyai karakteristik berbeda.
Namun, kerangka dasar KTSP setiap sekolah sama yaitu adanya kesamaan standar
isi minimal yang dikeluarkan BSNP. Setiap sekolah boleh mengembangkan KTSP
sesuai dengan kelebihan masing-masing.
Dari hasil diskusi itulah, para anggota KKG/MGMP/MGMD bisa mengambil pengalaman untuk menyusun KTSP di sekolah masing-masing. Selanjutnya, bisa dibicarakan masalah-masalah lain seperti rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, media pembelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Dengan demikian, guru bisa melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
Selain sebagai tempat meningkatkan mutu proses belajar mengajar, KG/MGMP/MGMD juga sebagai tempat kegiatan pengembangan profesi. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan para guru misalnya menyusun karya ilmiah seperti karya tulis ilmiah bentuk penelitian, pembuatan buku, modul atau bahan ajar serta karya tulis ilmiah populer. Selain itu, kegiatan menerjemahkan/ menyadur buku atau bahan lain serta melaksanakan orasi ilmiah sesuai dengan bidang pelajaran atau bidang diklat. Dengan kegiatan ini, selain meningkatkan mutu pendidikan, sekaligus guru juga mengembangkan dirinya.
Namun demikian, banyak hambatan yang dialami pengurus KKG/MGMP/MGMD untuk menjalankan roda organisasi. Hambatan itu antara lain luas wilayah dan besarnya jumlah anggota, terutama di wilayah kabupaten. Boleh dikata setiap kabupaten mempunyai wilayah yang cukup luas. Hal ini tentu merupakan
Dari hasil diskusi itulah, para anggota KKG/MGMP/MGMD bisa mengambil pengalaman untuk menyusun KTSP di sekolah masing-masing. Selanjutnya, bisa dibicarakan masalah-masalah lain seperti rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, media pembelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Dengan demikian, guru bisa melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
Selain sebagai tempat meningkatkan mutu proses belajar mengajar, KG/MGMP/MGMD juga sebagai tempat kegiatan pengembangan profesi. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan para guru misalnya menyusun karya ilmiah seperti karya tulis ilmiah bentuk penelitian, pembuatan buku, modul atau bahan ajar serta karya tulis ilmiah populer. Selain itu, kegiatan menerjemahkan/ menyadur buku atau bahan lain serta melaksanakan orasi ilmiah sesuai dengan bidang pelajaran atau bidang diklat. Dengan kegiatan ini, selain meningkatkan mutu pendidikan, sekaligus guru juga mengembangkan dirinya.
Namun demikian, banyak hambatan yang dialami pengurus KKG/MGMP/MGMD untuk menjalankan roda organisasi. Hambatan itu antara lain luas wilayah dan besarnya jumlah anggota, terutama di wilayah kabupaten. Boleh dikata setiap kabupaten mempunyai wilayah yang cukup luas. Hal ini tentu merupakan
kendala
bagi pengurus untuk mengumpulkan guru di satu tempat secara periodik. Banyak
waktu, tenaga dan dana yang diperlukan untuk menjalankan roda organisasi. Untuk
mengatasinya bisa saja dibentuk kelompok atau kluster di tingkat kecamatan.
Namun, untuk KKG di tingkat SD jumlah guru yang cukup besar tetap merupakan
kendala serius. Lain halnya, untuk wilayah perkotaan. Jarak bukan merupakan
masalah, hanya saja jumlah guru yang besar tetap merupakan masalah terutama
untuk KKG.
Hambatan klasik lainnya adalah minimnya dana. Dana untuk kegiatan forum KKG/MGMP/MGMD pada umumnya berasal dari APBD. Anggaran ini diusulkan dinas pendidikan melalui pemerintah daerah dan disetujui DPRD. Di tengah rendahnya anggaran pendidikan, pengalaman menunjukkan bahwa anggaran yang disetujui pemerintah dan DPRD untuk forum ini boleh dikata sangat kecil. Sebagai contoh dalam satu tahun anggaran setiap MGMD hanya mendapat anggaran sebesar lima juta rupiah untuk sepuluh kali kegiatan. Itu pun kalau diterima penuh. Bisa dibayangkan satu kali kegiatan dengan anggaran lima ratus ribu rupiah, tentu tidak cukup untuk honor nara sumber, pembelian alat tulis, konsumsi dan uang transpor peserta sebanyak 30 orang misalnya.
Biasanya pengurus berharap pada pihak sekolah. Namun, setali tiga uang. Ada sekolah yang kurang antusias untuk mendukung forum ini dengan berbagai alasan. Misalnya, seringnya mengikuti forum ini membuat guru banyak meninggalkan kelas yang berakibat tidak tertibnya kelas. Akibatnya sering penentu kebijakan sekolah tidak mengizinkan guru mengikuti forum ini, apalagi memberi sumbangan dana. Padahal, kalau mau berpikir jernih dengan bertambahnya kualitas guru, sekolah dan murid bersangkutan akan mendapat manfaat yang cukup besar. Akhirnya perlu disadari bersama bahwa peningkatan profesionalisme guru merupakan kebutuhan berkesinambungan namun memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semuanya terpulang pada pihak-pihak yang terkait. Apakah pemerintah mau memberikan dana yang cukup untuk peningkatan profesi guru ?
Hambatan klasik lainnya adalah minimnya dana. Dana untuk kegiatan forum KKG/MGMP/MGMD pada umumnya berasal dari APBD. Anggaran ini diusulkan dinas pendidikan melalui pemerintah daerah dan disetujui DPRD. Di tengah rendahnya anggaran pendidikan, pengalaman menunjukkan bahwa anggaran yang disetujui pemerintah dan DPRD untuk forum ini boleh dikata sangat kecil. Sebagai contoh dalam satu tahun anggaran setiap MGMD hanya mendapat anggaran sebesar lima juta rupiah untuk sepuluh kali kegiatan. Itu pun kalau diterima penuh. Bisa dibayangkan satu kali kegiatan dengan anggaran lima ratus ribu rupiah, tentu tidak cukup untuk honor nara sumber, pembelian alat tulis, konsumsi dan uang transpor peserta sebanyak 30 orang misalnya.
Biasanya pengurus berharap pada pihak sekolah. Namun, setali tiga uang. Ada sekolah yang kurang antusias untuk mendukung forum ini dengan berbagai alasan. Misalnya, seringnya mengikuti forum ini membuat guru banyak meninggalkan kelas yang berakibat tidak tertibnya kelas. Akibatnya sering penentu kebijakan sekolah tidak mengizinkan guru mengikuti forum ini, apalagi memberi sumbangan dana. Padahal, kalau mau berpikir jernih dengan bertambahnya kualitas guru, sekolah dan murid bersangkutan akan mendapat manfaat yang cukup besar. Akhirnya perlu disadari bersama bahwa peningkatan profesionalisme guru merupakan kebutuhan berkesinambungan namun memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semuanya terpulang pada pihak-pihak yang terkait. Apakah pemerintah mau memberikan dana yang cukup untuk peningkatan profesi guru ?
Apakah
penentu kebijakan sekolah mau mendorong para guru untuk berkembang maju?
Apakah
guru itu sendiri mau mengembangkan profesinya ?
Tentu
saja, kita berharap pihak-pihak terkait turut menghidupkan forum ini karena
degan meningkatnya kualitas guru akan menguntungkan sekolah dan siswa. Kalau
tidak, para guru tak usah kecewa, maju terus karena pengembangan
profesionalisme guru merupakan keperluan pribadi. Siapa yang akan mengembangkan
profesionalisme guru, kalau bukan dirinya-sendiri.
|
Judul :
PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU MELALUI
SERTIFIKASI
Sesi : 8 (Delapan)
Wakt u :
6 Jam Pelajaran @ 45 Menit
A.
Tujuan
Mata Sajian
Setelah materi ini disajikan
diharapkan peserta mampu:
1. Menjelaskan dasar hukum pemberlakuakn
sertifikasi guru dalam jabatan
2. Menjelaskan makna dari guru sebagai
profesi
3. Menjekaskan makna pengembangan profesi
guru melalui sertifikasi
4. Menjelaskan sertifikasi guru dalam
jabatan melalui penilaian portofolio
5. Menjelaskan sertifikasi guru dalam
jabatan melalui jalur pendidikan
B.
Ruang
Lingkup Materi
Ruang lingkup mata
tataran Pengembangan Profesi Melalui Sertifikasi ini antara lain:
1.
Dasar
Hukum Sertifikasi
2.
Makna
Profesi
3.
Makna
pengembangan Profesi melalui Sertifikasi
4.
Sertifikasi
Guru dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio
5.
Sertifikasi
Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan
C.
Prosedur
Pembelajaran
D.
Uraian
Pembelajaran
1.
Pembukaan
Pada tahap ini diisi dengan
perkenalan, pengkondisian, mengidentifikasi harapan peserta dan penjelasan
strategi serta tujuan pembelajaran.
2.
Materi
Inti
Pada tahap ini
dilakukan penelaahan konsep melalui pembahasan teori, diskusi dan Tanya jawab
berkenaan dengan pengembangan profesi
melalui sertifikasi. Pembahasan dimulai dengan dasar hukum sertifikasi, makna
profesi, dan pembahasan tentang sertifikasi melalui fortofolio dan jalur
pendidikan. Diakhiri dengan sedikit praktek penyusunan portofolio untuk
sertifikasi.
3.
Penutup
Pada tahap ini,
dilakukan ulang/refleksi terhadap materi yang dibahas dan dibuat suatu
rangkuman kegiatan pembelajaran
E.
Evaluasi
Evaluas dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung melalui pengamatan terhadap keaktifan, wawasan, sikap
dan pengerjaan tugas-tugas.
F.
Alat
Bantu
1.
White
Board dan Board Marker
2.
Komputer
dan Proyektor
G.
Daftar
Pustaka
Dirjen dikti
Depdiknas. (2008). Buku 2 tentang Pedoman
Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Penialian Portofolio.
Dirjen dikti
Depdiknas. (2008). Buku 3 tentang Pedoman
Penyusunan Portofolio.
Dirjen dikti
Depdiknas. (2008). Buku 4 tentang Pedoman
Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Penialian Portofolio untuk Guru.
Dirjen dikti
Depdiknas. (2008). Buku 6 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.
Dirjen dikti
Depdiknas. (2008). Buku 7 tentang Rambu-Rambu
Penyusunan Kurikulum Sertifikasi Guru
dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.
Hamalik,
Oemar, Prof. DR.H (2006). Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya,
Wina, DR. M.Pd .(2006). Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana
Prenada Media.
Sagala,
Syaiful, DR.H. (2006). Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan .
Permendiknas
RI Nomor. 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru .
Permendiknas
RI Nomor. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi
bagi Guru dalam Jabatan.
|
A. Pendahuluan
Penerapan Standar Nasional
Pendidikan merupakan kebijakan pemerintah yang sangat penting dalam rangka
meningkatkan dan pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan pemberlakukan standar nasional Pendidikan tersebut, pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan satuan pendidikan diaharapkan mampu menyiapkan
penyelenggaraan proses pendidikan.
Terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kegiatan proses pendidikan ( baca: proses pembelajaran)
diantaranya faktor guru, siswa, sarana,
alat dan media yang tersedia serta faktor lingkungan (Wina Sanjaya: 2006). Dari
keempat faktor tersebut, guru merupakan faktor yang paling berpengaruh pada
proses pendidikan. Guru merupakan ujung
tombak yang langsung berinteraksi dengan siswa di kelas. Keberhasilan siswa
untuk belajar sangat bergantung pada
kualitas guru tersebut dalam menjabarkan standar isi kurikulum yang berlaku. Dan penjabaran kurikulum tersebut
oleh guru salah satunya dipengaruhi oleh kompetensi dan keprofesinalannya
sebagai pendidik.
Pemerintah sangat memperhatikan
peran dan kedudukan guru ini. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, guru
dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV
(S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI no. 16 Tahun 2007 mengatur tentang kualifikasi dan standar
kompetensi Guru. Dalam Permendiknas RI tersebut, Profesionalisme guru
ditentukan oleh empat kompetensi yaitu kompetensi Kepribadian, Sosial,
profesional dan pedagogis.
Profesionalisme sangat
dipengaruhi oleh waktu. Profesionalisme
akan berkembang menyesuaikan dengan perkembangan kemajuan masyarakat (Oemar
Hamalik: 2006). Begitu juga dengan
profesionalisme seorang guru pasti mengalami perkembangan. Pekerjaan seorang
guru merupakan suatu hal yang dinamis, yang akan dan harus berkembang sesuai
tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, keprofesionalan guru harus
selalu ditingkatkan dan dikembangkan melalui upgrading kompetensinya.
Sehingga akan mampu menunjukkan perilaku rasionalnya dalam mencapai tujuan yang
dipersyaratkan.
Keberagaman masalah guru
seperti latar belakang pendidikan, mismatch, jumlah dan menuntut adanya suatu
penstandaran kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya. Bagaimana mungkin kita
bisa mencapai Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan standar pendidikan
yang lain, jika gurunya sendiri tidak terstandarkan kompetensinya sehingga
mendekati ideal sebagai seorang profesional. Maka, sertifikasi sangat cocok
untuk mencapai kondisi ideal tersebut.
Pemenuhan persyaratan
penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.
Sertifikasi guru adalah proses
pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan
hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan
martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi
guru adalah sebagai berikut.
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
6. Peraturan Mendiknas Nomor 40 Tahun
2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.
C. Makna Profesi
Salah
satu definisi profesi seperti yang diungkapkan oleh Dr. Sikun Pribadi (dalam
Oemar Hamalik:2006) seperti berikut ini:
Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu
pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya
kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut
merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Berdasarkan
definisi tersebut, kata profesi mengandung tiga makna strategis yaitu profesi
sebagai suatu pernyataan atau janji yang terbuka, profesi sebagai suatu
pengabdian, dan makna profesi sebagai suatu jabatan atau pekerjaan.
1.
Hakikat
profesi sebagai suatu janji atau pernyataan terbuka
Dalam koridor keprofesionalan,
terdapat kode etik-kode etik tertentu yang harus dipatuhi. Setiap pelanggaran
kode etik tersebut akan berhadapan dengan sangsi/ hukum tertentu. Janji yang
diucapkan seorang professional merupakan janji dari lubuk hatinya. Setiap
penyataannya mengandung norma-norma atau nlai-nilai etik. Guru sebagai seorang
professional dituntut berprilaku sesuai dengan janji saat menerima pekerjaan
profesi kependidikan. Pada saat seorang guru mengikrarkan kode etik guru, maka
mulai saat itu juga dia mengucapkan janjinya dan harus menyadari bahwa dibalik
itu terdapat tanggungjawab beserta sangsi bila terjadi pelanggaran. Tentunya
hal ini harus ditunjang oleh ketegasan pemerintah dalam menindak setiap
pelanggaran yang terjadi pada kode etik guru itu. Jangan sampai, ketidaktegasan
pemberian sangsi meimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada sosok guru
sebagai professional. Disamping itu, pemberian penghargaan yang relevan kepada
guru akan meningkatkan citra guru sebagai pendidik professional.
2.
Hakikat
profesi sebagai suatu pengabdian
Pengabdian kepada masyarakat merupakan
tujuan dari suatu profesinal. Suatu professional tidak semata-mata mencari
keuntungan materi dan non materi. Usaha memberikan pelayanan dan kemanfaatan
bagi masyarakat harus menjadi paradigma setiap langkah seorang profesional.
Guru sebagai tenaga profesional kependidikan bertindak memberikan kemanfaatan
kepada stakeholder pendidikan dan terutama siswa. Semangat pengabdian kepada
masyarakat harus menjadi roh seorang guru.
Bukankah pada saat pertama kali diangkat menjadi guru kita membacakan
janji dalam rangak pengabdian kepada Negara? Janji itu merupakan pernyataan
janji profesionalisme seorang guru dalam memberikan pengabdian.
3.
Hakikat
profesi sebagi suatu pekerjaan atau jabatan
Suatu profesi erat kaitannya dengan
jabatan atau pekerjaan tertentu yang dengan sendirinya menuntut keahlian,
pengetahuan, dan keterampilan tertentu pula (Oemar Hamalik: 2006). Seorang
profesional dituntut untuk mampu membuat keputusan dan kebijakan yang tepat.
Kompetensi merupakan kunci utama sebagai seorang profesioanal. Undang-undang
No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah mengatur kompetensi tersebut,
diantaranya kompetensi Kepribadian, Pedagogis, Profesional dan sosial.
Konsekwensinya adalah setiap pihak harus memenuhi pencapaian kompetensi itu
baik oleh guru sendiri, ataupun pihak yang mengatur keberadaan guru seperti Sekolah, Dinas
Pendidikan Kab/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan pemerintah pusat. Tidak
dipenuhinya kompetensi tersebut oleh guru akan berakibat pada munculnya
keputusan atau kebijakan kurang tepat dalam lingkup kompetensinya yang berpotensi
merugikan siswa, orang tua dan pemerintah sendiri. Guru yang belum mencapai
kompetensi Pedagogis akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat
kebijakan-kebijakan dibidang pengelolaan kelas. Sehingga berpotensi memunculkan
pembelajran yang tidak tidak tepat juga. Begitu juga, guru yang belum mencapai
kompetensi professional (substansi materi) akan berpotensi membuat masalah
dalam penguasaan dan penyampaian substansi materi kepada siswa, misalnya
misskonsepsi. Dan bitu pula untuk kedua kompetensi lainnya (Kepribadian dan
sosial)
Melihat beberapa
penjelasan di atas tentang makna profesi, maka seorang yang berprofesi sebagai
seorang guru harus memahami bahwa pekerjaannya tersebut akan berkaitan dengan
kode etik keguruan yang diikrarkan saat mulai menjabat, suatu pekerjaan dan pengabdian kepada
masyarakat dan
D. Pengembangan Profesi Guru
Seperti
yang telah dijelaskan dalam pendahuluan bahwa guru merupakan pendidik
professional. Seorang professional berkaian dengan kompetensi yang harus
dipenuhi. Profesi guru sebagai seorang professional memiliki empat kompetensi
yakni: Pedagogis, sosial, kepribadian, Profesional (substansi Materi).
Keempat
kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja
guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a)
pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik
disiplin ilmu (diciplinary content)
maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical
content); (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar,
serta tindak lanjut untuk perbaikan; dan (d) pengembangan kepribadian dan
profesionalitas secara berkelanjutan.
Kompetensi
berupa keahlian, wawasan, pengetahuan dan keterampilan sangat berkaitan dengan
waktu. Karena setiap waktu (zaman), memiliki perbedaan kebutuhan dan
perkembangan iptek tertentu. Kebutuhan masyarakat lima tahun kebelakang dengan
tahun sekarang akan memiliki perbedaan. Menjadikan guru sebagai profesi tentunya
tidak untuk satu atau dua tahun, tetapi
untuk berpuluh-puluh tahun lamanya. Jika setiap kurun waktu memiliki perbedaan
kebutuhan, maka sudah selayaknya seorang guru harus mampu dan mau mengembangkan
kompetensinya, atau mengembangkan keprofesionalannya. Pengembangan profesi ini
bisa dilakukan secara mandiri melalui kegiatan pengembangan profesi, atau oleh
pihak terkait lainnya.
Kegiatan pengembangan profesi
guru merupakan kegiatan pengamalan atau penerapan keterampilan guru untuk peningkatan mutu
belajar mengajar, atau menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi dunia
pendidikan secara umum (Supardi:2007). Dengan mengacu pada definisi tersebut,
pengembangan profesi guru melalui sertifikasi merupakan usaha meningkatkan
profesionalisme guru atau meningkatkan kompetensi seorang guru sebagai pendidik
professional.
E. Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru yang
diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara
berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan guru berupa tunjangan profesi
bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik
bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus
non-pegawai negeri sipil (swasta). Di beberapa negara, sertifikasi guru telah
diberlakukan, misalnya di Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Sementara
itu, di Denmark baru mulai dirintis dengan sungguh-sungguh sejak 2003. Di
samping itu, ada beberapa negara yang tidak melakukan sertifikasi guru, tetapi
melakukan kendali mutu dengan mengontrol
secara ketat terhadap proses pendidikan dan kelulusan di lembaga penghasil
guru, misalnya di Korea Selatan dan Singapura. Namun semua itu mengarah pada
tujuan yang sama, yaitu berupaya agar dihasilkan guru yang bermutu (buku 4 panduan sertifikasi,2008).
Seperti yang telah dinyatakan dalam pendahuluan bahwa
guru merupakan pendidik profesional. Sehingga dipersyaratkan memiliki
kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan
menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Pemenuhan persyaratan
kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dibuktikan dengan ijazah dan persyaratan
relevansi mengacu pada jejang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang
diampu. Misalnya, guru SD dipersyaratkan lulusan S1/D-IV jurusan/program studi
PGSD/Psikologi/ Pendidikan Lainnya, sedangkan guru Matematika SMP/MTs, SMA/MA,
dan SMK dipersyaratkan lulusan S1/D-IV jurusan/program studi Matematika atau
Pendidikan Matematika. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen
pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat
pendidik. Sebagai bukti bahwa persyaratan tersebut telah dipenuhi, guru harus
memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh setelah lulus uji kompetensi. Uji
kompetensi guru dalam jabatan dilakukan melalui dua cara yaitu (1) penilaian
portofolio dan (2) melalui jalur pendidikan.
1.
Sertifikasi
Guru Melalui Penilaian Portofolio
Portofolio
adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi
yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu
tertentu. Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi
selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran.
Dokumen portofolio guru berisi data dan informasi catatan pengalaman guru dalam
upaya meningkatkan profesionalitasnya dalam proses belajar mengajar.
Portofolio
merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian
terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian
portofolio mencakup:
a. kualifikasi akademik
b. pendidikan dan pelatihan
c. pengalaman mengajar
d. perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran
e. penilaian dari atasan dan pengawas
f. prestasi akademik
g. karya pengembangan profesi,
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah
i. pengalaman organisasi di bidang
kependidikan dan sosial, dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang
pendidikan.
Fungsi
portofolio dalam sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk menilai kompetensi
guru sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogik dinilai antara lain
melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman
mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan
pengawas. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen
kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, prestasi akademik, dan karya
pengembangan profesi.
Berikut
ini diuraikan persyaratan peserta dan prosedur penilaian portofolio:
a. Memiliki kualifikasi akademik minimal
sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi.
b. Guru PNS yang mengajar pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau guru yang
diperbantukan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
c. Untuk guru PNS memiliki masa kerja
sebagai guru minimal 5 tahun. Guru bukan PNS harus 5 tahun secara
berturut-turut pada sekolah atau yayasan yang sama.
d. Guru bukan PNS adalah guru tetap
yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
Portofolio
dinilai oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru yang dikoordinasikan
Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG). Unsur KSG terdiri atas LPTK,Ditjen DIKTI,
dan Ditjen PMPTK. Secara umum mekanisme pelaksanaan sertifikasi guru dalam
jabatan disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar
2.1 Alur Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
Penjelasan alur sertifikasi guru dalam
jabatan melalui penilaian portofolio sebagaimana gambar di atas sebagai
berikut.
- Guru dalam jabatan peserta sertifikasi, menyusun dokumen portofolio dengan mengacu Pedoman Penyusunan Portofolio.
- Dokumen portofolio yang telah disusun kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk diteruskan kepada Rayon LPTK Penyelenggara sertifikasi untuk dinilai.
- Rayon LPTK Penyelenggara Sertifikasi terdiri atas LPTK Induk dan LPTK Mitra.
- Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi dapat mencapai angka
- minimal kelulusan, maka dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikat pendidik.
- Apabila skor hasil penilaian portofolio telah mencapai batas kelulusan namun secara administrasi masih ada kekurangan maka peserta harus melengkapi kekurangan tersebut (melengkapi administrasi atau MA). Misalnya ijazah belum dilegalisasi, pernyataan peserta pada portofolio sudah ditandatangani tanpa dibubuhi materai, dan sebagainya.
- Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi belum mencapai angka minimal kelulusan, maka Rayon LPTK menetapkan alternatif sebagai berikut.
1) Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan
profesi pendidik untuk melengkapi kekurangan portofolio (melengkapi substansi
atau MS) bagi peserta yang memperoleh skor 841 s/d 849. Apabila dalam kurun
waktu satu bulan peserta tidak mampu melengkapi akan diikutsertakan dalam
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
2) Mengikuti PLPG yang mencakup empat
kompetensi guru dan diakhiri dengan uji kompetensi. Peserta yang lulus uji
kompetensi memperoleh Sertifikat Pendidik. Peserta diberi kesempatan ujian
ulang dua kali (untuk materi yang belum lulus). Peserta yang tidak lulus pada
ujian ulang kedua dikembalikan ke dinas pendidikan kabupaten/kota.
2.
Sertifikasi
Guru Melalui Jalur Pendidikan
Sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan dilaksanakan
melalui penilaian portofolio dan jalur pendidikan. Penetapan peserta sertifikasi
melalui penilaian portofolio berdasarkan pada urutan prioritas masakerja
sebagai guru, usia, pangkat/golongan, beban mengajar, tugas tambahan, dan
prestasi kerja. Dengan persyaratan tersebut diperlukan waktu yang cukup lama
bagi guru muda yang berprestasi untuk mengikuti sertifikasi. Oleh karena itu,
perlu dilaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan yang mampu mengakomodasi
guru-guru muda berprestasi yaitu melalui jalur pendidikan.
Sasaran program sertifikasi guru dalam jabatan melalui
jalur pendidikan adalah guru SD dan SMP yang lulus seleksi administrasi di
dinas pendidikan kota/kabupaten dan seleksi akademik yang dilakukan LPTK
bersama Ditjen Dikti. Guru-guru tersebut adalah:
1. guru SD (guru kelas)
2. guru SMP untuk bidang studi
Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Kesenian, Olah raga,
PKn, Bimbingan dan Konseling
Secara umum tujuan sertifikasi guru dalam jabatan melalui
jalur pendidikan adalah meningkatkan kompetensi peserta agar mencapai standar
kompetensi yang ditentukan. Secara khusus program ini bertujuan sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kompetensi guru dalam
bidang ilmunya.
b. Memantapkan kemampuan mengajar guru.
c. Mengembangkan kompetensi guru secara
holistik sehingga mampu bertindak secara profesional.
d. Meningkatkan kemampuan guru dalam
kegiatan penelitian dan kegiatan ilmiah lain, serta memanfaaatkan teknologi
komunikasi informasi untuk kepentingan pembelajaran dan perluasan wawasan.
Kurikulum program sertifikasi
guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan dikembangkan berdasarkan
pertimbangan kompetensi utama yang sangat diperlukan, yang belum secara mantap
dikuasai oleh guru. Rambu-rambu kurikulum program ini diprioritaskan untuk guru
kelas SD dan guru bidang studi sekolah lanjutan dan guru bimbingan konseling
(BK). Pengambilan mata kuliah didasarkan pada hasil penelusuran kemampuan awal
yang dilakukan oleh LPTK. Dimungkinkan peserta dibebaskan dari perkuliahan
tatap muka pada mata kuliah tertentu. Misalnya, seorang guru telah melakukan
penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai peneliti utama dan laporannya telah
dinilai dengan hasil baik (B), maka peserta tersebut dapat dibebaskan dari
perkuliahan PTK.
Diakhir perkuliahan, dalam
rangka sertifikasi, peneyelenggara pendidikan melaksanakan assessmen melalui
uji kompetensi. Pelaksanaan uji kompetensi meliputi ujian tulis, ujian Praktek dan Uji kompetensi
Kepribadian dan sosial.
Dalam Ujian tulis, materi uji
dipilih yang relevan dengan mata kuliah yang telah ditempuh. Ujian akhir harus
dapat memastikan bahwa peserta telah memenuhi standar kompetensi sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
serta Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru.
Ujian praktik merupakan uji
kinerja guru peserta pendidikan dalam mengelola pembelajaran di kelas. Uji
kinerja guru sekurang-kurangnya meliputi aspek (1) penyusunan RPP, (2) kegiatan
pra pembelajaran (pengecekan kesiapan kelas dan apersepsi), (3) kegiatan inti
(penguasaan materi, strategi pembelajaran, pemanfaatan media/sumber belajar,
evaluasi, dan penggunaan bahasa), dan (4) penutup (refleksi, rangkuman, dan
tindak lanjut).
Dalam Ujian Praktek, materi yang diujikan
adalah materi yang sebelumnya telah dilatihkan, yakni cara mengajarkan materi
pembelajaran atau cara konseling bagi guru BK yang dilatihkan dan diujikan
teori.
Sedangkan uji kompetensi kepribadian dan
sosial dialkukan malalui kegiatan yang terpadu pada program pendidikan.
Pembiasaan berperilaku sebagai guru yang memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi
sosial dilakukan dengan cara peserta selalu diingatkan secara lisan ataupun
tulisan yang ditempel di tempat pendidikan, bahwa mereka harus berpakaian rapi,
berperilaku santun, dan mampu bekerjasama. Selain itu, kepada peserta program
juga disampaikan bahwa mereka akan dinilai oleh teman sesama peserta program
mengenai kompetensi kepribadian dan kompetensi sosialnya.
Alur sertifikasi guru dalam jabatan melalui
jalur pendidikan disajikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1: Alur Sertifikasi Guru dalam
Jabatan melalui Jalur Pendidikan
Penjelasan alur sertifikasi guru dalam jabatan melalui
jalur pendidikan sebagai berikut.
1. Guru yang memenuhi syarat untuk mengikuti
sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan mendaftar ke Dinas
Kabupaten/Kota dengan melengkapi berkas sesuai pedoman penyelenggaraan.
2. Dinas Kabupaten/Kota melakukan seleksi
administratif kepada calon peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan, sesuai
dengan rambu rambu yang telah ada. Masing-masing Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota mengusulkan 1 (satu) orang guru SMP per bidang studi dan 2 orang
guru SD yang telah diseleksi ke Ditjen Dikti.
3. Rekap calon peserta sertifikasi melalui
jalur pendidikan beserta dokumen kelengkapannya dikirimkan ke Ditjen Dikti.
4. Ditjen Dikti memfasilitasi seleksi akdemik
yang dilakukan LPTK penyelenggara sertifikasi melalui jalur pendidikan untuk
menetapkan calon peserta program. Ditjen Dikti menetapkan alokasi peserta pada
masing-masing LPTK yang ditunjuk.
5. Peserta yang lolos seleksi akademik
mengikuti Pemetaan Kemampuan Awal untuk menentukan jumlah SKS yang wajib
diambil selama mengikuti sertifikasi guru melalui jalur pendidikan.
6. Pelaksanaan pendidikan selama 2 semester di
LPTK, peserta wajib lulus semua matakuliah selama program, sebagai syarat untuk
dapat mengikuti uji kompetensi dalam rangka memperoleh sertifikat pendidik.
7. Peserta yang lulus semua mata kuliah
diikutkan uji kompetensi. Bagi peserta yang belum lulus ujian mata kuliah
diberi kesempatan mengikuti pemantapan dan ujian ulangan sampai 2 kali.
8. Untuk peserta yang tidak lulus satu atau
lebih mata kuliah setelah ujian
9. ulangan sebanyak dua kali, maka peserta
dikembalikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pembinaan.
10. Peserta uji kompetensi yang tidak lulus diberi
kesempatan untuk mengikuti remidi di LPTK. Kesempatan remidi diberikan dua
kali. Bila peserta gagal uji kompetensi yang ke-3, maka peserta diserahkan
kembali ke Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk mendapatkan pembinaan.
F. Sertifikat Pendidik
Pemberian
sertifikat pendidik bagi peserta yang lulus sertifikasi guru dikeluarkan oleh
LPTK berpedoman pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
02/KSG-DIKTI/2007 tanggal 22 Oktober 2007 dan Nomor 02/KSG-DIKTI/2008 tanggal
28 Februari 2008.
|
TUGAS
Tugas ini dilakukan secara berkelompok
dan dibimbing oleh fasilitator. Melakukan praktek penyusunan dan perhitungan
portofolio untuk persiapan sertifikasi. Pengerjaan tugas ini memerlukan dokumen
panduan perhitungan Fortofolio dan rubric penilaian portofolio.
PENELITIAN TINDAKAN
KELAS
Disajikan pada ToT KKG MGMP
KKPS LPMP Jabar
OLEH :
Drs. Tatang Sunendar
MSi
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT
JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
LEMBAGA
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) JAWA BARAT
TAHUN 2008
PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
A. PENDAHULUAN
Di negara –
negara maju seperti : Inggris, Amerika, Australia, dan Kanada penelitian
tindakan kelas ( Classroom Action Research ) atau PTK tel;ah banyak dilakukan
oleh guru – guru, bahkan dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran yang dilakukannya.
PTK terbukti telah dapat meningkatkan kemampuan
professional guru – guru di sana.
Kemudian kegiatan PTK dijadikan sebagai agenda kegiatan utama dalam
meningkatkan kemampuan guru dan dalam program pengembangan sekolah. Melalui PTK
mereka dapat meninjau kembali proses pembelajaran yang dilakukannya, apakah
sudah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, apakah siswa terlibat aktip
dalam proses pembelajaran, tujuan pembelajaran telah tercapai? Dengan mengadakan observasi dan refleksi atas
kegiatan yang telah dilaksanakan, diharapkan dapat dijumpai kelemahan –
kelemahan yang terjadi dalam pembelajaran tersebut, untuk kemudian diadakan
perbaikan.
Sebagian besar guru – guru di Indonesia, masih awam dengan istilah dan
Pengertian PTK, walaupun sesungguhnya dengan tanpa disadari, mereka telah
melakukannya.
Melalui tulisan ini penulis ingin berbgi sedikit informasi dan pengalaman
tentang pelaksanaan PTK bagi rekan – rekan sejawat. Dengan informasi ini,
penulis yakin bahwa ada teman guru yang akan segera mencobanya karena apa yang
harus dilakukan dalam PTK ini tidak lepas dari pekerjaan keseharian sebagai
seorang guru. Guru yang bersangkutan harus mempunyai keinginan untuk
memperbaiki sendiri kelemahan dan kekurangan dalam proses pembelajaran yang
dilakukannya.
1. Pengertian PTK
Beberapa
ahli PTK masing – masing memberikan
definisi diantaranya yang dikemukakan oleh Stephen Kemmis, seperti yang dikutip D. Hopkins,
dalam bukunya yang berjudul A Teacher’s Guide the Classroom Action Research,
Bristol, PA, Open University Press, 1993, halaman 44. mengatakan bahwa action
research adalah :
….
A form of self reflective inquiri undertaken by participants in a social
(
including educational ) situation in order improve the rationality and justice
of
(a)their
own social or educational practices. (b) their understanding of these
practices,
and © the situations in which practices are carried out.
Pengertian
di atas, dapat dicermati bahwa PTK merupakan suatu bentuk kaian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan, yang ditujukan untuk memperdalam pemahaman terhadap
tindakan yang dilakuakan selama proses pembelajaran, serta untuk memperbaiki
kelemahan – kelemahan yang masih terjadi dalam proses pembelajran dan untuk
mewujudkan tujuan – tujuan dalam proses pembelajaran tersebut. Jika proses
inquiri dan perbaikan pembelajran diakuakan
secara terus – menerus, diyakini sepenuhnya bahwa kemampuan professional
guru akan terus meningkat sesuai dengan harapan banyak pihak
Mc
Ciff ( 1992 ) dalam bukunya yang
berjudul Action Research : Principles
and Practice memandang PTK sebagai bentuk penelitian refleksi yang
dilakukan guru hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan
sekolah, pengembangan keahlian mengajar dan sebagainya.
Kajian
tentang situasi social dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di
dalamnya. Seluruh prosesnya --- telaah, diagnosis perencanaan pelaksanaan,
pemantauan, dan pengaruh --- menciptakan hubungan yang diperlukan antara
evaluasi diri dan perkembvangan professional ( Elliot,1982 : 1 )
Refleksi
penelitian tindakan adalah intervensi skala kecil terhadap tindakan di dunia
nyata dan pemeriksaan cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut
(
Cohen dan Manion, 1980 : 174 ).
Penelitian
tindakan adalah suatu bentuk diri kolektif yang dilakukan oleh peserta –
pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan
praktek pendidikan dan praktek social mereka, serta pemahaman mereka terhadap
praktek - praktek itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktek – praktek tersebut ( Kemmis
dan Tagart, 1988 : 5 – 6 )
Berdasarkan
uraian di atas, kita dapat menafsirkan pengertian PTK secara lebih luas, secara
singkat PTK dapat di definisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat
reflektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau
meningkatkan praktek – praktek pembelajran di kelas, ssehingga kondisi ini,
sangat menghambat pencapaian tujuan pembelajran. Karena itu, guru dapat
melakukan penelitian tindakan kelas agar minat
siswa terhadap pembelajaran dapat ditingkatkan.
2. Karakteristik PTK
Karakteristik tindakan sebagai berikut ( Cohen dan Manion, 1980 ) :
a. Situsional, praktik, dan secara langsung
gayut ( relevan ) dengan situasi
nyata dalam
dunia kerja. Ia berkenan dengan diagnosis suatu masalah dalam kontek tertentu dan usaha untuk memecahkan
masalah tersebut.
Subjeknya
siswa di kelas, anggota staf, dan yang lain penelitiannya terlibat dengan
mereka.
b. Memberikan
kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah. Penelitian tindakan juga bersifat empiris
dalam hal bahwa ia mengandalkan observasi
nyata dan data perilaku, dan tidak lagi termasuk kajian panitia yang subyektif atau pendapat orang
berdasarkan pengalaman masa lalu.
c.
Fleksibel dan adaptif, memungkinkan adanya perubahan selama masa
percobaan dengan
mengabaikan pengontrolan karena lebih
menekankan
tanggap dan
pengujicobaan dan pembaharuan di tempat kejadian.
d. Partisipatori karena peneliti atau anggota
tim peneliti sendiri ambil bagian secara langsung atau tidak langsung dalam melaksanakan penelitiannya.
e. Self – evaluatif, yaitu modifikasi secara
kontinyu dievaluasi dalam situasi
yang ada,
tujuan akhirnya ialah untuk meningkatkan praktik dalam cara
tertentu.
f. Meskipun berusaha secara sistematis,
penelitian tindakan secara ilmiah
kurang ketat
karena kesahihhan dan luarnya lemah.
3. Tujuan PTK
Semua kegiatan penelitian tindakan memiliki dua tujuan
utama yakni untuk meningkatkan dan
melibatkan. Penelitian tindakan bertujuan untuk meningkatkan tiga hal, yaitu :
a. Peningkatan
praktek
b. Peningkatan (
atau pengembangan profesionalisme ) pemahaman praktek oleh praktisinya; dan
c. Peningkatan
situasi tempat pelaksanaan praktek ( Grundy dan Kemmis 1982 : 84 ).
4. Sifat
PTK
a. Permasalahan yang di bahas
berbasis kelas
b. Kolaboratif
c. Tidak menguji teori
d. Tidak mengeneralisasikan
e. Tidak ada populasi dan sampel
f.
Tidak kelompok eksperimen dan kontrol
g dilakukan
melalui berdasarkan siklus
6. Prinsip – prinsip PTK
a. Tidak mengganggu komitmen mengajar;
b. Tidak menuntut
waktu tertentu untuk pengamatan secara khusus;
c. Metode
pemecahan masalah real
d. Pemecahan berorientasi pada pemecahan masalah guru kesehariannya;
e. Pekerjaan guru
ialah mengajarkan perlu ada peningkatan, perubahan sesuai dengan kondisi peserta didik;
f. Masalah
penelitian didasarkan atas tanggungjawab
professional;
g. Kepedulian yang tinggi atas prosedur etika
pekerjaannya diketahui pimpinan,
disosialisasikan kepada rekan – rekan, tatakrama penelitian akademik; dan
h. Permasalahan
tidak hanya kelas, tetapi juga mencakup perspektif misi sekolah.
7. Butir Kunci PTK
a. Memperbaiki;
b. Partisipatori ( kinerja sendiri );
c. Berkembang melalui proses refleksi yagn
bersifat spiral
d. Kolaboratif;
e. Proses
pembelajaran sistematis;
f. Membangun teori secara induktif menentukan
praktek/kegiatan belajar ;
g.
Memerlukan evidensi yang dapat memeriksa gagasan dalam praktek;
h. Mendeskripsikan apa yang terjadi, melakukan analisis,
kolaborasi, dan penilaian; dan
i. Ada kemungkinan
resistensi/penolakan baik dari diri sendiri maupun orang lain yang terkena
dampak.
8. Manfaat PTK
a. Informasi pembelajaran;
b. Pengembangan
kurikulum di tingkat sekolah; dan
c.
Peningkatan Profesionalisme Guru
8.
Fungsi PTK
a. Fungsi PTK sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan kerja. Di sekolah dan ruang kelas, misalnya,
penelitian tindakan dapat memiliki lima kategori fungsi sebagai ( Cohen dan
Manion, 1980 ) :
1) Alat untuk
memecahkan masalah yang didiagnosis dalam situasi tertentu;
2) Alat pelatihan
dalam jabatan, dengan demikian membekali guru yang bersangkutan serta
keterampilan dan metode baru, mempertajam kemampuan anlisisnya, dan perubahan;
3) Alat untuk
mengenalkan pendekatan tambahan atau inovsi pada pengajran dan pembelajaran ke
dalam sistem yang ada biasanya menghambat inovasi dan perubahan;
4) Alat untuk meningkatkan komunikasi yang
biasanya kurang lancar antara guru lapangan dengan penelitian akademis, dan
memperbaiki kegagalan penelitian tradisional dalam memberikan deskripsi yang
jelas; dan
5) Alat untuk menyediakan alternative yang lebih
baik daripada pendekatan yang lebih subjektif dan impresionistik pada pemecahan
masalah di dalam kelas.
Dari lima
kategori di atas, kalau direduksi fungsi penelitian tindakan tersebut
sebenarnya sebagai alat untuk meningkatkan kualitas, dan efisiensi pelaksanaan
kegiatan pendidikan.
Selanjutnya Cohen dan Manion, 1980) menyatakan bahwa
bidang garapan penelitian tindakan meliputi :
a) Metode
mengajar;
b) Strategi belajar;
c) Prosedur evaluasi;
d) Perubahan sikap dan nilai;
e) Pengembangan
jabatan guru;
f) Pengelolaan dan pengendalian; dan
g) administrasi.
Bidang garapan penelitian tindakan lainnya yang juga
perlu mendapat perhatian
ialah
:
(1) Media pembelajaran, baik cetak maupun non
cetak, elektronik dan non elektronik
(2)
Lingkungan belajar ( setting );
(3)
Materi pembelajaran;
( 4) Kurikulum; dan
( 5) Model – model
pembelajaan.
10.Kelebihan dan Kekurangan PTK
a. Penelitian
tindakan, seperti halnya jenis pnelitian lain, memiliki kelebihan dan kekurangan. Peneliti
dapat mengurangi kekurangannya dan
memaksimalkan kelebihannya. Shumsky ( 1982 ) telah mencatat kelebihan
penelitian tindakan sebagai:
1) Kerja sama dalam penelitian tindakan menimbulkan rasa
memiliki;
2) Kerja sama dalam penelitian tindakan mendorong
kreativitas dan pemikiran kritis;
3) Kerja sama meningkatkan kemungkinan untuk berubah; dan
4) Kerja sama dalam penelitian meningkatkan kesepakatan.
b. Meskipun memiliki kelebihan – kelebihan sepeti
disebutkan di atas, penelitian tindakan memiliki beberapa kelemahan, sebagai
berikut :
1) Berkaitan
dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalamTeknik dasar penelitian
tindakan pada pihak peneliti
2) Berkenaan dengan waktu. Karena itu, penelitian
tindakan memerlukan komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya, factor
waktu ini dapat menjadi kendala yang besar. Praktisi yang ingin melakukan tugas
rutinnya dan untuk melakukan penelitian.
11. Merumuskan Masalah
a) Masalah adalah kesenjangan antara yang seharusnya
dengan kenyataan yang terjadi;
b) Masalah dapat berasal dari pengamatan terhadap
kenyataan yang terjadi di dalam proses belajar mengajar;
c) Gagasan
bahwa sesuatu mungkin dapat diperbaiki;
d)
Masalah dapat dirumuskan seyogyanya merupakan masalah yang penting menurut orang lain dan dapat memperbaiki aspek
pengajaran;
e) Masalah yang
diteliti mudah dilaksanakan.
12.
Merencanakan Tindakan
Rencana tindakan diperoleh dari hasil
pemikiran reflektif terhadap Sesuatu masalah. Pemeikiran tersebut berasal dari
pengalaman dari Seseorang yang memiliki
kepedulian terhadap praktek pengajaranny
13.
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
a.
Observasi adalah upaya mengamati dan mendokumentasikan hal – hal yang terjadi
selama tindakan berlangsung. Kemudian obsevasi hal – hal yang harus
diperhatikan ialah perencanaan bersama, focus, penentuan criteria, keterampilan
observasi, dan umpan balik. Sedangkan dalam melakukan observasi ada tiga fase,
yaitu perencanaan, observasi kelas, dan pembahasan umpan balik.
b. Pertemuan
perencanaan menentukan obsevasi (
pengamat ) dan observer ( yang diamati ). Keduanya guru, hartus
menyamakan persepsi apa yang akan diamati, criteria yang diperlukan rentang katagori terhadap munculnya waktu dan
respon siswa dalam pertanyaan guru. Secara rinci sasaran observasi sebagai
berikkut :
1)
Apakah tindakan sudah sesuai dengan rencana ?
2) Adakah tanda – tanda akan tercapai tindakan ?
3) Jika sudah ada maka pelaksanaan
tindakan dapat diteruskan sesuai dengan rencana. 14. Pemecahan
Masalah
Misalnya
model pembelajaran X melalui tindakan Y, Contoh ”Peningkatan Pemahamanan Konsep
Asam Basa Malalui Teknik Jigsaw”
15. Teknik
Pengolahan Data dan Analisis Data
a. Teknik
pengolahan dan analisis data akan
dilakukan secara kualitatif,
mengkatagorikan dan mengklarifikasikan berdasarkan analisis kaitan
logisnya kemudian ditafsirkan dalam
konteks keseluruhan permasalahan penelitian. Peneliti dalam kegiatan ini
berusaha untuk memunculkan makna dari setiap data yang diperoleh, sehingga data
tidak bersifat deskriptif akan tetapi dapat menyentuh dimensi transenden untuk
mencapai derajat tertentu, berpikir divergenyang kreatif walaupun mengandung
spekulasi dan resiko tertentu.
16
Langkah – Langkah Pengolahan Data
a. Katagorisasi dan Kodifikasi, dalam
tahap ini data yang telah terkumpul ditulis dalam kartu data, kemudian
diseleksi , dihimpun, dipilah – pilah dengan karakterisknya;
b. Display dan klasifikasi data, bahwa untuk
melihat gambaran data, keseluruhan atau bagian – bagian tertentu,
maka dilakukan klasifikasi;
c.
Membuat kesimpulan dan verifikasi sebenarnya pada penelitian ini, pengambilan kesimpulan sudah dilakukan
sejak awal tetapi terus menerus dikembangkan diverifikasikan selama penelitian
berlangsung.
17.
Tahap Validasi
a. Saturasi : mengacu pada pemeriksaan frekuensi dan
distribusi enomena ( 1958 : 663 ) serta Glasser dan saturasi mengacu pada
saturasi, yakni situasi tidak ada data tambahan yang dijumpai untuk
membuat ranah dan katagori ( 1967 : 67 ). Ketika teknik saturasi
digunakan dalam situasi penelitian kelas menunjukkan, bahwa katagori sasi yang
dihasilkan dari observasi diuji secara berulang – ulang sehingga diperoleh tingkat kebenaran atau
keyakinan yang tinggi terhadap hasil suatu tindakan;
b. Member Check ( Nasution, 1988 ), yakni
mencek kebenaran dan kesahihhan sumber data;
c. Audit trail ( Nasution, 1988 ), yaitu mencek kebenaran
hasil penelitian beserta prosedur dan metode pengumpulan data dengan cara
mendiskusikan hasil – hasil yang didapat bersama kelompok; dan
d.
Expert opinion ( Nasution, 1988 ), yaitu pengecekan terhadap yang didapatkan
penelitian kepada pakar yang professional di bidang ini.
18.Tahapan
Pelaksanaan PTK
PTK dilaksanakan dalam bentuk proses
pengkajian berdaur ( siklus ) yang
terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a. Perencanaan ( planning );
b. Tindakan ( action ) diikuti oleh pengamatan
( observation ); dan
c.
Refleksi ( refleksion ). Untuk memudahkan pemahaman kita tentang kitiga tahap
dalam prosedur PTK, secara visual dapat
dilukiskan dalam bentuk spiral PTK di bawah ini!
SIKLUS PELAKSANAAN PTK
|
||||||||||
|
||||||||||
Bagan di atas dapat
memperjelas bagaimana prosedur pelaksanaan PTK dalam upaya memecahkan permasalahan.
Untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul atau mungkin terjadi dalam
proses pembelajaran, guru harus selalu membuat perencanaan terlebih dahulu,
baru kemudian pelaksanaan tindakan sebagai implementasi perencanaan tersebut. Pelaksanaan tindakan selalu disertai dengan pengamatan, baik oleh pelaku
sendiri maupun oleh observer lain. Hal ini, observer yang dimaksud juga boleh
siswa, rekan guru, kepala sekolah, atau orang lain. Observer dilakukan sebagai
upaya pengumpulan data. Observer berperan melihat, mendengar, dan mencatat
segala yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung, baik dengan atau
tanpa menggunakan alat Bantu pengamatan. Obsever hendaknya tidak menyalahkan
tetapi bersifat mendukung, bukan menilai dan setelah diperoleh mungkin
dilakukan diskusi balikan.
Pelaksanaan diskusi
tentang data yang diperoleh dari hasil pengamatan maupun dari tes akan
diseleksi, disederhanakan, diorganisasikan secara sistematik dan rasional serta
dengan teknik tri-angulasi akan diperoleh suatu kesimpulan. Kegiatan tersebut
merupakan kegiatan refleksi. Refleksi dilakukan secara bersama –sama untuk mengetahui hal – hal mana saja yang
sudah harus dipertahankan dan hal – hal mana yang masih harus ditingkatkan atau
ditinggalkan. Jika kegiatan yang disebut refleksi ini dilakukan dengan benar
telah melibatkan semua yang terkait, maka kegiatan pembelajran atau pelaksanaan
tindakan kelas akan selalu bermuara pada hasil suatu tindakan yaitu penyusunan
perencanaan dan tindakan perbaikan berikutnya.
Pengkajian seperti membuat
perencanaan pembelajaran yang berorientasi pada suatu tujuan melaksanakan
perencanaan tersebut yang disertai pengamatan guna memperoleh data tentang
pelaksanaan pembelajaran, baik tentang kelebihan maupun kelemahannya. Hasilnya
dianalisis, dan dikaji secara bersama – sama guna pelaksanaan penyusunan
perencanaan tindakan perbaikan inilah yang disebut dengan satu siklus dalam
PTK.
19. Perbedaan Antara PTK dan Non PTK
Non PTK
|
PTK
|
-
Dilakukan
oleh pihak luar;
-
Ketata
terhadap syarat – syarat formal, seperti ukuran sample, popuilasi harus
representative;
-
Instrumen
dikembangkan hingga valid dan reliable;
-
Menggunakan
analisis statistik yang lebih rumit;
-
Mensyaratkan
hipotesis penelitian;
-
Tidak
langsung memperbaiki
praktek
proses pembelajaran;
-
Diarahkan pada generelisasi.
|
-
Dilakukan
oleh guru;
-
Fleksibel
terhadap ukuran sample dan populasi
-
Tidak
dituntut pengembangan
Instrument;
-
Tidak
menggunakan analisis
Statistic yang rumit;
-
Tidak
menggunakan hipotesis
penelitian
kecuali hipotesis
tindakan
dapat memperbaiki proses/praktek;
-
Pembelajaran
secara langsung
Doiperbaiki;
-
Tidak
diarahkan kepada genereli
Sasi.
|
20.
Langkah Praktis Pelaksanaan PTK
Tugas keseharian guru sesungguhnya telah
mencerminkan PTK. Bagaimana PTK
dilakukan ? berikut dijelaskan tahap – tahap pelaksanaan PTK, yaitu : a.
Merasakan adanya Masalah Untuk dapat merasakan adanya masalah terdapat beberapa tahap yang
harus kita lakukan, seperti :
1) Merasakan
ketidak puasan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan;
2) Berpikir
balik untuk melihat sisi lemah pembelajarn;
dan
3) Ada
kemauan untuk memecahkannya.
Berikut contoh masalah yang biasanya ada di
lapangan, seperti :
( 1 ) Rendahnya
hasil belajar siswa
( 2 ) Rendahnya motivasi belajar
siswa;
( 3 ) PBM terkesan membosankan;
( 4 ) Kurangnya keberanian siswa
dalam mengemukakan pendapat; dan
(
5 ) Kurangnya keberanian siswa untuk bertanya.
b. Identifikasi Masalah
Upaya mengidentifikasi masalah
hendaknya ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1)
Tanya
kepada diri tentang PBM yang telah dilakukan
dan
2)
Daftar
masalah – masalah yang dirasakan atau diaalami. Masalah dapat datang dari guru,
siswa, metode, dan bahkan pembelajaran.
c.Analisis Masalah
Pemilihan topik masalah, antara lain :
1)Pilih
masalah yang paling mendesak bagi guru dan siswa;
2)Pilih
masalah yang dapat diselesaikan guru; dan
3)Pilih
masalah yang skalanya kecil dan terbatas.
d. Perumusan
Masalah Penelitian
Rumusan
masalah, hendaknya ditulis dengan jelas, singkat opoerasional, rumusan masalah
boleh dalam bentuk kalimat Tanya ataupun dalam bentuk pernyataan
e.Tindakan sebagai Alternatif
Cara Pemecahan Masalah
Upaya mencari alternative tindakan sebagi upaya pemecahan masalah
hendaknya pilih alternative tindakan yang diduga benar – benar dapat memecahkan
masalah dan memiliki landasan teori yang mantap. Alternatif tindakan susun
dalam bentuk perencanaan atau persiapan pembelajaran.
f.Perencanaan Observasi
Sepakati bersama yang menjadi focus
observasi, meliputi aspek – aspek yang diamatinya, siapa pelaku ( obsevernya ),
metode observasi midalnya tape recorder, field note, buku harian, atau
lainnya.
g.Pelaksanaan Tindakan
Laksanakan tindakan yang telah direncanakan dalam bentuk
pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Pelaksanaan tindakan ( pembelajaran )
diikuti oleh pelaksanaan observasi dengan semua hal yang telah disepakati
sebelumnya. Perlu diperhatikan dalam melaksanakan observasi hendaknya tidak
bersifat menilai tetapi usahakan bersifat mendukung, tetapi merekam dan mencatat
semuayang terjadi dalam pembelajaran, terutama hal – hal yang telah disepakati
bersama dalam rangka pengumpulan data.
h.Analisis dan Refleksi
Data
yang telah terkumpul diolah, disederhanakan dalam bentuk table, grafik, bagan,
atau lainnya. Analisislah data tersebut dan diskusikan, kaji ulang bersama –
sama tentang kelebihan dan kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran
yang terekam dalam data tersebut, lalu deskripsikan. Akan lebih baik kalau
deskripsi dalam bentuk laporan setiap siklus pembelajran.
i.Perencanaan Tindak Ulang
Hasil kegiatan kaji ulang dan refleksi, gunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk penyusunan perencanaan tindakan berikutnya yang dikemas
dalam bentuk perencanaan / scenario pembelajaran berikutnya. Kelebihan –
kelebihan yang sudah muncul pertahankan, sebaliknya kelemahan – kelemahan yang
masih terjadi carilah alternative tindakan lain yang paling mungkin dapat
dilakukan dan dapat mengatasi kelemahan – kelemahan tadi.
J.
Pelaksanaan Tindakan Berikutnya
Lakukan tindakan berikutnya me;lalui
pelaksanaan proses pembelajaran yang telah direncanakan seelumnya, demikian
pula dengan pelaksanaan observasi yang selalu menyertai setiap pelaksanaan
tindakan.
Demikian pula seterusnya, misalnya kumpulkan data, oleh data,
sederhanakan data, analisis, dan refleksikan secara menyusun persiapan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang diikuti pelaksanaan
observasi, mengolah data, menyederhanakan data, menganalisis dan mengkaji ulang
atau refleksikan secara bersama – sama, dilanjutkan dengan penyusunan persiapan
pembelajaran berikutnya. Maka kegiatan yang dialkukan secara berkelanjutan
seperti ini sudah dikatakan bahwa yang bersangkutan telah melakukan penelitian
tindakan kelas.
21.
Proposal PTK
Judul
Laar
Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Pemecahan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka teori
Hipotesis tindakan
Rencana Penelitian
Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian
Faktor – Factor yang Diteliti
Rencana Tindakan
Tahap Observasi dan Evaluasi
Tahap Analisis dan Refleksi
Data dan Cara Pengumpulan Data
Indikator Kinerja
Tim Peneliti
Langkah Kegiatan (
Prosedur Penelitian )
Jadwal Penelitian
Rencana Anggaran
(bila diperlukan )
Daftar Pustaka
Lampiran – lampiran
Dengan gambaran secara umum tentang PTK di atas,
diharapkan pelaksanaan PTK tidak akan menjadi beban bagi guru, melainkan
sebaliknya, ia akan menjadi media yang baik untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran yang akan bermuara pada peningkatan kualitas hasil belajar siswa,
lebih jauh diharapkan dapat menjadi media untuk peningkatan profesionalisme
yang akan bermuara kepada kesejahteraan guru.
22. Draf Laporan
Setelah
menyimak tentan langkah – langkah praktis, dijelaskan di atas.
Maka
penyusun yakin Bapak/Ibu guru
sedikitnya mengatakan bahwa sebetulnya saya telah melaksanakan seperti yang
telah dipaparkan di atas. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Bapak/Ibu telah
melaksanakan PTK.
Untuk mendapat
pengakuan dan pengharagaan terhadap apa yang telah Bapa/Ibu lakukan, lebih jauh
agar diakui sebagai bentuk karta tulis yang kelak diakui sebagai salah satu
syarat kenaikan pangkat, buatlah laporannya dan seminarkan dalam rangka
penyebar luasan serta untuk mendapat nilai kumulatif yang lebih tinggi.
Berikut
format laporan PTK yang telah diakui sebagai bentuk karya tulis di lingkungan
Dinas Pendidikan.
Bagian Pembuka
Halaman Judul
Lembar
Pengesahan
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar table,
gambar, grafik, bagan, ( bila ada )
Daftar
lampiran ( bila ada )
Bagian Isi
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Masalah
Permasalahan
Tindakan yang
Dilakukan
Hipotesis Tindakan
Tujuan dan Manfaat
Penelitian
Lingkup Penelitian
( penjelasan Istilah )
Bab II Kajian
Teori
Bab III Metodelogi
Penelitian
Setting dan karakteristik Penelitian
Prosedur
Penelitian
Gambaran
Umum Penelitian
Rincian
Prosedur Penelitian
Persiapan
Tindakan
Implementasi
Tindakan
Observasi
dan Evaluasi
Analisis
dan Refleksi
Bab IV Data Hasil dan Pembahasan
Bab V Kesimpulan
dan Saran
Simpulan
Saran – Saran
Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran
Curriculum vite Peneliti.
24. FORMAT PENGAMATAN PENGELOLAAN
BELAJAR MENGAJAR
Berikut ini diberikan daftar identitas (1), dafta aspek yang diamati
dalam pengelolaan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di dalam
kelas atau Laboratorium (II), dan kesan pengamat terhadap penampilan serta kemampuan guru dalam mengelola proses
belajar mengajar (III), Rincian mengenai penampilan dan kemampuan.
Pengamat
diharapkan :
- Mengisi daftar identitas KBM yang diamati;
- Mengisi aspek yang diamati dan mencatat hal – hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati
- Memahami rincian mengenai penampilan dan kemampuan guru;
- Memberikan kesannya terhadap penampilan/ kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar; dan
- Menuliskan hal – hal yang penting dan relevan dalam catatan khusus pengamat.
I.
IDENTITAS
KBM YANG DIAMATI
1.
Nama Sekolah :
2.
Alamat Sekolah :
3.
Nama Guru :
4.
Mata Pelajaran :
5.
Materi/Bahan Pembelajaran :
6.
Siklus :
7.
Kelas/Semester :
8.
Hari/Tanggal :
9.Waktu/Pertemuan :
II.
IDENTITAS PENGAMAT :
1.
……………………………..
2.
……………………………..
3.
……………..........................
III.
ASPEK YANG DIAMATI
Petunjuk
Pengisian :
Berilah
tanda V pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati, dan catatlah hal –
hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati dalam kolom
keterangan.
No.
|
Aspek yang
diamati
|
ya
|
tidak
|
Keterangan/Penjelasan
singkat
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
A. Pendahuluan
Apakah guru mengabsen, memotivasi/membangkitkan minat siswa belajar.
Apersepsi
Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
Telah menyiapkan alat bahan atau media pembelajaran
Mengemukakan alur kegiatan yang akan dilakukan siswa
|
|
|
|
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
|
B. Kegiatan Pokok
Apakah guru menggunakan alat, bahan atau media pembelajaran?
Sesuaikah media dengan materi?
Memotivasi siswa untuk bertanya?
Berperan sebagai fasilitator?
Mengaktifkan diskusi?
Meminta siswa mengkomunikasikan hasil kerja pengamatan/percobaan buah
pikiran
Membimbing siswa mesimpulkan siswa hasil pengamatan/percobaan/belajar
(diskusi )
Memantau kesulitan/kemajuan belajar siswa?
Segera memberikan kegiatan perbaikan/pengayaan?
( secara
individual )
|
|
|
|
15.
16.
17.
|
C. Penutup
Apakah
siswa membuat rangkuman
Siswa
memberi contoh-contoh
Memberi
tugas ( PR )
|
|
|
|
IV.
PENAMPILAN
KEMAMPUAN
Sebelum mengisikan kesan Anda terhadap penampilan dan
kemampuan guru, pahamilah dulu rincian mengenai penampilan – penampilannya di
bawah ini :
A.
Penampilan
guru :
1.
ceria
2.
antusias
3.
kerapian
4.
kebersihan
5.
………….
B.
Penggunaan
papan tulis :
1.
Tulisan jelas dan dapat dibaca sampai dibelakang
2.
Dipisahkan tempat untuk menulis hal – hal yang segera
dihapus dan hal – hal tidak dihapus sampai akhir pelajaran
3.
Istilah – istilah baru ditulis di papan tulis.
C.
Pengelolaan
waktu :
1.
Menggunakan
waktu secara efektif dan efisien
2.
Menggunakan sebagian waktu untuk menciptakan situasi
siswa belajar
D.
Pengelolaan
kelas :
1.
Menenangkan
kelas sebelum memulai pelajaran
2.
Mengatur
pengelompokan siswa
3.
…………………………………………………..
E.
Teknik
bertanya :
1.
Menyebarkan
peretanyaan kepada siswa
2.
Memperhatikan
waktu tunggu
3.
Menghindari
jawaban serentak
4.
Pertanyaan
terbuka dan tertutup seimbang
5.
Menanggapi
jawaban siswa dengan baik dan penuh perhatian
6.
Mengajukan
pertanyaan kreatif
7.
Tidak
sering mengulangi jawaban siswa
8.
Tidak
sering mengulangi pertanyaan yang sama
F.
Penerapan
pembelajaran kooperatif :
1.
Membagi
siswa dalam kelompok – kelompok
2.
Meminta siswa bersama – sama memecahkan masalah untuk
mencapai tujuan pembelajran
3.
Memberikan uji awal dan uji akhir termasuk pemberian skor
perorangan dan skor kelompok
4.
Menetapkan
scapffolding dalam membimbing siswa
5.
Mempersiapkan
lingkungan sistuasi belajar yang kondusif.
25. Pedoman
Observasi Siswa
Mata pelajaran :
………………………………………….
Guru yang mengajarkan :
………………………………………….
Topik yang diajarkan :
………………………………………….
Waktu :
………………………………………….
No.
|
Ciri prilaku siswa dalam melaksanakan kegiatan belajarnya
|
Ada/ya
|
Tidak
ada
|
Komentar
|
1.
|
Mencari
dan memberikan informasi
|
|
|
|
2.
|
Bertanya kepada guru atau siswa lain
|
|
|
|
3.
|
Mengajukan pendapat atau komentar kepada guru atau kepada siswa
|
|
|
|
4.
|
Diskusi
atau memecahkan masalah
|
|
|
|
5.
|
Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
|
|
|
|
6.
|
Memanfaatkan
sumber belajar yang ada
|
|
|
|
7.
|
Menilai
dan memperbaiki pekerjaannya
|
|
|
|
8.
|
Membuat
simpulan sendiri tentang pembelajaran yang diterimanya
|
|
|
|
9.
|
Dapat
menjawab pertanyaan guru dengan tepat saat berlangsung KBM
|
|
|
|
10.
|
Memberikan
contoh dengan benar
|
|
|
|
11.
|
Dapat
memecahkan masalah dengan tepat
|
|
|
|
12
|
Ada usaha dan motivasi untuk mempelajari bahan pelajaran atau stimulus
yang diberikan oleh guru
|
|
|
|
13.
|
Dapat
bekerja sama dan berhubungan dengan siswa lain
|
|
|
|
14.
|
Menyenangkan
dalam KBM
|
|
|
|
15.
|
Dapat
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru pada akhir pelajaran
|
|
|
|
Keterangan : No. 1 samapai dengan no. 8 ialah cirri proses sedangkan no. 9 sampai
Dengan no.
15 ialah cirri hasil belajar.
Bandung,
………………..
Penyaji,
Pengamat,
- ………………..
- ………………..
- ……………….. ……………………….
26.FORMAT
PENGAMATAN KEGIATAN BALAJAR MENGAJAR
Mata
Pelajaran : ……………………………….
Satuan
Pendidikan : ……………………………….
Kelas/Semester : ……………………………….
Waktu : ……………………………….
Butir
Pembelajaran : ……………………………….
BAGIAN
|
PENGAMATAN
|
APAKAH
GURU MELAKSANAKANYA
|
KOMENTAR
|
|
YA
|
TIDAK
|
|||
PERSIAPAN
|
1.
Skenario
pembelajaran/perencanaan pembelajaran
2.
Penyiapan
alat/media pembelajaran
3.
Penampilan
penyaji
|
|
|
|
PENYAJIAN
|
PENDAHULUAN
4. Pemeriksaan kehadiran
siswa
5. Pelaksanaan apersepsi
6. Pengungkapan tujuan
pembeajaran
7.
Pemberian motivasi pem-
belajaran yang menarik
berkaitan dengan tujuan
pembelajaran
8.
Penjelasan alur pelaksa-
naan pembelajaran
( pengelompokan dsb. )
POKOK
9.
Penerapan strategi pem-
belajaran tertentu
10.
Pemanduan sajian
materi pembelajaran
( keterpaduan bahan )
11.
Penggunaan alat/media
pembelajaran
12.
Penerapan teknik
bertanya
113.
Pemberian penglaman
berbahasa kepada siswa
14.
Pembahasan hasil kerja
Melibatkan keaktifan
Siswa
15.
Pemberian bimbingan
siswa
16.
Penggunaan bahasa
penyaji
|
|
|
|
|
PENUTUP
17.
Penggunaan sistem
penilaian ( tetulis/lisan )
18.
Pemberian tindak lanjut
(perbaikan/pengayaan
19.
Pemahaman wawasan
siswa ( Tugas ke Perpus-
takaan dsb. )
|
|
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
|
Simpulan : …………………………………………………
………………………………………………….
Saran –
saran : …………………………………………………..
…………………………………………………..
Pengamat, Penyaji,
- ……………………………….
- …………………………….....
- ……………………………….. ……………………….
NIP.
G.Daftar
Pustaka
Suhardjono, Azis Hoesein,
dkk. (1996). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan
Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta : Depdikbud, Dikdasmen.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi
(2006) Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara
---------, Kepmenpan no 84 tahun 1993 tentang petunjuk teknis jabatan pungsonal
guru dan angka kreditnya, Jakarta, MeenPAN
----------, PermenDiknas No 18 tahun 2007
tentang sertifikasi guru, Jakarta
|
IDENTIFIKASI MASALAH PTK
I. IDENTIFIKASI MASALAH
PENELITIAN TINDAKAN
KELAS
1.
Kemukakanlah
masalah – masalah atau kendala - kendala yang Anda hadapi ketika melaksanakan
kegiatan belajar – mengajar mata pelajaran yang diberikan kepada siswa dengan
menggunakan strategi pengajaran dan pembelajaran kontekstual!
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.
Pilihlah
salah satu masalah yang menuntut Anda mendesak !
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
3.
Berikan alasan mengapa masalah tersebut penting untuk
segera dica –
rikan
pemecahannya!
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
4.
Analisislah factor – factor penyebab munculnya masalah
yang Anda
rumuskan
tersebut!
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
5.
Dapatkanlah
satu alternative pemecahan masalah untuk memecahkan
masalah
urgfen yang Anda hadapi tersebut!
Alternatif pemecahan masalah itu harusa bertolak dari
hasil analisis dan didasarkan pada teori tertentu
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
II. PENULISAN PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
- Tulislah judul PTK yang Anda usulkan
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah judul PTK Anda telah mencantumkan hal – hal
berikut
ð Tujuan
ð Cara
menyelesaikan masalah
ð Tempat
penelitian dilaksanankan
- Deskripsi masalah yang Anda hadapi
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah
maslah yang Anda deskripsikan telah memuat hal – hal sebagai berikut?
ð Apakah
deskripsi maslah telah disesuaikan dengan kondisi nyata tentang kendala – kendala
yang Anda hadapai sewaktu melaksanakan KBM dengan menerapkan strategi
pengajaran dan pembelajaran kontekstual?
ð Apakah
deskripsi masalah telah memuat identifikasi satu masalah yang mendesak untuk
segera dilaksanakan?
ð Apakah
deskripsi masalah telah memuat tentang hasil analisis masalah?
ð Apakah
deskripsi maslah telah memuat tentang refleksi awal?
ð Bagaimana
perumusan masalah?
- Deskripsikan tentang cara pemecahan maslah yang Anda ajukan!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah
pemecahan masalah yang Anda ajukan memenuhi rambu – rambu berikut?
ð Apakah ada alternative pemecahan masalah?
ð Apakah
alternative pemecahan masalah itu didasarkan teori tertentu?
ð Apakah alternative pemecahan masalah itu bertolak dari hasil analisis?
- Rumuskan hasil yang diharapkan dari penelitian Anda!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah rumusan hasil yang diharapkan dalam
penelitian Anda telah memuat hal – hal
sebagai berikut :
ð Apakah rumusan hasil yang diharapkan telah mengemukakan hasil yang
diharapkan bagi siswa?
ð Apakah rumusan hasil yang diharpkan telah mengemukakan hasil yang
diharapkan bagi praktisi?
ð
- Kemukakanlah prosedur tindakan yang akan Anda lakukan dalam PTK ini!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah dalam deskripsi
tentang prosedur tindakan telah Anda kemukakan
Hal – hala
sebagai berikut :
ð Apakah ada
deskripsi tentang setting dan karakteristik
subjek?
ð Apakah ada
variable/factor yang diselidiki?
ð Apakah ada
rtencana tindakan yang mencakup misalnya scenario pembelajaran, implementasi
tindakan, observasi, dan evaluasi, analisis, dan refleksi?
- Tulislah lokasi penelitian Anda!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
- Tulislah personil tim peneliti Anda!
Ketua Tim Peneliti
Nama lengkap :
………………………………………………
Jenis kelamin :
………………………………………………
NIP :
………………………………………………
Pangkat/Gol. :
………………………………………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar