Minggu, 13 Mei 2012

ls




LESSON STUDY



Disajikan pada Training of Trainers (ToT)
Fasilitator KKG/MGMP Tahun 2008
Di LPMP Jawa Barat








 




                                                                         






Oleh:

Ade Sunawan
Ai Rosilah









Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
Dan Tenaga Kependidikan
2008












Lesson



Study


Apa, Mengapa, dan Bagaimana?
 










A.   Tujuan
Setelah mempelajari materi pada kegiatan belajar 3 ini, pembaca  diharapkan dapat mengenal  dan memahami esensi dari Lesson Study, manfaat, dan cara pengimplementasiannya dalam meningkatkan mutu pendidikan.

B.   Pendahuluan
Pemerintah selalu berusaha melakukan usaha peningkatan mutu guru melalui pelatihan dan tidak sedikit dana yang dialokasikan untuk kegiatan tersebut. Sayangnya usaha dari pemerintah tersebut kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru. Minimal ada dua hal yang menyebabkan pelatihan guru belum berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan. Pertama, pelatihan seringkali tidak berbasis pada masalah nyata yang timbul di dalam kelas. Materi pelatihan yang sama disampaikan kepada semua guru tanpa mengenal daerah asal. Padahal kondisi sekolah di suatu daerah belum tentu sama dengan daerah lainnya. Kadang – kadang pelatih menggunakan sumber dari literatur asing tanpa melakukan ujicoba terlebih dahulu untuk kondisi di Indonesia. Kedua, hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja, tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas atau kalaupun diterapkan hanya diterapkan sekali saja, dua kali dan selanjutnya kemabli “seperti dulu lagi, back to basic”. Hal ini disebabkan tidak ada kegiatan monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau kepala sekolah tidak pernah menanyakan hasil pelatihan. Selain itu kepala sekolah tidak memfasilitasi forum sharing pengalaman diantara guru – guru.

Untuk mengatasi pengalaman pelatihan konvensional yang kurang menekankan pada pasca pelatihan maka modul ini menawarkan model in service training yang lebih berfokus pada upaya pemberdayaan guru sesuai dengan kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing – masing. Model tersebut adalah Lesson Study (LS) yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip – prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Dengan demikian, LS bukan suatu metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan LS dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.

C.   Langkah – langkah Melakukan LS
LS dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See ( merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain LS merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement). Skema kegiatan LS diperlihatkan pada gambar berikut:



 











Gambar 1. Skema Kegiatan Lesson Study



Langkah Pertama
 


   


Peningkatan mutu pendidik melalui LS dimulai dari tahap perencanaan (plan) yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada siswa, dengan maksud agar siswa berpartisispasi katif dalam kegiatan pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian akan tetapi dikerjakan bersama oleh beberapa orang guru atau guru – guru dapat berkolaborasi dengan dosen suatu LPTK dan Widyaiswara LPMP untuk lebih memperkaya ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang study yang terjait dengan cara menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga berupa tentang hal pedagogi yaitu mengenai metode pembelajaran yang tepat agar tercipta proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Selain itu permasalah juga dapat berupa langkah mensiasati menanggulangi permasalahan fasilitas pembelajaran.

Selanjutnya guru secara bersama – sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi yang dituangkan dalam rancangan pembelajaran (lesson plan) dan teaching material berupa media pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metode evaluasi. Kegiatan perencanaan memerlukan beberapak kali pertemuan (2 – 3 kali) agar lebih mantap. Pertemuan – pertemuan yang sering dilakukan dalam bentu workshop antara guru – guru dan dosen (widyaiswara) dalam rangkan perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara guru dengan guru, dosen (widyaiswara) dengan guru, dosen (widyaiswara) dengan dosen (widyaiswara), sehingga dosen (widyaiswara) tidak merasa lebih tinggi atau guru tidak merasa lebih rendah. Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga melalui kegiatan – kegiatan pertemuan dalam rangkan LS ini terbentuk mutual learning (saling belajar).









 





Langkah kedua dalam LS adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah yang akan menjadi tuan rumah. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas pembelajaran yang telah dirancang. Guru – guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak selaku pengamat (observer) pembelajaran. Para dosen (widyaiswara) juga melakukan pengamatan dalam pembelajaran tersebut. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan memandu kegiatan.

Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefing kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran tetapi mengamati efektivitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa – siswa, siswa – bahan ajar, dan siswa – lingkungan yang terkait dengan empat kompetensi guru sesuai denga UU no 14 tentang Guru dan Dosen.

Sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru model dapat memberikan gambaran secara umum tentang hal yang akan terjadi di dalam kelas yakni meliputi informasi tentang rencana pembelajaran, tujuan pembelajaran, konsep prasyarat yang terkait, kedudukan materi ajar dalam kurikulum yang berlaku, dan kemungkinan respon siswa yang diharapkan. Selain itu observer juga perlu diberikan informasi tentang lembar kerja siswa dan peta posisi tempat duduk yang menggambarkan setting kelas yang digunakan. Akan lebih baik jika peta posisi tempat duduk tersebut dilengkapi dengan nama – nama siswa secara lengkap. Dengan memiliki gambaran yang lengkap tentang pembelajaran yang akan dilakukan, maka observer dapat menetapkan hal yang akan dilakukannya di dalam kelas selama proses pengamatan berlangsung.

Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para pengamat sebelum pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas siswa teramati dengan baik.

Selama pengamatan berlangsung, para pengamat tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat dan tidak mengganggu aktifitas dan konsentrasi siswa. Para pengamat boleh melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas di samping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru.




 




Langkah ketiga dalam kegiatan LS adalah refleksi (see). Setelah selesai pembelajaran, langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh Kepala Sekolah (fasilitator) atau personal yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan – kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt  dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajaran. Sebaiknya, guru harus dapat menerima masukkan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya. Langkah – langkah kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan refleksi adalah sebagai berikut:

1.     fasilitator memperkenalkan peserta refleksi yang ada di ruangan sambil menyebutkan bidang – bidang keahliannya;
2.    fasilitator menyampaikan agenda kegiatan refleksi yang akan dilakukan (sekitar 2 menit). Fasilitator menjelaskan aturan main tentang tata cara memberikan komentar atau mengajukan umpan balik. Aturan tersebut meliputi 3 hal berikut: (1) selama diskusi berlangsung hanya satu orang yang bicara (tidak ada yang berbicara secara bersamaan), (2) setiap peserta diskusi memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara, (3) pada saat mengajukan pendapat, observer harus megajukan bukti – bukti hasil pengamatan sebagai dasar dari pendapat yang diajukan (tidak berbicara berdasarkan opini;
3.    fokus observasi yang diungkap adalah, (1) kapan siswa mulai belajar, (2) kapan siswa mulai bosan belajar, (3) apa yang didapat dari pembelajaran tadi?

D.  Dari Mana Lesson Study Berasal?
LS sudah berkembang di Jepang sejak tahun 1900 an. Melalui kegiatan LS guru – guru di Jepang mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk memotivasi siswa – siswanya aktif belajar mandiri.

LS merupakan terjemahan langsung dari bahasa jepang Jugyeknkyu, yang berasal dari kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti study atau penelitian atau pengkajian terhadap pembelajaran. LS dapat diselenggarakan oleh kelompok guru – guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh kelompok guru sebidang, semacam MGMP di Indoensia. Kelompok guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk melaksanakan LS.

LS yang sangat populer di Jepang adalah LS yang diselenggarakan oleh suatu sekolah dan dikenal dengan konaikenshu yang berkembang sejak awal tahun 1960-an. Konaikenshu juga terbentuk dari dua kata yaitu konai yang berarti di sekolah dan kenshu yang berarti pelatihan. Jadi istilah konaikenshu berari school – based in – service training atau in – service education within the school atau in –house worshop.

Pada tahun 1970 – an pemerintah Jepang merasakan manfaat dari konaikenshu dan sejak itu pemerintah Jepang mendorong sekolah – sekolah untuk melaksanakannya. Bukti dorongan pemerintah Jepang adalah dengan menyediakan dukungan biaya dan insentif bagi sekolah yang melaksanakan program ini. Kebanyakan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Jepang melaksanakan Konaikenshu. Walaupun pemerintah Jepang telah menyediakan dukungan biaya, namun kebanyakan sekolah melaksanakan konaikenshu secara sukarela, karena sekolah merasakan manfaatnya.

Alasan mengapa LS menjadi populer di Jepang karena LS sangan membantu guru – guru dalam meningkatkan keterampilan belajar mengajar mereka. Selain itu program ini juga telah meningkatkan keseriusan, intensitas, dan tanggung jawab guru selaku profesional. Hal itu kemudian meningkatkan mutu sekolah.

E.   Siapa yang Melakukan Lesson Study
LS adalah suatu kegiatan kolaborasi dengan inisiatif pelaksanaan idealnya datang dari Kepala sekolah bersama guru. Siapa yang melakukan kegiatan tersebut sangat bergantung pada tipe LS yang dikembangkan. Jika LS yang dikembangkan berbasis sekolah, maka orang – orang yang melakukannya adalah semua guru dari berbagai bidang study di sekolah tersebut bersama dengan Kepala sekolah. LS dengan tipe seperti ini dikembangkan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa menyangkut semua bidang study yang diajarkan. Karena kegiatan LS meliputi, perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi, maka guru harus terlibat aktif dalam ketiga kegiatan tersebut. Dalam setiap langkah dari kegiatan LS, guru memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi masalah pembelajaran, mengkaji pengalaman belajar yang biasa dilakukan, memilih alternatif model pembelajaran yang akan digunakan, merancang rencana pembelajaran, mengkaji kelebihan dan kekurangan alternatif model pembelajaran yang akan dipilih, melaksanakan pembelajaran, melakukan observasi proses pembelajaran, mengidentifikasi hal – hal penting yang terjadi dalam aktivitas belajar siswa di kelas, melaksanakan refleksi bersama – sama atas hasil observasi kelas, serta mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk kepentingan peningkatan kualitas pelaksanaan dan hasil pembelajaran lainnya. Walaupun LS seperti ini secara umum hanya melibatkan warga sekolah yang bersangkutan, dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk melibatkan pihak luar, misalnya dosen dan widyaiswara.

LS juga bisa dilaksanakan dengan berbasis MGMP (bidang studi). Sebagai contoh, sekelompok guru matematika di suatu wilayah bersepakat untuk melakukan LS guna meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar matematika di wilayah tersebut. Karena kelompok guru matematika tersebut berasal dari beberapa sekolah, maka pelaksanaannya dapat dilakukan secara bergiliran dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Langkah – langkah kegiatan yang dilakukan dalam LS tipe ini pada dasarnya sama seperti tipe LS yang disebutkan sebelumnya. Perbedaannya hanya pada angota komunitas yang datang dari beberapa sekolah dengan spesialisasi yang sama. Dengan demikian, LS tipe ini anggota komunitasnya bisa mencakup satu wilayah (misalnya satu wilayah MGMP), satu kabupaten, atau lebih luas lagi.

Jika kita perhatikan secara seksama, kedua tipe LS di atas pada dasarnya melibatkan sekelompok orang yang melakukan perencanaan, implementasi, dan refleksi pasca pembelajaran sehingga membentuk suatu komunitas belajar yang secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan – terobosan  baru dalam menciptakan pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang terlibat sangat potensial untuk mampu melakukan self – development sehingga memiliki kemandirian untuk berkembang bersama – sama dengan anggota komunitas belajar lainnya.


F.   Bagaimana Tindak Lanjut dari Kegiatan Lesson Study?
Kegiatan LS pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten melakukan continus improvement baik pada level individu, kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibentuk pada LS dapat dijadikan modal peningkatan kualitas kinerja pihak – pihak yang terlibat. Sebagai contoh seorang guru yang terlibat dalam observasi LS, berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan dengan model pembelajaran yang dikembangkan.

LS memiliki dampak cukup luas bagi munculnya ide – ide pengembangan pendidikan yang inovatif. Dengan demikian jika LS yang dilakukan benar – benar dipersiapkan dengan baik sehingga setiap guru merasa memperoleh pengetahuan yang sangat berharga, maka baik disadari ataupun tidak, tindak lanjut dari kegiatan tersebut akan terjadi dengan sendirinya baik itu berlangsung pada tataran individu, kelompok, atau sistem tertentu.




 



1.     Apa yang melatarbelakangi dilaksanakan program Lesson Study di Indonesia?
2.    Apa yang dimaksud dengan Lesson Study?
3.    Bagaimanakah tahapan – tahapan dalam pelaksanaan Lesson study?
4.    Ceritakan kegiatan – kegiatan yang harus dilakukan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi Lesson Study?
5.    Menurut pendapat Anda dapatkah inovasi Lesson Study diterapkan dalam peningkatan profesionalisme guru? Kenapa?
















Daftar Pustaka

Disarikan dari buku Lesson Study (Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesaionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP – JICA)) diterbitkan oleh UPI PRESS, 2006.

Daftar pustaka yang tercantum dalam buku tersebut adalah sebagai berikut:

Baba, T. and Kojima, M. (2003). Lesson Study, In Japan International Cooperation Agency (Ed.) Japanese Educational Experiences. Tokyo: Japan International Cooperation Agency.

Fernandez, C., and Yoshida, M. (2004). Lesson Study: A Japanese Approach to Improving Mathematics Teaching and learning. New Jersey: Lawrence Erlbuaum Associates Publishers.

Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.

Lewis, C, Perry, R., and Hurd, J. (2004). A Deeper Look at Lesson Study. Educational Leadership.

Stevenson, H. W., and Stigler, J. W.. (1999). The Learning gap. New York: Touchstone.

Nonaka (2005). Knowledge Creation. Makalah Presentasi pada Seminar Nasional yang Diselenggarakan Universitas Indonesia.

Stigler, J. W., and Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the World’s Teachers for Improving Education in The Classroom. New York: The Free Press.

Saito, E., Harun, I., Kuboki, I., and Tachibana, H. 92006). Indonesian Lesson Study in Practice: Case Study of Indonesian Mathematics and Sciemce teacher Education Project. Journal of In – Service Education. 32 (2): 171 – 184.

Saito, E., Sumar, H., Harun, I., Ibrohim, Kuboki, I., and Tachibana, H. (2006). Development of School – Based In – Service Training Under an Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving School. 9 (1): 47 – 59.








PENGENALAN PAKEM

PENDAHULUAN

Dalam menghadapi tantangan dan persaingan di masa era global diperlukan sumber daya manusia yang kreatif, mandiri, inovatif dan demokratis. Pendidikan  memiliki peran dan fungsi  untuk  menghasilkan anak bangsa yang sanggup menempatkan diri di tengah arus perubahan yang cepat dan penuh tekanan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan serta peningkatan fasilitas pendukung berdasarkan ketentuan standar-standar yang telah ditetapkan.
Dikaitkan dengan konteks pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Dasar, masih ditemukan pembelajaran yang bersifat teacher centered dan bersifat verbalisme. Pembelajaran demikian menyebabkan kecenderungan  lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga tidak mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Selama pembelajaran, guru belum memberdayakan seluruh potensi siswa sehingga sebagian besar siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Tak dapat dipungkiri pula, selama pembelajaran berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman konsep. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara  efektif dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari yang kontekstual.
Tuntutan perubahan paradigma dalam pembelajaran telah ditegaskan pada beberapa aturan  antara lain:
1.    Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 4 menegaskan bahwa “Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran”
2.    Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang hayat (UU no 20/2003: Sisdiknas, ps 4, ayat 3)
3.    … meliputi: proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (UU no 20/2003: Sisdiknas, bag. penjelasan)
4.    Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1)
Dengan berpijak pada aturan-aturan di atas, maka pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah harus memfasilitasi peningkatan mutu pendidikan yang dalam hal ini dijabarkan pada peningkatan mutu pembelajaran setiap mata pelajaran. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) merupakan salah satu  dari inovasi pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh guru.
A.     TUJUAN
Secara umum mata sajian ini bertujuan agar peserta dapat memahami PAKEM secara filosofis dan praktis.
Adapun tujuan khusus mata sajian ini adalah peserta dapat:
1.     Menjelaskan hakekat PAKEM/Filosofi PAKEM.
2.    Menjelaskan karakteristik dan komponen PAKEM
3.    Memahami pengaturan ruang belajar yang efektif
4.    Memahami pengelolaan kelas berbasis PAKEM
5.    Memahami hakekat pajangan dalam proses pembelajaran

B. SKENARIO KEGIATAN

Materi
Waktu
Kegiatan
Sumber/Alat
Pendahuluan/Kegiatan Awal
Tujuan dan Skenario sesi
10 menit
Fasilitator menjelaskan tujuan,  skenario sesi, dan kontrak belajar yang akan ditempuh

Slide Powerpoint
Kegiatan Inti
Filosofi dan Landasan PAKEM
70 menit
Melalui pemodelan pembelajaran PAKEM vs non PAKEM, fasilitator menggali pemahaman  peserta tentang filosofi PAKEM

LK I & LK II
Slide Powerpoint
Sumber Belajar


Pajangan

40 menit


40 menit
Peserta mengidentifikasi Sumber Belajar

Peserta mendiskusikan bentuk dan fungsi pajangan


LK III


LK IV
Kegiatan Penutup/Penguatan
Refleksi
20 menit
Fasilitator mereviu materi sajian

Slide Powerpoint


C. MATERI SAJIAN

1.    UNIT 1

a.  Materi
Mengapa, Apa, dan  Bagaimana PAKEM diterapkan di Sekolah

Mengapa
Paling sedikit ada dua alasan mengapa PAKEM diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, yaitu: (a) Anak memiliki sifat ingin tahu, berpikir kritis, kreatif, bersikap peka, mandiri, bertanggung jawab, dan (b) Anak memiliki kemampuan berimajinasi (daya khayal). Dengan demikian, jika anak-anak di kemudian hari tidak kritis dan kreatif seperti anak-anak di negara maju, pantas dipertanyakan “Apa yang kurang tepat dalam pembelajaran di sekolah kita?”

Apa
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan. Pembelajaran aktif berarti pembelajaran perlu mengaktifkan semua siswa dan guru, baik secara fisik (termasuk segenap indera), mental, emosional, bahkan moral dan spiritual. Guru harus menciptakan suasana sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun pengetahuan.
Pembelajaran yang kreatif mempunyai makna tidak sekedar melaksanakan dan menerapkan acuan kurikulum, karena kurikulum sekedar dokumen dan rencana, maka perlu dikritisi, perlu dikembanhkan secara kreatif. Dengan demikian ada kreativitas pengembangan kompetensi dasar dan juga ada kreativitas dalam pelaksanaannya di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa dan tipe gaya belajar siswa.
Pembelajaran dikatakan efektif jika mencapai sasaran atau mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Disamping itu banyak pengalaman dan hal yang “didapat” siswa, bahkan guru pun pada setiap kegiatan pembelajaran mendapatkan “pengalaman baru” sebagai hasil interaksi dua arah dengan siswanya.. Untuk mengetahui efektifitas  pembelajaran, pada setiap akhir pembelajaran perlu dilakukan evaluasi atau refleksi yang dilakukan oleh guru dan siswa yang didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan kebijakan tentang penilaian berbasis kelas atau penilaian otentik yang lebih menekankan pada penilaian proses selain penilaian hasil belajar.
Adapun pembelajaran yang menyenangkan harus dimaknai secara luas, bukan hanya berarti siswa belajar selalu diselingi banyak lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang meriah. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat dinikmati oleh siswa, Siswa merasa nyaman, aman, dan mengasyikkan. Mengasyikkan mengandung unsur  inner motivation yaitu dorongan untuk selalu ingin tahu dan berusaha mencari tahu. Selain itu pembelajaran perlu memberikan tantangan kepada siswa untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi positifnya secara optimal. Dengan demikian diharapkan kela siswa menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri, dan mempunyai semangat kompetitif dalam nuansa kebersamaan.
Dalam pelaksanaannya, guru dapat membimbing siswa melakukan kegiatan percobaan, diskusi kelompok, memecahkan masalah, mencari informasi, menulis laporan/cerita/puisi atau melakukan kunjungan ke luar kelas. Disamping itu, sesuai dengan mata pelajaran yang dibahas, guru menggunakan alat yang tersedian atau alat yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber dan lingkungan. Dalam mengelaola interaksi selama pembelajaran, guru perlu mengupayakan berlangsungnya interaksi guru-siswa dan siswa-siswa. Beberapa hal yang dapat diupayakan antara lain guru banyak mengajukan pertanyaan terbuka, melakukan pengelompokan siswa secara beragam, memberi kesempatan kepada siswa untuk menceritakan dan memanfaatkan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, dan guru memantau kerjasama dan memberikan umpan balik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM
Untuk melaksanakan PAKEM, para pendidik harus memperhatikan hal-hal seperti diuraikan berikut ini:
a.    Memahami sifat yang dimiliki anak;
b.    Mengenal anak secara perorangan;
c.    Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar;
d.   Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah;
e.    Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik;
f.     Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar;
g.    Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar;
h.    Membedakan antara aktif fisik dan mental.



Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM

Karakteristik PAKEM
Karakteristik PAKEM memenuhi kriteria seperti berikut:
a.    Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat;
b.    Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa;
c.    Guru mengatur kelas dengan memajang buku – buku dan bahan belajar yang lebih menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa;
d.   Guru mengatur kelas dengan memajang buku – buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’;
e.    Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok;
f.     Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan  lingkungan sekolahnya.

Komponen PAKEM
Terdapat 4 komponen dalam PAKEM, yaitu mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi. Secara gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:















a.  Mengalami
         Belajar bermakna (meaningfull learning)  merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.  Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
         Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.
         Kegiatan pembelajaran yang memefasilitasi siswa mengalami langsung dapat melalui bentuk kegiatan:
§   Melakukan pengamatan
§   Melakukan percobaan
§   Melakukan penyelidikan
§   Melakukan wawancara
         Dengan melakukan berbagai kegiatan di atas maka:
§   Siswa belajar banyak melalui berbuat
§   Pengalaman langsung mengaktifkan banyak indera

b.  Komunikasi
         Komunikasi tak kalah pentingnya untuk menciptakan PAKEM. Kesalahpahaman sering terjadi karena tidak adanya komunikasi. Melaui komunikasi, akan ada hubungan yang erat baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Selain itu melalui komunikasi siswa dapat mengungkapkan gagasannya. Bentuk komunikasi antara lain: mengemukakan pendapat, presentasi laporan, dan memajangkan hasil kerja siswa
    Manfaat dari ungkap gagasan adalah:
§  Konsolidasi pikiran
§  Gagasan yang lebih baik berpeluang keluar
§  Dapat memancing gagasan orang lain
§  Bangunan makna siswa diketahui guru

c.  Interaksi
         Menurut Mohamad Surya (2004) secara psikologi, belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan tidak terlepas dari situasi dan kondisi sekitar siswa. Perubahan perilaku siswa setelah belajar dipengaruhi oleh kemampuan dan keterampilan guru dalam melakukan interaksi dengan siswanya. Oleh karena itu, guru hendaknya mampu memilih metode mengajar secara tepat dengan variasi yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Sekurang-kurangnya ada empat pola interaksi yang harus diperhatikan pada saat proses pembelajaran, yaitu: 1) interaksi individual-individual,
2) interaksi antarindividual-kelompok,
3) interaksi antarkelompok-individual, dan
4) interaksi antarkelompok-kelompok..
         Bentuk kegiatan interaksi dapat melalui: diskusi, tanya jawab, atau lempar pertanyaan. 
    Melalui interaksi maka akan berdampak pada:

§  Kesalahan makna berpeluang terkoreksi
§  Makna yang terbangun semakin mantap
§  Kualitas hasil belajar meningkat

d.  Refleksi
         Refleksi merupakan komponen PAKEM yang tidak kalah pentingnya, sebab melalui refleksi siswa dapat melakukan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Fungsi refleksi  adalah untuk mengungkap bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh mengendap dalam benak siswa. Dengan demikian siswa merasa apa yang diperolehnya berguna bagi dirinya.
    Bentuk refleksi antara lain:
§  Memikirkan kembali apa yang   diperbuat/dipikirkan, yaitu:
    Mengapa demikian?
    Apakah hal itu berlaku untuk …?
§  Untuk perbaikan gagasan/makna
§  Untuk tidak mengulangi kesalahan
§  Peluang lahirkan gagasan baru
Implikasi PAKEM

Implementasi PAKEM di Sekolah Dasar mempunyai beberapa  implikasi bagi guru, siswa, sarana, prasarana,

Implikasi bagi guru

Pembelajaran PAKEM memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. Dengan demikian yang harus dilakukan guru adalah:
1)        Merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan kegiatan yang beragam misalnya siswa melakukan: percobaan, diskusi kelompok, permainan (game), memecahkan masalah, berkunjung keluar kelas, dan lain-lain
2)        Menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam, antara lain: alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber, lingkungan
3)        Memberikan kesempatan pada siswa untuk  mengembangkan keterampilan melalui kegiatan:
§  siswa melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara,
§   mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
§  Menarik kesimpulan
§  Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
§  Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri
§  Memecahkan masalah
4)        Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri melalui:
§  Diskusi
§  Guru lebih banyak melontarkan pertanyaan terbuka untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan hasil pemikiran sendiri.
5)        Menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa:
§  Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan
§  Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut
§  Pemberian tugas perbaikan atau pengayaan
6)        Mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari:
§  Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri
§  Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
7)        Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa terus-menerus:
§  Memantau kerja siswa
§  Memberikan umpan balik
Implikasi bagi siswa

1)        Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.
2)        Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, mencari informasi, menulis laporan/cerita/puisi, berkunjung keluar kelas, dan memecahkan masalah.
Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media
1)        Pembelajaran PAKEM pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta dapat memecahkan masalah sendiri. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. 
2)        Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didisain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization).
3)        Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep.
Implikasi terhadap Pengaturan ruangan

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAKEM perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi:
1)      Ruang perlu ditata disesuaikan dengan kegiatan yang  dilaksanakan.
2)      Susunan bangku siswa dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung
3)      Siswa tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet
4)      Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas
5)      Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya siswa dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar
6)      Alat, sarana dan sumber  belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan siswa untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.

Implikasi terhadap Pemilihan metode

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran PAKEM, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.
Implikasi terhadap Penilaian

       Prinsip dari penilaian yang digunakan adalah penilaian yang sebenarnya, yaitu  tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa, tetapi juga menilai apa yang dapat dilakukan siswa, serta mengutamakan penilaian kualitas hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu tugas. Jadi  penilaian yang dilaksanakan adalah menilai proses dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu implikasinya adalah menggunakan berbagai teknik penilaian, antara lain:
a.    Penilaian unjuk kerja
b.    Penilaian produk
c.    Penilaian proyek
d.    Penilaian tertulis
e.    Penilaian sikap
Penilaian portofolio
Implikasi terhadap manajemen Sekolah

PAKEM bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Implikasi PAKEM bagi sekolah adalah sekolah harus menyediakan biaya operasional untuk kegiatan pembelajaran yang lebih tinggi. Karena PAKEM membutuhkan sarana, prasarana, sumber belajar dan media. Oleh karena itu PAKEM harus ditunjang pula oleh sistem manajemen yang mumpuni. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pilihan yang selama ini dipecaya agar sekolah mampu meningkatkan mutu pendidikan. Pada hakikatnya MBS adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah. Selain itu sekolah juga harus lebih melibatkan stakeholder, salah satunya yaitu dengan melibatkan peran serta masyarakat yang disebut dengan program PSM.
Melalui MBS akan menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah. Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara terbuka. Keterbukaan akan meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua dan masyarakat terhadap sekolah. Dengan demikian sekolah akan mendapatkan sumber dana yang lebih banyak.


b.  Kerja Kelompok (4-6 orang)

Peserta mendiskusikan perbandingan antara Pemodelan 1 dan Pemodelan 2 yang diperagakan oleh fasilitator. Hasil diskusi ditulis pada kertas plano dengan menggunakan format LK I sebagai berikut:

Aspek
Model 1
Model 2
Guru





Siswa





Pengelolaan Kelas







Sumber Belajar





Penilaian













Peserta mendiskusikan karakteristik PAKEM. Hasil diskusi ditulis pada kertas plano dengan menggunakan format LK II sebagai berikut:

No
Aspek
Karakteristik
1.
Guru





2.
Siswa






3.
Pengelolaan Kelas






4.
Sumber Belajar




5.
Penilaian




6.






a.    Peserta mendiskusikan Sumber Belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Hasil diskusi ditulis pada kertas plano dengan menggunakan format LK III sebagai berikut:


No
Mata Pelajaran
Sumber Belajar
yang dapat digunakan
1.
Bahasa Indonesia




2.
Matematika




3.
IPA




4.
IPS




5.
Agama




6.
PKn




7.






2.    UNIT 2
a.    Materi

Pajangan

Pajangan merupakan hasil kerja siswa berupa tulisan, gambar, dan atau model sebagai karya penugasan dari beberapa mata pelajaran tertentu yang  menunjukkan kreativitas siswa  menarik. dan berfungsi sebagai sumber  belajar .
Fungsi Pajangan
Fungsi pajangan meliputi beberapa hal yang disingkat sebagai, MASUK (Motivasi, Alat bantu belajar, Sumber belajar, Umpan balik, Komunikasi). Yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)     Motivasi: Mendorong siswa untuk berbuat yang terbaik.

2)     Alat bantu belajar-mengajar:
       Alat bantu belajar/alat peraga dipajangkan di kelas  agar mudah diambil dikala dibutuhkan baik oleh siswa maupun guru. Alat peraga, seperti kartu kata,  yang ’tergeletak’ di ruang kelas sering ’menggoda’ siswa untuk menggunakannya bersama temannya, pada saat guru tidak berada di samping mereka, untuk mengulangi lagi kegiatan seperti yang dilakukan bersama gurunya. Hal ini sangat baik karena mereka mendapat penguatan terhadap apa yang telah dipelajari tanpa guru mengeluarkan tenaga tambahan.
3)     Sumber belajar: Sebagai pijakan awal belajar sesuatu. Misal, siswa menghasilkan maket tempat ibadat, kemudian mereka menggunakannya untuk membuat puisi/deskripsi (Bahasa Indonesia) tentang tempat ibadat.
4)     Umpan balik: Sebagai penghargaan terhadap kerja/belajar siswa. Seolah kita, sebagai guru, berkata ”Saya hargai hasil kerjamu. Oleh karena itu, saya ingin memperlihatkannya kepada orang lain”
5)     Komunikasi: Sebagai ajang siswa untuk mengkomunikasikan gagasan, bakat, atau kemampuan hasil belajarnyaFungsi lain dari pajangan adalah memotivasi  siswa yang membuatnya dan  juga memotivasi siswa lain. Cara memajangkan pajangan sebaiknya memperhatikan faktor kebersihan, kerapihan dan kemudahan siswa untuk membacanya. Beberapa bentuk pemajangan antara lain ditempel di dinding, digantung di langit-langit ruangan atau diatur di atas meja pamer.


2.  Kerja Kelompok

Peserta mendiskusikan tentang pajangan. Hasil diskusi ditulis pada kertas plano dengan menggunakan format LK IV sebagai berikut:

No
Pertanyaan
Penjelasan
1.
Apa yang perlu dipajang?



2.
Apa kriteria pajangan?



3.
Apa fungsi pajangan?



4.
Bagaimana cara memajangkan?



5.
Kapan dan berapa lama dilakukan pemajangan?




Daftar Pustaka


BPTP Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, (2004), Pengantar Model Pemelajaran, http://www.bptdisdik-jabar.go.id.

Depdiknas, (2003), Ketentuan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen.

Depdiknas, (2005), Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat (Paket Pelatihan CLCC UNICEF - UNESCO), Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen.

Depdiknas, (2005), Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah dan Masyarakat (Paket Pelatihan CLCC UNICEF - UNESCO), Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen.

Depdiknas,  (2003), Pembelajaran yang Efektif, Puskur Balitbang Depdiknas Ditjen Dikdasmen.

Dwi Nugroho Hidayanto. ( Mei 1999). Pengembangan Pembelajaran IPS SD Berdasarkan Preskripsi ’Componen Display Theory (CDT). Jurnal Pendidikan Jilid 6 Nomor 2 tahun 1999

Nurkholis Ahmad, (????), Panduan Singkat Bagaimana Mengajar Menggunakan Strategi PAKEM, (Bahan Presentasi: tidak dipublikasikan)

Puskur. (2006). Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal SD. Bahan Sosialisasi SI dan SKL. Jakarta: Depdiknas

Ujang Sukandi (2006) Pemajangan Hasil Karya Anak. Makalah disajikan dalam ToT CLCC Bogor Jawa Barat.



REFORMASI PENDIDIKAN
Oleh Drs. Syamsudin, M Si
1.    Pendahuluan
Pada dasarnya setiap orang yang mengikuti pendidikan alias bersekolah adalah ingin  memperoleh ketrampilan agar ia dapat bekerja mencari nafkah, berperilaku yang baik untuk dapat mempertahankan hidupnya di masyarakat secara terhormat. Selanjutnya akan berkembang keinginan-keinginan lain setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi. Namun pada kenyataannya banyak sekali penduduk Indonesia ini yang menganggur setelah mereka mnyelesaikan sekolahnya baik itu lulusan perguruan tinggi maupun lulusan pendidikan menengah,  tingkat perekonomian penduduk tetap rata-ratanya rendah. Oleh sebab itu kita harus melihat apa yang menjadi penyebab dari hal di atas, sebab selama ini ada anggapan bahwa pelaksanaan pembangunan pendidikan telah mengalami deviasi dalam artian tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Sampai seberapa jauh deviasi itu dapat diluruskan kembali? Tentunya harus terlebih dahulu mengetahui di mana letak permasalahan bidang pendidikan selama ini.
2.    Permasalahan pendidikan
Ada tiga hal permasalahan. bidang pendidikan yang sampai saat ini belum teratasi.
a.    Rendahnya tingkat sumber daya manusia Indonesia yang dibuktikan dengan data studi UNDP tahun 2000 yang menyatakan bahwa Human Development Indeks Indonesia menempati urutan ke 109 dari 174 negara atau data tahun 2001 menempati urutan ke 102 dari 162 negara.
b.    Cerminan sikap atau watak manusia Indonesia yang masih belum menampakkan sikap yang menjunjung nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan rasa tanggung jawab (sikap kedewasaan).
c.    Minimnya keterampilan yang dimiliki, sehingga kemandirian dalam hal ekonomi setelah menyelesaikan sebuah jenjang pendidikan kurang terwujud. Padahal salah satu tujuan pendidikan adalah untuk memandirikan peserta didik khususnya dalam hal ekonomi. Ketiga hal di atas, merupakan sasaran yang harus diwujudkan dalam pembangunan pendidikan melalui perspektif persekolahan.
3.    Produk pendidikan saat ini
Sampai saat ini kenyataan menunjukan bahwa secara umum tujuan dari masing-masing Jenjang pendidikan belum terwujud secara optimal. Hal ini terindikasi dari hal-hal berikut.
a.    Banyaknya pengangguran baik yang mengantongi ijazah pendidikan dasar sampai yang bergelar sarjana akibat minimnya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak layak jual baik dalam pasar domestik terlebih-lebih dalam pasar global.
b.    Rendahnya akhlak dan moral yang indikasinya adalah maraknya kasus seks dan narkoba serta tindak kekerasan di kalangan siswa atau mahasiswa, kurangnya etika sopan santun, lemahnya disiplin serta rasa tanggung jawab yang indikasinya adalah sulitnya diatur/ditertibkan, yang paling serius adalah terkikisnya rasa persaudaraan berbangsa (nasionalisme) yang cenderung menuju sukuisme, daerahisme, agamaisme, yang akhirnya bermuara pada konplik horisontal dan disihtegrasi bangsa.
c.    Rendahnya aspek pengetahuan yang indikasinya selain hasil studi UNDP di atas, juga terindikasi dari nilai ujian, yang pada waktu lalu masih berdasarkan EBTANAS Murni setiap tahun, yang jika patokan kelulusan adalah NEM maka diperkirakan jumlah siswa yang lulus sangat sedikit.
4.    Perspektif Sekolah
Variabel-variabel apa yang menyebabkan hal di atas  terjadi. Jawaban adalah sebagai berikut.
a.    Sejauh mana sekolah memegang prinsip kejujuruan pendidikan?
Secara umum pelaksanaan pendidikan kita. belum memegang prinsip kejujuran, ketegasan, dan penuh rasa tanggung jawab serta sportifitas yang tinggi, baik oleh subjek pendidikan itu sendiri maupun oleh objek pendidikan. Contoh nyata masih maraknya lembaga pendidikan yang dengan sangat mudah mengeluarkan ijazah atau gelar tanpa melalui proses pendidikan yang sangat ketat (istilah kasarnya adalah jual beli gelar atau ijazah). Akibat hal ini, maka tidak heran jika seseorang sarjana yang baru bekerja dan baru memimpin proyek melaksanakan pekerjaanya secara tidak jujur alias korupsi. Hal ini adalah masih berlakunya sistem pengkatrolan nilai baik dalam kenaikan kelas maupun dalam pelulusan. Dengan demikian tidak heran para generasi muda saat ini cenderung belajar santai atau memilih hidup santai atau tidak mau bekerja keras, sehingga lebih condong melaksanakan hal-hal yang gampang mencari duit seperti pengedar narkoba. Inilah resiko apabila pendidikan telah mengabaikan nilai-nilai kejujuran.
b.    Sejauh mana sekolah menyelenggarakan fungsi sekolah dengan baik?
Kita tahu bahwa sekolah mempunyai multi fungsi, yaitu lembaga transfer iptek, lembaga penanaman berbagai nilai-nilai sosiokultural, nilai-nilai budi pekerti dan sikap/watak (caracter building), dan lembaga pemberi keterampilan. Saat ini lembaga sekolah hanya berfungsi sebagai tempat pengajaran belaka beraneka mata pelajaran dan itu pun tidak terlaksana dengan baik akibat kurangnya profesionalisme guru. Hilangnya sebagian fungsi sekolah dari multi fungsi menjadi mono fungsi merupakan masalah yang perlu diantisipasi dalam reformasi pendidikan.
Sekolah dewasa ini seolah-olah hanya berfungsi sebagai lembaga pengajaran. Fungsi edukasi dan pelatihan sementara kurang ditonjolkan. Minimnya pemberian aspek keterampilan bagi anak didik khususnya keterampilan yang dapat dikembangkan untuk terjun ke dunia kerja atau berwirausaha apabila mengalami drop out turut memperparah kelemahan dunia sekolah. Selama ini keterampilan yang diberikan di sekolah hanyalah keterampilan yang bersifat mendukung mata pelajaran tertentu. Misalnya, keterampilan praktikum fisika, biologi, dan lain sebagainya. Jika di sekolah diberikan keterampilan beternak ayam, bertani kedelai, dan lain sebagainya yang sesuai dengan potensi daerah setempat, maka apabila si anak didik mengalami drop out, dia akan memiliki keterampilan untuk bekerja sehingga kebermaknaan sekolah dapat dirasakan.
c.    Bagaimana manjemen sekolah dapat ditata dengan baik dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh serta diawasi secara ketat.
Semua usaha itu perlu dituangkan dalam peraturan perundangan, sehingga ketiga aspek hasil pendidikan yaitu manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, serta memiliki berbagai nilai dapat dicapai. Untuk penataan ini diperlukan pendalaman atau suatu kajian sebelum dituangkan dalam suatu kebijakan.
5. Kinerja Guru, kepala Sekolah, dan Pengawas
Pelaku-pelaku utama di sekolah seperti kepala sekolah, guru, dan pengawas merupakan penentu keberhasilan sekolah itu sendiri adalah.
a.    Sejauh mana kinerja mereka tersebut sebagai tenaga kependidikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya?
b.    Sejauh mana sarana dan prasarana belajar seperti kurikulum, fasilitas  pendidikan, sistem evaluasinya, dan proses belajar mengajarnya untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan yang telah digariskan?
Kedua hal ini merupakan kerangka persekolahan yang harus dipikirkan kembali dalam mereformasi pendidikan. Apabila membicarakan kinerja, kita tentunya akan menbicarakan apa tugas dan fungsi masing-masing petugas tersebut. Di samping itu, bagaimana dedikasi dan keprofesionalan masing-masing petugas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
a.    Kepala Sekolah
Di dalam menjalankan tugas, kepala sekolah adalah seorang pemimpin atau seorang manager yang perlu mengetahui fungsi-fungsi manajemen. Kepala sekolah harus membuat suatu perencanaan sekolah setiap tahunnya. Perencanaan program sekolah tersebut yang menyangkut tujuan yang dicapai, materi belajar baik yang bersifta akademis maupun yang bersifat praktis, serta perencanaan tenaga pendidik baik yang ada maupun yang harus dikontrak dari luar seperti tenaga pengajar keterampilan. Kemudian kepala sekolah perlu melakukan pengawasan atau penilaian serta pengendalian terhadap seluruh kegiatan di sekolah sesuai dengan program yang telah ditentukan setiap harinya. Misalnya jika seorang guru kurang disiplin, kurang memberikan pananaman nilai-nilai atau urang menguasai ilmu yang diajarkan, maka kepala sekolah perlu mengambil tindakan perbaikan. Kepala sekolah dapat juga melakukan pertemuan setiap harinya setelah jam sekolah selesai untuk membicarakan berbagai hal sebagai pelaksanaan tugas supervisi, pendeknya Kepala Sekolah harus melaksanakan fungsi Educator, Manager, Administrator, Supervisor Leader, Inovator dan Motivator. Akan tetapi, yang terjadi selama ini, jarang dilaksanakan atau dapat dikatakan tidak pernah dilakukan sehingga sekolah berjalan monoton.
b.    Guru
sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas fungsi sekolah guru adalah seorang yang profesional. Artinya seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan tugas pengajaran, dan edukasi. Di dalam melaksanakan tugas pengajaran, guru harus menguasai ilmu yang diajarkan, menguasai berbagai metode pengajaran, dan mengenal anak didiknya baik secara lahiriah atau batiniah (memahami setiap anak). Dalam pengenalan anak, guru dituntut untuk mengetahui latar belakang kehidupan anak, lingkungan anak, dan tentunya mengetahui kelemahan-kelemahan anak secara psikologis. Untuk itu, guru harus dapat menjadi seoranag "dokter" yang dapat melakukan "diagnosa" untuk menemukan kelemahan-kelemahan si anak sebelum mengajarkan ilmu yang telah dikuasainya. Setelah itu, baru dia akan memilih metode atau mengulangi sesuatu topik sebagai dasar untuk memudahkan pemahaman si anak terhadap ilmu yang akan diajarkan. Misalnya seorang guru matematika akan mengajarkan topik pangkat bilangan, tentunya guru harus mengetahui sejauh mana anak telah menguasai konsep perkalian. Dengan demikian, seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus mampu;
a.    berkomunikasi dengan baik terhadap siapa audiensnya,
b.    melakukan kajian sederhana khususnya dalam pengenalan anak,
c.    menulis hasil kajiannya,
d.    menyiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan persiapan mengajarnya termasuk sipa tampil menarik dan bertingkah laku sebagai guru, menguasai ilmunya dan siap menjawab setiap pertanyaan dari anak didiknya,
e.    menyajikan/,meramu materi ajar secara konkrit (metode pengajaran),
f.     menyusun dan melaksanakan materi penilaian secara objektif sesuai dengan taksonomi Bloom dan mengoreksinya setiap harinya, dan lain sebagainya.
Untuk itu, dituntut kreatifitas guru, keprofesionalan guru, guru yang menjunjung tinggi etika guru dan tentunya dedikasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas keguruannya. Jika hal ini dilakukan oleh masing-masing guru maka benarlah bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional yang tak mungkin dapat dilakukan oleh orang lain.
c.    Pengawas
Untuk mengetahui sejauh mana sekolah menjalankan tugasnya, maka peran pengawas sangat vital. Pengawas merupakan jembatan bagi para decition maker yang ada di birokrat untuk memberikan bahan masukan dalam pengambilan kebijakan khususnya yang bersifat teknis. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawasan mencakup hal-halyang teknis dan administratif sesuai dengan kebijakan yang telah dikeluarkan dan tentunya yang masih berlaku. Namun tidak jarang para pengawas kurang aktif mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Sebut saja contoh bahwa di dalam tahun ajaran baru, sesuai dengan ketentuan Mendiknas atau Dirjen yang berada di bawahnya, pihak sekolah tidak boleh memaksakan menjual buku dari kakaknya atau saudaranya.Akan tetapi, sering terjadi pihak sekolah seakan memaksakan penjualan buku yang sangat memberatkan para orang tua khususnya, dalam masa krisis ini. Padahal pemerintah telah menyediakan buku paket yang siap dipakai di sekolah, Oleh sebab itu, peran pengawas di dalam menjalankan tugasnya perlu dipertanyakan.
Masih banyak Pengawas yang jarang mencari data/masukan khususnya dari masyarakat dalam menyikapi pelaksanaan sekolah. Pengawas hanya datang menemui kepala sekolah kemudian berbincang-bincang sebentar di ruang kepala sekolah entah apa yang diperbincangkan kemudian pergi meninggalkan sekolah itu. Seharusnya pengawas aktif selain mencari data kepada kepala sekolah juga perlu menanyakan guru-guru atau anak murid serta orang tua dan khususnya melihat bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar terjadi serta bagaimana sarana dan prasarana sekolah dan lain sebagainya. Pengawas hanya melaksanakan tugas-tugas semacam kunjungan rutin ke sekolah sehingga pengawas hanya berhubungan dengan kepala sekolah sementara hal yang bersifat teknis pengajaran jarang diawasi.
Inilah sebagian gambaran/perspektif persekolahan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian dalam mereformulasikan konsep pendidikan di masa datang.
6. Ciri-ciri sekolah sebagai Mini Society dalam kerangka Reformasi sekolah berdasarkan konsep MBSeka_kos@yahoo.co.id
MARI KITA MULAI SAAT INI JUGA

B.    

a.        Sekolah sebagai “Mini Society” mengandung pengertian bahwa sekolah merupakan kelompok masyarakat kecil yang didalamnya memiliki karakteristik tertentu sebagai manifestasi dari kehidupan setiap anggota masyarakat tersebut.
b.        Reformasi Sekolah mengandung pengertian bahwa reformasi sekolah merupakan suatu konsep perubahan ke arah peningkatan mutu dalam konteks manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).

Ciri-ciri

a.                            Pada level kelas (regulator)
Merupakan representasi dari karakteristik proses pembelajaran di kelas yang dipengaruhi oleh “aturan main” atau regulasi yang dianut oleh guru. Kondisi kelas antara lain : suasana psikologis kelas yang nyaman, proses pembelajaran yang menarik, motivasi belajar siswa yang tinggi, dll.
b.                            Pada level mediator (profesi)
Merupakan refresentasi dari karakter-karakter profesional para pengelola sekolah
Hal yang harus diperhatikan :
1)        Melakukan refleksi diri ke arah pembentukkan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat dalam rangka pencapaian visi dan misi sekolah.
2)  Melaksanakan pengembangan pengelola sekolah yang kompeten dan berdedikasi tinggi.
c.        Pada level sekolah (manajemen)
Merupakan representasi dari karakter kolektif warga sekolah secara keseluruhan/iklim sekolah, seperti : budaya mutu, budaya progresif, demokratis, disiplin, bertanggung jawab, partisipasi warga, inovatif, aman dan tertib, kejelasan visi dan misi, dll.
Hal yang harus diperhatikan :
1)    Menumbuhkan komitmen untuk mandiri.
2)    Mengutamakan “kepuasan pelanggan (customer satisfaction)”
3)    Menumbuhkan sikap responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan.
4)    Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
5)    Menumbuhkan budaya mutu dilingkungan sekolah.
6)    Menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi.
7)    Menumbuhkan kemauan untuk berubah.
8)    Mengembangkan komunikasi yang baik.
9)    Mewujudkan temwork yang kompak, cerdas, dan dinamis.
10) Melaksanakan keterbukaan manajemen.
11) Menetapkan secara jelas dan mewujudkan visi dan misi sekolah.
12) Melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif.
13) Meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
14) Menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat.
7. Kondisi reformasi pendidikan
Bagaimana dengan reformasi dalam dunia pendidikan dal;am onteks peresekolahan kita? Harus diakui, reformasi di dunia persekolahan kita berjalan lamban, kalau tidak boleh dibilang “jalan di tempat”. Penghambat laju reformasi sekolah ini antara lain.
a.    Faktor kepemimpinan sekolah yang cenderung masih bergaya feodalistis. Ini merupakan faktor kultural yang amat sulit untuk diubah. Masih amat jarang kepala sekolah di negeri ini yang dengan amat sadar mau melakukan perubahan. Status quo dan kenyamanan merupakan jalan yang paling gampang bagi seorang kepala sekolah untuk tetap menduduki kursinya. Ironisnya, ketika ada guru yang dengan kreatif mencoba melakukan inovasi pembelajaran di kelas dianggap “nyleneh” dan tidak becus mengajar, apalagi kalau suasana kelas ramai. Kepemimpinan semacam itu tak lepas dari proses rekruitmen yang salah urus.
b.    Munculnya sikap apatis dan masa bodoh dari segenap stakeholder sekolah terhadap perubahan. Komite sekolah sebagai pengganti BP3 yang diharapkan mampu menjadi kekuatan kontrol terhadap kepemimpinan dan manajemen sekolah pun hanya sebatas papan nama. Mereka cenderung menjadi stempel yang mengamini hampir semua kebijakan dan keputusan sang kepala sekolah. Yang lebih celaka, yang menjadi pengurus komite sekolah pada umumnya wali murid yang dinilai tidak banyak tingkah dan bisa diajak kerja sama alias berkongkalingkong untuk mengambil kebijakan yang bisa menguntungkan sang kepala sekolah.
c.    Kinerja pengawas sekolah yang buruk. Tugas mereka tak lebih hanyalah melakukan supervisi administrasi di ruang kepala sekolah. Kalau melakukan supervisi kepada guru pun, mereka cenderung bersikap instruktif, komando, bahkan menakut-nakuti. Supervisi klinis yang diharapkan mampu membantu guru dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran pun tak bisa jalan. Yang lebih celaka, tak jarang pengawas yang hanya duduk-duduk di ruang kepala sekolah, ngobrol ngalor-ngidul. lantas pulang

C.   8. Reformasi sekolah di negara lain ( Jepang)

Reformasi pendidikan yang pada tataran operasionalnya ada di sekolah, di negara Jepang dilaksanakan pula dalam bentuk reformasi sekolah . Kebijakan melaksanakan reformasi ini dilaksanakan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut
a. Rencana Reformasi
Tahun 2001 Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di Jepang yang disebut sebagai `Rainbow Plan`.  Adapun isinya antar adalah
1.     Mengembangkan kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional
2.    Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah
3.    Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya.
4.    Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masyarakat.  Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.
5.    Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
6.    Pengembangan universitas bertaraf internasional
7.    Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui reformasi konstitusi pendidikan (kyouiku kihon hou) (MEXT, 2006).
Hingga tahun 2007, ketujuh poin telah dilaksanakan secara simultan, walaupun di beberapa bagian ada protes dari kalangan guru, masyarakat pemerhati pendidikan. Untuk mewujudkan ketujuh poin tersebut bukan hal mudah, walaupun reformasi pendidikan di Jepang sekalipun mencontoh praktik dari Inggris atau Amerika, poin-poin yang diajukan benar-benar sesuai dengan problematika yang ada di Jepang.
§  Jumlah siswa per kelas di kota-kota besar masih cukup besar 35 orang per kelas, tetapi di beberapa propinsi jumlah siswa hanya sepuluh atau belasan orang dikarenakan angka kelahiran yang merosot.  Jepang tidak membangun kelas-kelas baru di sekolah tetapi justru memerger sekolah-sekolahnya.
§  Pendidikan moral yang diperdebatkan saat ini adalah yang berkaitan dengan nasionalisme, perlu tidaknya menceritakan sejarah perang kepada anak didik, perlu tidaknya menyanyikan lagu Kimigayo atau mengibarkan bendera hi no maru.  Pendidikan kedisiplinan tentu saja sudah terbentuk dengan baik di sini.
§  Poin nomor 4 merupakan hal yang terlihat nyata dengan banyaknya upaya sekolah membuka diri kepada masyarakat/orang tua, misalnya dengan program jugyou sanka (orang tua yang menghadiri kelas anak2nya), sougou teki jikan (integrated course) yang melibatkan masyarakat setempat, dan forum sekolah.
§  Poin ke-5 pun sedang marak dibicarakan saat ini dengan adanya `kyouin hyouka`, sistem evaluasi guru yang dibebankan kepada The Board of Education, dan renew sertifikasi mengajar melalui training atau pendidikan guru.
§  Reformasi higher education-nya tampaknya sangat gencar dilakukan dengan berbondong2nya mahasiswa asing datang ke Jepang.  Wlauapuna ,ereka harus mendalami bahasa Jang trerlebih dahulu selamam1 tahuan atau atau statusnya sebagai research student sebelum memulai program yang sebenarnya,.
§  UU Pendidikan juga menjadi bahan diskusi yang hangat di seantero Jepang.  Tidak saja ahlinya yang turun tangan berbicara tetapi juga Teacher Union, forum siswa, senat mahasiswa, bahkan ibu rumah tangga biasa yang terlibat dalam kegiatan  volunteer.
b. Reformasi sekolah dalam pembelajaran
Manabu Sato adalah dosen di Universitas Tokyo yang mengemukakan gagasan pentingnya reformasi sekolah. Dalam reformasi sekolah tersebut, menurut Sato—yang terkenal sebagai suhu reformasi sekolah di Jepang— perlu adanya penekanan terhadap pentingnya penciptaan masyarakat belajar di sekolah dan membuka seluas-luasnya proses pembelajaran di kelas untuk diamati oleh siapa saja.
Teknik pembelajaran yang terbuka akan menerima masukan dari siapa saja yang melihatnya, sehingga proses pembelajaran dapat dikembangkan. Teknik yang demikian ini ia namakan sebagai lesson study (studi pembelajaran).
Secara lambat tetapi pasti, beberapa sekolah mulai merasa ingin mengubah diri, ingin terbebas dari keruntuhan sekolahnya. Pikiran-pikiran Manabu Sato diserap, kemudian diterapkan di beberapa sekolah yang bermasalah.
Koichi Ito, yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar (SD) Towada, di sebuah distrik di pinggiran Tokyo, melakukan reformasi dengan lesson study (LS). Ketika dia mengadakan pendidikan dan latihan bagi guru, kegiatan itu diliput oleh TV NHK, kemudian disiarkan secara nasional ke seluruh Jepang.
Dengan konsep pembentukan masyarakat belajar di sekolah dan penerapan LS, sekolah yang runtuh menjadi bangkit dan bersemangat kembali. Sejak saat itu LS menjadi terkenal di seantero Jepang.
SD Hamanogo, yang juga mengalami keruntuhan, melakukan reformasi sekolah yang didukung oleh wali kota setempat. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Gakuyo, yang menerapkan LS sejak tujuh tahun yang lalu, sekarang menjadi SMP percontohan penerapan LS. Ini karena SMP tersebut berhasil bangkit hanya dalam waktu satu tahun menerapkan LS, sehingga siswa yang membolos menjadi nol, kenakalan tidak ada lagi, dan penguasaan materi pelajaran oleh siswa meningkat.
Rasanya kok sangat tidak mungkin seorang guru membiarkan proses pembelajarannya ditonton oleh banyak orang. Guru (atau siapa pun dia) akan merasa rikuh disaksikan orang lain ketika dia mengajar dari awal hingga akhir.
Ini karena guru merasa diri sebagai "raja" yang serba tahu di kelas. Dia mengatur segalanya: mulai dari ketertiban, memimpin, menentukan metode, menilai, dan merasa sebagai sumber ilmu. Pendek kata, guru sebagai pusatnya, sedangkan siswa sebagai pelengkap penderita.
Guru sering berkata keras dan menguasai pembicaraan di kelas. Inilah pangkal terjadinya keruntuhan sekolah di Jepang. Kurang lebih begitulah penjelasan Ito. Kayaknya, kondisi guru yang demikian itu mirip dengan yang terjadi di Indonesia, bukan?
Mengatasinya memang tidak semudah membalik telapak tangan. Perubahannya bukan terletak pada apa yang berada di luar guru, melainkan pada cara pandang guru itu sendiri.
Banyak sekolah di Jepang yang memiliki peralatan lengkap dan buku lengkap, karena pemerintah mengeluarkan undang-undang wajib belajar untuk SD dan SMP. Namun, kebijakan itu tidak juga memperbaiki proses pembelajaran di kelas dan sekolahnya tetap saja menjadi sekolah yang runtuh.
Minat siswa belajar ternyata bukan terletak pada kelengkapan alat, tetapi di hati para guru. Hingga saat ini guru yang menguasai kelas masih banyak di Jepang. Namun, dengan reformasi sekolah, banyak pula guru Jepang yang ingin menjadi guru profesional.
Upaya yang pertama kali dilakukan adalah dengan mengubah guru, sebab menurut Sato yang harus disadari adalah bahwa yang belajar janganlah siswanya, tetapi gurunya. Percuma menuntut siswa rajin belajar kalau gurunya tidak pernah berubah.
Jadi kalau ada sekolah yang "brengsek", yang harus dituntut untuk belajar lebih baik adalah gurunya. Guru hendaknya belajar kepada sesama guru. Caranya, sewaktu melakukan pembelajaran di kelas ia diikuti oleh guru lain, sehingga terjadi peningkatan keprofesionalannya. Selanjutnya, interaksi antara guru-siswa yang harmonis di kelas dan luar kelas memungkinkan bagi guru untuk menangkap apa yang tidak dapat diungkapkan oleh siswa.
Hak untuk meningkatkan kemampuan yang demikian merupakan hak setiap guru. Tugas guru adalah belajar. Dengan belajar, guru akan dapat mengajar lebih baik.
"Perubahan pada guru akan mengakibatkan perubahan pada siswa. Peningkatan pengetahuan guru akan meningkatkan pengetahuan siswa juga," kata Ito dalam suatu ceramahnya di Gedung Tokyo International Center, yang diikuti oleh 10 orang peserta dari Indonesia.
Ito, yang saat ini sudah pensiun, menambahkan, tugas guru adalah mendorong dan membantu anak menemukan sesuatu yang baru. Untuk melatih kepekaan terhadap siswanya, guru hendaknya selalu memerhatikan fakta tentang anak, apa yang dibutuhkan, apa kesulitannya. Cara-cara baru untuk mengatasi anak yang demikian harus terus-menerus diupayakan.
Hal yang sulit dilakukan adalah ketika guru telah bersedia untuk membuka diri, dia harus ditonton banyak orang. Bayangkan kalau kita mengajar ditonton orang, lalu pada akhir proses pembelajaran diadakan forum untuk mengadili guru. Pasti ramai bukan?
Akan tetapi, konsepnya bukan demikian. Di sinilah letak kearifan konsep yang dicanangkan Manabu Sato. Pendekatan dalam LS yang dikembangkan Sato adalah pendekatan dari Timur yang santun, yang sangat mempertimbangkan tata krama ketimuran, yang tidak mengecilkan hati guru, tetapi malah meluapkan semangat untuk terus maju.
Pengamat proses pembelajaran dalam LS (biasanya guru sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain) hendaknya mengamati bagaimana siswa belajar, bukan bagaimana guru mengajar. Kebaikan-kebaikan siswa diungkap, bukan kejelekan-kejelekan yang menyakitkan hati pengajarnya.
Dalam penerapannya, LS dapat dibedakan menjadi tiga tahapan: perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, para guru di sekolah yang akan melaksanakan LS mengadakan pertemuan untuk merancang proses pembelajaran. Jadi, ini merupakan rencana bersama, bukan rencana seorang guru.
Ditunjuklah seorang guru yang harus melakukan proses pembelajaran berdasarkan rencana bersama tadi, sedangkan yang lain menjadi pengamat. Orang lain yang tidak ikut merancang boleh ikut menjadi penonton. Guru pengamat nantinya harus aktif memberikan masukan, sedangkan penonton hanya merupakan penggembira.
Fokus para pengamat adalah pada perubahan tingkah laku siswa, bahasa tubuh siswa, mimik siswa, dan perkataan siswa. Setelah proses pembelajaran berlangsung, segera dilakukan refleksi pada suatu forum.
Ini bukan merupakan forum pengadilan, sebab rencana pembelajaran adalah milik bersama, karena disusun bersama. Semua pengamat melakukan analisis terhadap apa yang dilihatnya, bukan terhadap apa yang dirasakan atau seharusnya. Saran- saran boleh disampaikan. Semua masukan tersebut sangat berguna dan akan digunakan untuk peningkatan pembelajaran yang akan datang..
Demikianlah sedikit tulisan ini, yang disusun berdasarkan sumber-sumber dari internet serta buku-buku lain. Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat.

BAHAN KEPUSTAKAAN
Endang, Ciri-ciri sekolah sebagai Mini Society dalam kerangka School Reform berdasarkan Konsep MPMBS, 2007, Wordpres.com,  
Ramli, Murni, Krainbow Plan, Reformasi Pendidikan di Jepang, 2007,  Wordpres.com,  
Simbolon, Tony, Reformasi Pendidikan dalam Perspektif Sekolah,www .Depdiknas.go.id
Suwarli, Reformasi sekolah, Kepemimpinan Feodalistis dan KTSP,2007, Wordpres.com,  
Syamsuri, Istamari, Ketika Guru Harus Belajar, 2006, www.Kompas.Com,

PEMBERDAYAAN MGMP

1.    Latar belakang
Sebagaimana telah dituangkan dalam UURI Nomor 20 Th. 2003, pasal 2, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ujung tombak dari pelaksanaan pendidikan dilapangan ini dikendalikan oleh para pendidik, oleh sebab itu seorang pendidik seyogyanya menjadi seorang professional, sebagaimanan diatur dalam Pasal 39 (2), UU 20 TH 2003 Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Untuk mewujudkan terbentuknya seorang guru yang profesional, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah no 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Pasal 28 (1), PP 19 th 2005 disebutkan bahwa    Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional . Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi (psl 28 ayat 3 ) : Kompetensi pedagogik, Kompetensi kepribadian/personal, Kompetensi profesional dan Kompetensi social.
Secara rinci, kompetensi di atas tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut
a.    Kompetensi Pedagogik
1)    Pengelolaan Pembelajaran
a)    Menyusun rencana Pembelajaran
b)    Melaksanakan Pembelajaran
c)    Menilai Prestasi Belajar peserta didik
d)    Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian
2). Wawasan kependidikan
a)    Memahami landasan pendidikan
b)    Memahami kebijakan pendidikan
c)    Memahami tingkat perkembangan siswa
d)    Memahami pendekatan pembelajaran sesuai materi pembelajaran
e)    Menerapkan kerjasama dalam pelaksanaan layanan mutu pendidikan
f)     Memanfaatkan kemajuan iptek dalam pendidikan
b.    Kompetensi Personal
1)    Tanggung jawab
2)    Komitmen
3)    Konsistensi
4)    Integritas
5)    Jujur
6)    Terbuka
7)    Disiplin
c.    Kompetensi Profesional
Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai dengan materi pembelajaran
d.    Kompetensi pengembangan profesi
1)    Melakukan Penelitian (PTK)
2)    Menyusun karya tulis (penelitian, kajian empiris, gagasan sendiri, karya tulis ilmiah populer, penulisan buku)
3)    Kegiatan Seminar dll

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
unjuk kerja (performance) guru di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) sangat bervariasi dan kualifikasi keguruannya beraneka ragam, sementara itu kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya penyesuaian dan pengembangan pendidikan di sekolah khususnya dalam alih teknologi.
Pada sisi lain, keberhasilan usaha peningkatan mutu pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh kualitas  kompetensi guru., sehingga guru yang profesional diharapkan  bisa menjanjikan peningkatan mutu melalui penjabaran kurikulum di sekolah sebagaimana telah diatur dalam Permendiknas no 22, 3 tahun 2006. Namun pada kenyataannya tidak mudah bagi seorang guru untuk bisa menjabarkan kurikulum
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mempercapat kenaikan jabatan fungsional guru melalui pengaturan , namun pada akhirnya upaya ini menuntut kemampuan untuk meningkatkan profesionalisme berkarya dan berprestasi di dalam melaksanakan tugas sehari-hari di sekolah.
Berkenaan dengan kondisi di atas maka munculah berbagai permasalahan dalam upaya meningkatkan kompetensi guru ini  yang antara lain adalah sebagai berikut
  1. Bagaimana membantu guru dalam menjabarkan kurikulum menjadi perangkat pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan?
  2. Bagaimana membantu guru menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru di kelas akan menghambat pengembangan kompetensi
  3. Bagaimana cara merevitalisasi wadah untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru sebagai wahana dalam meningkatkan komunikasi, konsultasi, informasi dan koordinasi sesama guru.

Untuk itu sangat diperlukan sekali adanya upaya untuk dan mereposisi KKG/MGMP   yang diharapkan dapat membantu guru secara terus-menerus  dalam peningkatan kualitas kompetensinya.

2.    KKG/MGMP
  1. Pengertian KKG/MGMP
KKG/MGMP adalah forum/wadah profesional guru mata pelajaran sejenis.
Pengertian Musyawarah di sini  mencerminkan kegiatan    dari, oleh dan untuk guru, sedangkan Guru Mata pelajaran adalah guru SMP/MTs dan SMA/MA, SMK yang mengasuh dan bertanggung jawab untuk mengelola mata     pelajaran yang ditetapkan dalam     kurikulum.
Pada sisi lain, kita juga mengenal ada yang disebut dengan Kelompok Kerja Guru (KKG) yaitu  forum/wadah kegiatan profesional guru terutama yang bertanggungjawab untuk mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas (sebagai guru kelas).
Selanjutnya untuk membedakan kedua istilah ini, maka disepakati bahwa MGMP merupakan istilah yang digunakan untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/SMK/MA,  sedangkan KKG digunakan pada  jenjang Sekolah Dasar

  1. Tujuan Pendirian
1)    Tujuan Umum
Mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru

2)    Tujuan khusus
a)    Memperluas wawasan dan pengetahuan guru  mata  pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran  yang efektip dan efisien
b)    Memotifasi guru guna meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam merencanakan, melaksanakan, dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional.
c)    Mendiskusikan permasalahan yang dialami guru dan mencari solusi alternatif pemecahannya sesuai dengan karakterstik mapel, guru, kondisi sek. dan lingkungannya
d)     Membantu guru memperoleh informasi teknis edukatif yang berkaitan dengan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, keg. Kurikulum, metodologi dan sistem evaluasi yang sesuai dengan mapel masing-2.
e)     Saling berbagi informasi dan pengalaman dari hasil lokakarya, seminar, diklat, CAR(Class room Action Research), LS (Lesson Study) dan lain-2 kegiatan profesional yang dibahas bersama-sama.
f)     Meratakan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.
g)     Mampu menjabarkan agenda School Reform sehingga berproses pada reorientasi pembelajaran efektif.
h)   Mengembangkan kulutur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran yang  menyenangkan, mengasyikan dan mencerdaskan  siswa.
i)     Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanaka proses pembelajaran

  1. Ruang lingkup
1)    Kedudukan
      Secara umum berkedudukan kabupaten/ kota, namun dapat disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing, misalnya rayon, gugus
2)    Keanggotaan
Meliputi semua guru mata pelajaran
3)    Kepengurusuan
Sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, Sekretaris, Bendahara, seksi-seksi dengan masa jabatan kurang lebih 2 tahun  yang dipilih secara demokratis
  1. Prinsip kerja
1)    Merupakan organisasi yang mandiri
2)     Dinamika organisasi yang dinamis berlangsung secara alamiah sesuai kondisi dan kebutuhan
3)     Mempunyai visi dan misi dalam upaya mengembangkan pelayanan pendidikan khususnya proses pembelajaran efektif dan efisien
4)    Kreatif dan inovatif dalam mengembangkan ide-ide pembelajaran yang efektif dan efisien
5)    Terbuka, fleksibel, aspiratif, akomudatif
6)     Memiliki  AD/ART, yang sekurang-kurangnya memuat:
a)    Nama dan Tempat
b)    Dasar, Tujuan dan Kegiatan
c)    Keanggotaan dan Kepengurusan
d)    Hak dan Kewajiban Anggota dan Pengurus
e)    Pendanaan
f)     Mekanisme Kerja
g)    Perubahan AD/ART serta Perubahan Organisasi       
  1. Peran KKG/MGMP
Dalam upaya meningkatkan kompetensi guru, maka KKG/MGMP harus berperan di dalam hal
1)    Mengakomodasi aspirasi dari, oleh, dan untuk anggota
2)    Mengakomodasi aspirasi masyarakat/stakeholder dan siswa
3)    Melaksanakan transformasi (perubahan) yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran
4)    Mitra kerja dinas pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan
  1. Fungsi KKG/MGMP
Untuk melaksanakan pran di atas, maka KKG/MGMP harus berfungsi sebagai
a.    Mediator à  peningkatan kompetensi guru
b.    Academic Supervisor à pendekatan penilaian appraisal
c.    Supporting Agencyà  manajemen kelas/sek.
d.    Collaborator à  organisasi profesi yg relevan
e.    Evaluator & Developerà school reform konteks MPMBS
f.     Reformator à  reorientasi pembelajaran efektif
Selanjutnya dari fungsi-fungsi di atas, KKG/MGMP dapat mengembangkan dalam berbagai bentuk kegiatan dengan cara
Ø  Menyusun program & mengatur jadwal dan tempat kegiatan.
Ø  Memotivasi guru untuk mengikuti kegiatan KKG/MGMP secara rutin.
Ø  Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
Ø  Mengembangkan program layanan supervisi akademis.
Ø  Mengembangkan silabus.
Ø  Mengupayakan lokakarya, seminar dan sejenisnya atas dasar inovasi pembelajaran.
Ø  Merumuskan pembelajaran yang variatif.
Ø  Berpartisipasi aktif dalam kegiatan KKG/MGMP Prov. dan AGMP Nas. serta berkolaborasi dengan KKS/MKKS secara kooperatif.
Dari kegiatan-kegiatan di atas pada dasarnya akan mengarahkan kepada kemampuan guru untuk
ü  Meningkatkan pemahaman terhadap kurikulum sehingga mampu untuk mengembangan kurikulum/silabus implementatif (berbasis kompetensi) yang sesuai dengan standar kompetensi pada mapel terkait, termasuk di dalamnya menyusun RPP,  Pengembangan bahan ajar dan sistim penilainnya
ü  Mengembangkan model  pembelajaran yang sesuai, menarik dan menyenangkan
ü  Meningkatakan pemahaman tentang pendidikan berbasis luas (Broad Based Education) dan Life Skill
ü  Mengembangkan dan melaksanakan analisis sarana pembelajaran
ü  Mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran berbasis computer
ü  Mengembangan media pembelajaran  yang sesuai, menarik dan menyenangkan
ü  Membuat alat peraga pembelajaran yang bermutu untuk mapel terkait
ü  Mengembangan profesi dan karir guru serta penulisan karya ilmiah , khususnya CAR, LS
  1. Pembiayaan
1)    Iuran pengembangan profesi guru yang diprogramkan melalui RAPBS
2)    Block grant melalui APBD/APBN
3)    Donatur atau sumbangan yang tidak mengikat
  1. Kolaborasi KKG/MGMP
Perlu kita sadari bahwa di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan, KKG/MGMP tidak akan dapat berrdiri sendiri. Oleh sebab itu perlu diadakan kolaborasi yang dapat dilakukan antara lain dengan
1)    Perguruan Tinggi
2)    LPMP/P4TK/Direktorat PMPTK
3)    Dinas Pendidikan
4)    Organisasi Profesi
5)    Dunia Usaha/Dunia Industri
6)    LSM
7)    Lembaga-lembaga Sosial/Pemerintah
8)    DLS
3.    Langkah-langkah mendirikan KKG/MGMP
a.    Penetapan organisasi
Di dalam menyusun suatu organsiasi KKG/MGMP, maka terlebih dahulu kita harus menentukan :
1)    Kerangka Anggaran Dasar KKG/MGMP
2)    Nama Organisasi , Tempat kedudukan
3)    Dasar, Tujuan, Bentuk Kegiatan
4)    Keanggotaan dan Kepengurusan
5)    Hak dan Kewajiban Anggota dan Pengurus
6)    Pendanaan
b.    Penyusunan  Mekanisme kerja
Agar organisasi ini terlihat ada ada wujudnya, maka kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan antara lain adalah
1)    Mengumpulkan guru mata pelajaran dengan bantuan kepala Dinas Pendidikan Kab / Kota
2)    Memilih pengurus melalui musyawarah dan  menentukan letak sekretariat
3)    Merancang kegiatan dan program kerja KKG/MGMP dengan mencari informasi dari berbagai sumber dan mengembangkannya di KKG/MGMP
4)    Mendata / Mencari dukungan dana dengan mengajukan proposal
5)    Membuat program monitoring dan evaluasi kerja dan pelaporan

c.    Penyusunan  Rancangan kegiatan
1)    Kegiatan  KKG/MGMP untuk Anggota
a)    Melakukan  reformulasi pembelajaran  melalui model- model pembelajaran yang variatif  seperti: 
§  Mempersiapkan Program Pengajaran dan mendiskusikan strategi alternatif pembelajaran yang    efektif
§  Merancang pengembangan silabus penilaian sesuai dengan paradigma baru  Pendidikan      
§  Merancang Lembaran  Kegiatan Ilmiah  untuk tiap kompetensi dasar
§  Mendiskusikan penggunaan media pembelajaran  yang tepat
§  Menyusun alat evaluasi
§  Meningkatkan kemampuan penguasaan TIK untu pembelajaran
b)    Mendiskusikan kesulitan  kesulitan yang dihadapi dalam KBM di kelas yaitu:    
§  Menampung permasalahan
§  Mendiskusikan solusinya   
c)    Memfasilitasi/menampung  Action Research guru, dan menyediakan jadwal presentasi
d)    Sosialisasi pembaharuan yang didapat oleh guru yang mengikuti penataran   tingkat nasional maupun tingkat provinsi.
e)     Kerjasama  dengan P4TK/LPMP/PT/Dinas Pendidikan/Dirjen PMPTK
f)     Memperluas wawasan guru dengan mendatangkan nara sumber/studi banding/studi lapangan
2)    Progam kerja untuk Tim Pengembang Guru Inti
a)    Mencari informasi tentang pembaharuan-pembaharuan   di bidang pendidikan  serta mengembangkannya di KKG/MGMP
b)    Mencari informasi tentang aneka model pembelajaran yang efektif     serta mengembangkannya di KKG/MGMP
c)    Memonitoring pelaksanaan kegiatan pembelajaran  kesekolah- sekolah     dalam bentuk supervisi terhadap guru anggota KKG/MGMP
d)    Mendiskusikan hasil supervisi dengan guru yang bersangkutan    dan merencanakan tindak lanjut hasil supervisi bersama Tim Pengembang
e)     Melakukan Evaluasi terhadap program kerja KKG/MGMP   dan membuat laporan, serta mengkaji pengembangan selanjutnya.

4.    Masalah-masalah yang dihadapi KKG/MGMP
  1. Managemen KKG/MGMP kurang berfungsi secara optimum.
  2. Masih kurang komitmen dan kesadaran sebagian guru untuk berusaha mengembangkan diri kegiatan di  KKG/MGMP
  3. Kesadaran dan komitmen  sebagian  pengurus terhadap tanggung jawabnya dalam organisasi masih perlu ditingkatkan
  4. Program-program KKG/MGMP kurang signifikan dan kurang sesuai dengan kebutuhan guru.
  5. Minimnya Pembinaan yang diberikan dari fihak-fihak yang kompeten
  6. Minimnya dana untuk melaksanakan program kerja, mendatangkan nara sumber dari pusat/perguruan tinggi/LPMP/P4TK kurang memadai
  7. Dana pendukung operasional KKG/MGMP kurang proposional.
  8. Dari laporan keuangan terlihat tidak ada dana yang dikeluarkan  untuk honor pengurus dan atau guru inti.
  9. Kurangnya kepedulian dan dukungan terhadap berbagai inisiatif yang dilakukan KKG/MGMP, baik yang diberikan dari Dinas  Pendidikan setempat, maupun dari Asosiasi profesi.
  10. Asosiasi profesi kurang mendukung kegiatan KKG/MGMP.
  11. KKG/MGMP kurang diberdayakan dalam peningkatan mutu pembelajaran.
        
5.    Solusi
  1. KKG/MGMP harus diberdayakan, karena merupakan wadah yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru di kelas.
  2. Di  KKG/MGMP  guru dengan gaya mengajar yang berbeda dan menghadapi siswa yang juga berbeda dapat berdiskusi , berbagi pengalaman dan mencari solusi permasalahan yang dihadapinya di kelas,
  3. Program KKG/MGMP agar dirancang sesuai dengan kebutuhan guru mata pelajaran dan juga disesuaikan dengan paradigma baru dibidang pendidikan.
6.    Penutup
Demikianlah materi yang dapat kami susun untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di KKG/MGMP.

Pemberdayaan  Guru
Melalui KKG/ MGMP


Seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, setiap guru dituntut meningkatkan profesionalisme guru. Dengan kata lain, setiap guru harus meningkatkan kompetensinya sebagai seorang guru, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial maupun profesional. Dengan kompetensi ini guru diharap dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik serta mampu mengembangkan profesinya.

Ada beberapa upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru. Upaya itu adalah melalui pendidikan dan latihan, pengembangan profesi seperti kegiatan pendidik dalam mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses belajar mengajar melalui pembentukan gugus sekolah dan sebagainya.

Salah satu upaya yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan serta terus digalakkan adalah pembentukan gugus sekolah. Pada prinsipnya gugus sekolah adalah wadah sekelompok guru bidang tertentu dari wilayah tertentu, misalnya tingkat kabupaten/ kota, sebagai tempat membicarakan masalah yang dihadapi bersama. Misalnya guru-guru matematika membentuk kelompok guru matematika. Selanjutnya anggota kelompok tadi diharap mampu melakukan pembinaan profesional di sekolah masing-masing. Di SD gugus sekolah ini dikenal dengan istilah kelompok Kerja Guru (KKG), di SMP/ SMA dengan istilah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan di SMK dengan istilah Musyawarah Guru Mata Diklat (MGMD).

Baik KKG, MGMP maupun MGMD mempunyai peranan penting dalam pengembangan program pendidikan di sekolah. Karena, melalui forum ini para  guru dapat mengadakan diskusi dan tukar pikiran mengenai masalah yang dihadapi di sekolah masing-masing. Selain itu, forum ini merupakan wadah profesional guru dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan.

Banyak kegiatan profesional guru yang dapat dibicarakan dalam forum ini, misalnya kegiatan pembuatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Seperti diketahui sejak 2004 pemerintah menggelindingkan sebuah kurikulum tingkat satuan pendidikan. Setelah melalui uji coba, mulai 2006 semua sekolah diharap sudah menerapkan KTSP. Berdasar PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP pasal 17 kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh-BNSP.
Namun, perlu disadari bahwa penyusunan kurikulum tidaklah mudah dan tidak setiap guru menguasai penyusunan kurikulum. Forum KKG/MGMP/MGMD- lah sebagai tempat bertukar pikiran para guru. Di sini para guru bisa saling menimba kelebihan maupun kekurangan sekolah masing-masing. Selain itu, para guru bisa menyumbangkan pemikirannya sehingga terkumpul masukan-masukan yang bisa dijadikan sebagai acuan penyusunan KTSP. Memang setiap sekolah mempunyai karakteristik berbeda. Namun, kerangka dasar KTSP setiap sekolah sama yaitu adanya kesamaan standar isi minimal yang dikeluarkan BSNP. Setiap sekolah boleh mengembangkan KTSP sesuai dengan kelebihan masing-masing.

Dari hasil diskusi itulah, para anggota KKG/MGMP/MGMD bisa mengambil pengalaman untuk menyusun KTSP di sekolah masing-masing. Selanjutnya, bisa dibicarakan masalah-masalah lain seperti rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, media pembelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Dengan demikian, guru bisa melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.

Selain sebagai tempat meningkatkan mutu proses belajar mengajar, KG/MGMP/MGMD juga sebagai tempat kegiatan pengembangan profesi. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan para guru misalnya menyusun karya ilmiah seperti karya tulis ilmiah bentuk penelitian, pembuatan buku, modul atau bahan ajar serta karya tulis ilmiah populer. Selain itu, kegiatan menerjemahkan/ menyadur buku atau bahan lain serta melaksanakan orasi ilmiah sesuai dengan bidang pelajaran atau bidang diklat. Dengan kegiatan ini, selain meningkatkan mutu pendidikan, sekaligus guru juga mengembangkan dirinya.

Namun demikian, banyak hambatan yang dialami pengurus KKG/MGMP/MGMD untuk menjalankan roda organisasi. Hambatan itu antara lain luas wilayah dan besarnya jumlah anggota, terutama di wilayah kabupaten. Boleh dikata setiap kabupaten mempunyai wilayah yang cukup luas. Hal ini tentu merupakan
kendala bagi pengurus untuk mengumpulkan guru di satu tempat secara periodik. Banyak waktu, tenaga dan dana yang diperlukan untuk menjalankan roda organisasi. Untuk mengatasinya bisa saja dibentuk kelompok atau kluster di tingkat kecamatan. Namun, untuk KKG di tingkat SD jumlah guru yang cukup besar tetap merupakan kendala serius. Lain halnya, untuk wilayah perkotaan. Jarak bukan merupakan masalah, hanya saja jumlah guru yang besar tetap merupakan masalah terutama untuk KKG.

Hambatan klasik lainnya adalah minimnya dana. Dana untuk kegiatan forum KKG/MGMP/MGMD pada umumnya berasal dari APBD. Anggaran ini diusulkan dinas pendidikan melalui pemerintah daerah dan disetujui DPRD. Di tengah rendahnya anggaran pendidikan, pengalaman menunjukkan bahwa anggaran yang disetujui pemerintah dan DPRD untuk forum ini boleh dikata sangat kecil. Sebagai contoh dalam satu tahun anggaran setiap MGMD hanya mendapat anggaran sebesar lima juta rupiah untuk sepuluh kali kegiatan. Itu pun kalau diterima penuh. Bisa dibayangkan satu kali kegiatan dengan anggaran lima ratus ribu rupiah, tentu tidak cukup untuk honor nara sumber, pembelian alat tulis, konsumsi dan uang transpor peserta sebanyak 30 orang misalnya.

Biasanya pengurus berharap pada pihak sekolah. Namun, setali tiga uang. Ada sekolah yang kurang antusias untuk mendukung forum ini dengan berbagai alasan. Misalnya, seringnya mengikuti forum ini membuat guru banyak meninggalkan kelas yang berakibat tidak tertibnya kelas. Akibatnya sering penentu kebijakan sekolah tidak mengizinkan guru mengikuti forum ini, apalagi memberi sumbangan dana. Padahal, kalau mau berpikir jernih dengan bertambahnya kualitas guru, sekolah dan murid bersangkutan akan mendapat manfaat yang cukup besar. Akhirnya perlu disadari bersama bahwa peningkatan profesionalisme guru merupakan kebutuhan berkesinambungan namun memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semuanya terpulang pada pihak-pihak yang terkait. Apakah pemerintah mau memberikan dana yang cukup untuk peningkatan profesi guru ?
Apakah penentu kebijakan sekolah mau mendorong para guru untuk berkembang maju?
Apakah guru itu sendiri mau mengembangkan profesinya ?
Tentu saja, kita berharap pihak-pihak terkait turut menghidupkan forum ini karena degan meningkatnya kualitas guru akan menguntungkan sekolah dan siswa. Kalau tidak, para guru tak usah kecewa, maju terus karena pengembangan profesionalisme guru merupakan keperluan pribadi. Siapa yang akan mengembangkan profesionalisme guru, kalau bukan dirinya-sendiri.




LEMBAR KERJA
 
 


Judul              : PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU MELALUI
  SERTIFIKASI
Sesi                 :  8 (Delapan)
Wakt    u          :  6 Jam Pelajaran @ 45 Menit
 


A.    Tujuan Mata Sajian
Setelah materi ini disajikan diharapkan peserta mampu:
1.    Menjelaskan dasar hukum pemberlakuakn sertifikasi guru dalam jabatan
2.    Menjelaskan makna dari guru sebagai profesi
3.    Menjekaskan makna pengembangan profesi guru melalui sertifikasi
4.    Menjelaskan sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio
5.    Menjelaskan sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan

B.    Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup mata tataran Pengembangan Profesi Melalui Sertifikasi ini antara lain:
1.    Dasar Hukum Sertifikasi
2.    Makna Profesi
3.    Makna pengembangan Profesi melalui Sertifikasi
4.    Sertifikasi Guru dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio
5.    Sertifikasi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan





C.   Prosedur Pembelajaran


 













D.   Uraian Pembelajaran
1.    Pembukaan
Pada tahap ini diisi dengan perkenalan, pengkondisian, mengidentifikasi harapan peserta dan penjelasan strategi serta tujuan pembelajaran.
2.    Materi Inti
Pada tahap ini dilakukan penelaahan konsep melalui pembahasan teori, diskusi dan Tanya jawab berkenaan dengan  pengembangan profesi melalui sertifikasi. Pembahasan dimulai dengan dasar hukum sertifikasi, makna profesi, dan pembahasan tentang sertifikasi melalui fortofolio dan jalur pendidikan. Diakhiri dengan sedikit praktek penyusunan portofolio untuk sertifikasi.
3.    Penutup
Pada tahap ini, dilakukan ulang/refleksi terhadap materi yang dibahas dan dibuat suatu rangkuman kegiatan pembelajaran


E.    Evaluasi
Evaluas dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung melalui pengamatan terhadap keaktifan, wawasan, sikap dan pengerjaan tugas-tugas.

F.    Alat Bantu
1.    White Board dan Board Marker
2.    Komputer dan Proyektor

G.   Daftar Pustaka
Dirjen dikti Depdiknas. (2008). Buku 2 tentang Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Penialian Portofolio.
Dirjen dikti Depdiknas. (2008). Buku 3 tentang Pedoman Penyusunan  Portofolio.
Dirjen dikti Depdiknas. (2008). Buku 4 tentang Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Penialian Portofolio untuk Guru.
Dirjen dikti Depdiknas. (2008). Buku 6 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.
Dirjen dikti Depdiknas. (2008). Buku 7 tentang Rambu-Rambu Penyusunan Kurikulum  Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.
Hamalik, Oemar, Prof. DR.H (2006). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina, DR. M.Pd .(2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Sagala, Syaiful, DR.H. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Peraturan Pemerintah RI Nomor. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan .
Permendiknas RI Nomor. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru .
Permendiknas RI Nomor. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.






LEMBAR INFORMASI
 
 




A.  Pendahuluan
Penerapan Standar Nasional Pendidikan merupakan kebijakan pemerintah yang sangat penting dalam rangka meningkatkan dan pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Dengan pemberlakukan standar nasional Pendidikan tersebut, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan pendidikan diaharapkan mampu menyiapkan penyelenggaraan proses pendidikan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses pendidikan ( baca: proses pembelajaran) diantaranya faktor guru, siswa,  sarana, alat dan media yang tersedia serta faktor lingkungan (Wina Sanjaya: 2006). Dari keempat faktor tersebut, guru merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses pendidikan.  Guru merupakan ujung tombak yang langsung berinteraksi dengan siswa di kelas. Keberhasilan siswa untuk belajar sangat bergantung  pada kualitas guru tersebut dalam menjabarkan standar isi kurikulum yang  berlaku. Dan penjabaran kurikulum tersebut oleh guru salah satunya dipengaruhi oleh kompetensi dan keprofesinalannya sebagai pendidik.
Pemerintah sangat memperhatikan peran dan kedudukan guru ini. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Peraturan Menteri  Pendidikan Nasional RI no. 16 Tahun 2007  mengatur tentang kualifikasi dan standar kompetensi Guru. Dalam Permendiknas RI tersebut, Profesionalisme guru ditentukan oleh empat kompetensi yaitu kompetensi Kepribadian, Sosial, profesional dan pedagogis.
Profesionalisme sangat dipengaruhi oleh waktu.  Profesionalisme akan berkembang menyesuaikan dengan perkembangan kemajuan masyarakat (Oemar Hamalik: 2006).  Begitu juga dengan profesionalisme seorang guru pasti mengalami perkembangan. Pekerjaan seorang guru merupakan suatu hal yang dinamis, yang akan dan harus berkembang sesuai tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Oleh karena itu, keprofesionalan guru harus selalu ditingkatkan dan dikembangkan melalui upgrading  kompetensinya. Sehingga akan mampu menunjukkan perilaku rasionalnya dalam mencapai tujuan yang dipersyaratkan.
Keberagaman masalah guru seperti latar belakang pendidikan, mismatch, jumlah dan menuntut adanya suatu penstandaran kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya. Bagaimana mungkin kita bisa mencapai Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan standar pendidikan yang lain, jika gurunya sendiri tidak terstandarkan kompetensinya sehingga mendekati ideal sebagai seorang profesional. Maka, sertifikasi sangat cocok untuk mencapai kondisi ideal tersebut.
Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
B.  Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi guru adalah sebagai berikut.
1.   Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.   Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
3.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
4.   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
5.   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
6.   Peraturan Mendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.

C.  Makna Profesi
Salah satu definisi profesi seperti yang diungkapkan oleh Dr. Sikun Pribadi (dalam Oemar Hamalik:2006) seperti berikut ini:
Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.

Berdasarkan definisi tersebut, kata profesi mengandung tiga makna strategis yaitu profesi sebagai suatu pernyataan atau janji yang terbuka, profesi sebagai suatu pengabdian, dan makna profesi sebagai suatu jabatan atau pekerjaan.
1.    Hakikat profesi sebagai suatu janji atau pernyataan terbuka
Dalam koridor keprofesionalan, terdapat kode etik-kode etik tertentu yang harus dipatuhi. Setiap pelanggaran kode etik tersebut akan berhadapan dengan sangsi/ hukum tertentu. Janji yang diucapkan seorang professional merupakan janji dari lubuk hatinya. Setiap penyataannya mengandung norma-norma atau nlai-nilai etik. Guru sebagai seorang professional dituntut berprilaku sesuai dengan janji saat menerima pekerjaan profesi kependidikan. Pada saat seorang guru mengikrarkan kode etik guru, maka mulai saat itu juga dia mengucapkan janjinya dan harus menyadari bahwa dibalik itu terdapat tanggungjawab beserta sangsi bila terjadi pelanggaran. Tentunya hal ini harus ditunjang oleh ketegasan pemerintah dalam menindak setiap pelanggaran yang terjadi pada kode etik guru itu. Jangan sampai, ketidaktegasan pemberian sangsi meimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada sosok guru sebagai professional. Disamping itu, pemberian penghargaan yang relevan kepada guru akan meningkatkan citra guru sebagai pendidik professional.

2.    Hakikat profesi sebagai suatu pengabdian
Pengabdian kepada masyarakat merupakan tujuan dari suatu profesinal. Suatu professional tidak semata-mata mencari keuntungan materi dan non materi. Usaha memberikan pelayanan dan kemanfaatan bagi masyarakat harus menjadi paradigma setiap langkah seorang profesional. Guru sebagai tenaga profesional kependidikan bertindak memberikan kemanfaatan kepada stakeholder pendidikan dan terutama siswa. Semangat pengabdian kepada masyarakat harus menjadi roh seorang guru.  Bukankah pada saat pertama kali diangkat menjadi guru kita membacakan janji dalam rangak pengabdian kepada Negara? Janji itu merupakan pernyataan janji profesionalisme seorang guru dalam memberikan pengabdian.

3.    Hakikat profesi sebagi suatu pekerjaan atau jabatan
Suatu profesi erat kaitannya dengan jabatan atau pekerjaan tertentu yang dengan sendirinya menuntut keahlian, pengetahuan, dan keterampilan tertentu pula (Oemar Hamalik: 2006). Seorang profesional dituntut untuk mampu membuat keputusan dan kebijakan yang tepat. Kompetensi merupakan kunci utama sebagai seorang profesioanal. Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah mengatur kompetensi tersebut, diantaranya kompetensi Kepribadian, Pedagogis, Profesional dan sosial. Konsekwensinya adalah setiap pihak harus memenuhi pencapaian kompetensi itu baik oleh guru sendiri, ataupun pihak yang mengatur  keberadaan guru seperti Sekolah, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan pemerintah pusat. Tidak dipenuhinya kompetensi tersebut oleh guru akan berakibat pada munculnya keputusan atau kebijakan kurang tepat dalam lingkup kompetensinya yang berpotensi merugikan siswa, orang tua dan pemerintah sendiri. Guru yang belum mencapai kompetensi Pedagogis akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat kebijakan-kebijakan dibidang pengelolaan kelas. Sehingga berpotensi memunculkan pembelajran yang tidak tidak tepat juga. Begitu juga, guru yang belum mencapai kompetensi professional (substansi materi) akan berpotensi membuat masalah dalam penguasaan dan penyampaian substansi materi kepada siswa, misalnya misskonsepsi. Dan bitu pula untuk kedua kompetensi lainnya (Kepribadian dan sosial)
Melihat beberapa penjelasan di atas tentang makna profesi, maka seorang yang berprofesi sebagai seorang guru harus memahami bahwa pekerjaannya tersebut akan berkaitan dengan kode etik keguruan yang diikrarkan saat mulai menjabat,  suatu pekerjaan dan pengabdian kepada masyarakat dan

D.  Pengembangan Profesi Guru
Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan bahwa guru merupakan pendidik professional. Seorang professional berkaian dengan kompetensi yang harus dipenuhi. Profesi guru sebagai seorang professional memiliki empat kompetensi yakni: Pedagogis, sosial, kepribadian, Profesional (substansi Materi).
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (diciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content); (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan.
Kompetensi berupa keahlian, wawasan, pengetahuan dan keterampilan sangat berkaitan dengan waktu. Karena setiap waktu (zaman), memiliki perbedaan kebutuhan dan perkembangan iptek tertentu. Kebutuhan masyarakat lima tahun kebelakang dengan tahun sekarang akan memiliki perbedaan. Menjadikan guru sebagai profesi tentunya tidak untuk  satu atau dua tahun, tetapi untuk berpuluh-puluh tahun lamanya. Jika setiap kurun waktu memiliki perbedaan kebutuhan, maka sudah selayaknya seorang guru harus mampu dan mau mengembangkan kompetensinya, atau mengembangkan keprofesionalannya. Pengembangan profesi ini bisa dilakukan secara mandiri melalui kegiatan pengembangan profesi, atau oleh pihak terkait lainnya.
Kegiatan pengembangan profesi guru merupakan kegiatan pengamalan atau penerapan keterampilan guru untuk peningkatan mutu belajar mengajar, atau menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia pendidikan secara umum (Supardi:2007). Dengan mengacu pada definisi tersebut, pengembangan profesi guru melalui sertifikasi merupakan usaha meningkatkan profesionalisme guru atau meningkatkan kompetensi seorang guru sebagai pendidik professional.  

E.  Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan guru berupa tunjangan profesi bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (swasta). Di beberapa negara, sertifikasi guru telah diberlakukan, misalnya di Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Sementara itu, di Denmark baru mulai dirintis dengan sungguh-sungguh sejak 2003. Di samping itu, ada beberapa negara yang tidak melakukan sertifikasi guru, tetapi melakukan kendali mutu  dengan mengontrol secara ketat terhadap proses pendidikan dan kelulusan di lembaga penghasil guru, misalnya di Korea Selatan dan Singapura. Namun semua itu mengarah pada tujuan yang sama, yaitu berupaya agar dihasilkan guru yang bermutu (buku 4 panduan sertifikasi,2008).
Seperti yang telah dinyatakan dalam pendahuluan bahwa guru merupakan pendidik profesional. Sehingga dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dibuktikan dengan ijazah dan persyaratan relevansi mengacu pada jejang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang diampu. Misalnya, guru SD dipersyaratkan lulusan S1/D-IV jurusan/program studi PGSD/Psikologi/ Pendidikan Lainnya, sedangkan guru Matematika SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK dipersyaratkan lulusan S1/D-IV jurusan/program studi Matematika atau Pendidikan Matematika. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Sebagai bukti bahwa persyaratan tersebut telah dipenuhi, guru harus memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh setelah lulus uji kompetensi. Uji kompetensi guru dalam jabatan dilakukan melalui dua cara yaitu (1) penilaian portofolio dan (2) melalui jalur pendidikan.

1.    Sertifikasi Guru Melalui Penilaian Portofolio
Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran. Dokumen portofolio guru berisi data dan informasi catatan pengalaman guru dalam upaya meningkatkan profesionalitasnya dalam proses belajar mengajar.

Portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian portofolio mencakup:
a.    kualifikasi akademik
b.    pendidikan dan pelatihan
c.    pengalaman mengajar
d.    perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
e.    penilaian dari atasan dan pengawas
f.     prestasi akademik
g.    karya pengembangan profesi,
h.    keikutsertaan dalam forum ilmiah
i.      pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan
j.      penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk menilai kompetensi guru sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi.
Berikut ini diuraikan persyaratan peserta dan prosedur penilaian portofolio:
a.    Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi.
b.    Guru PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
c.    Untuk guru PNS memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun. Guru bukan PNS harus 5 tahun secara berturut-turut pada sekolah atau yayasan yang sama.
d.    Guru bukan PNS adalah guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

Portofolio dinilai oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru yang dikoordinasikan Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG). Unsur KSG terdiri atas LPTK,Ditjen DIKTI, dan Ditjen PMPTK. Secara umum mekanisme pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan disajikan pada Gambar 2.1.



 
















Gambar 2.1 Alur Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan








Penjelasan alur sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio sebagaimana gambar di atas sebagai berikut.
  1. Guru dalam jabatan peserta sertifikasi, menyusun dokumen portofolio dengan mengacu Pedoman Penyusunan Portofolio.
  2. Dokumen portofolio yang telah disusun kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk diteruskan kepada Rayon LPTK Penyelenggara sertifikasi untuk dinilai.
  3. Rayon LPTK Penyelenggara Sertifikasi terdiri atas LPTK Induk dan LPTK Mitra.
  4. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi dapat mencapai angka
  5. minimal kelulusan, maka dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikat pendidik.
  6. Apabila skor hasil penilaian portofolio telah mencapai batas kelulusan namun secara administrasi masih ada kekurangan maka peserta harus melengkapi kekurangan tersebut (melengkapi administrasi atau MA). Misalnya ijazah belum dilegalisasi, pernyataan peserta pada portofolio sudah ditandatangani tanpa dibubuhi materai, dan sebagainya.
  7. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi belum mencapai angka minimal kelulusan, maka Rayon LPTK menetapkan alternatif sebagai berikut.
1)    Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesi pendidik untuk melengkapi kekurangan portofolio (melengkapi substansi atau MS) bagi peserta yang memperoleh skor 841 s/d 849. Apabila dalam kurun waktu satu bulan peserta tidak mampu melengkapi akan diikutsertakan dalam Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
2)    Mengikuti PLPG yang mencakup empat kompetensi guru dan diakhiri dengan uji kompetensi. Peserta yang lulus uji kompetensi memperoleh Sertifikat Pendidik. Peserta diberi kesempatan ujian ulang dua kali (untuk materi yang belum lulus). Peserta yang tidak lulus pada ujian ulang kedua dikembalikan ke dinas pendidikan kabupaten/kota.

2.    Sertifikasi Guru Melalui Jalur Pendidikan
Sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio dan jalur pendidikan. Penetapan peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio berdasarkan pada urutan prioritas masakerja sebagai guru, usia, pangkat/golongan, beban mengajar, tugas tambahan, dan prestasi kerja. Dengan persyaratan tersebut diperlukan waktu yang cukup lama bagi guru muda yang berprestasi untuk mengikuti sertifikasi. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan yang mampu mengakomodasi guru-guru muda berprestasi yaitu melalui jalur pendidikan.
Sasaran program sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan adalah guru SD dan SMP yang lulus seleksi administrasi di dinas pendidikan kota/kabupaten dan seleksi akademik yang dilakukan LPTK bersama Ditjen Dikti. Guru-guru tersebut adalah:
1.    guru SD (guru kelas)
2.    guru SMP untuk bidang studi Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Kesenian, Olah raga, PKn, Bimbingan dan Konseling
Secara umum tujuan sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan adalah meningkatkan kompetensi peserta agar mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Secara khusus program ini bertujuan sebagai berikut:
a.    Meningkatkan kompetensi guru dalam bidang ilmunya.
b.    Memantapkan kemampuan mengajar guru.
c.    Mengembangkan kompetensi guru secara holistik sehingga mampu bertindak secara profesional.
d.    Meningkatkan kemampuan guru dalam kegiatan penelitian dan kegiatan ilmiah lain, serta memanfaaatkan teknologi komunikasi informasi untuk kepentingan pembelajaran dan perluasan wawasan.

Kurikulum program sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan dikembangkan berdasarkan pertimbangan kompetensi utama yang sangat diperlukan, yang belum secara mantap dikuasai oleh guru. Rambu-rambu kurikulum program ini diprioritaskan untuk guru kelas SD dan guru bidang studi sekolah lanjutan dan guru bimbingan konseling (BK). Pengambilan mata kuliah didasarkan pada hasil penelusuran kemampuan awal yang dilakukan oleh LPTK. Dimungkinkan peserta dibebaskan dari perkuliahan tatap muka pada mata kuliah tertentu. Misalnya, seorang guru telah melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai peneliti utama dan laporannya telah dinilai dengan hasil baik (B), maka peserta tersebut dapat dibebaskan dari perkuliahan PTK.
Diakhir perkuliahan, dalam rangka sertifikasi, peneyelenggara pendidikan melaksanakan assessmen melalui uji kompetensi. Pelaksanaan uji kompetensi meliputi  ujian tulis, ujian Praktek dan Uji kompetensi Kepribadian dan sosial.
Dalam Ujian tulis, materi uji dipilih yang relevan dengan mata kuliah yang telah ditempuh. Ujian akhir harus dapat memastikan bahwa peserta telah memenuhi standar kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Ujian praktik merupakan uji kinerja guru peserta pendidikan dalam mengelola pembelajaran di kelas. Uji kinerja guru sekurang-kurangnya meliputi aspek (1) penyusunan RPP, (2) kegiatan pra pembelajaran (pengecekan kesiapan kelas dan apersepsi), (3) kegiatan inti (penguasaan materi, strategi pembelajaran, pemanfaatan media/sumber belajar, evaluasi, dan penggunaan bahasa), dan (4) penutup (refleksi, rangkuman, dan tindak lanjut).
Dalam Ujian Praktek, materi yang diujikan adalah materi yang sebelumnya telah dilatihkan, yakni cara mengajarkan materi pembelajaran atau cara konseling bagi guru BK yang dilatihkan dan diujikan teori.   
Sedangkan uji kompetensi kepribadian dan sosial dialkukan malalui kegiatan yang terpadu pada program pendidikan. Pembiasaan berperilaku sebagai guru yang memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dilakukan dengan cara peserta selalu diingatkan secara lisan ataupun tulisan yang ditempel di tempat pendidikan, bahwa mereka harus berpakaian rapi, berperilaku santun, dan mampu bekerjasama. Selain itu, kepada peserta program juga disampaikan bahwa mereka akan dinilai oleh teman sesama peserta program mengenai kompetensi kepribadian dan kompetensi sosialnya.

Alur sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan disajikan pada Gambar 3.1.


 


























Gambar 3.1: Alur Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan

Penjelasan alur sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan sebagai berikut.
1.    Guru yang memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan mendaftar ke Dinas Kabupaten/Kota dengan melengkapi berkas sesuai pedoman penyelenggaraan.
2.    Dinas Kabupaten/Kota melakukan seleksi administratif kepada calon peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan, sesuai dengan rambu rambu yang telah ada. Masing-masing Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota mengusulkan 1 (satu) orang guru SMP per bidang studi dan 2 orang guru SD yang telah diseleksi ke Ditjen Dikti.
3.    Rekap calon peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan beserta dokumen kelengkapannya dikirimkan ke Ditjen Dikti.
4.    Ditjen Dikti memfasilitasi seleksi akdemik yang dilakukan LPTK penyelenggara sertifikasi melalui jalur pendidikan untuk menetapkan calon peserta program. Ditjen Dikti menetapkan alokasi peserta pada masing-masing LPTK yang ditunjuk.
5.    Peserta yang lolos seleksi akademik mengikuti Pemetaan Kemampuan Awal untuk menentukan jumlah SKS yang wajib diambil selama mengikuti sertifikasi guru melalui jalur pendidikan.
6.    Pelaksanaan pendidikan selama 2 semester di LPTK, peserta wajib lulus semua matakuliah selama program, sebagai syarat untuk dapat mengikuti uji kompetensi dalam rangka memperoleh sertifikat pendidik.
7.    Peserta yang lulus semua mata kuliah diikutkan uji kompetensi. Bagi peserta yang belum lulus ujian mata kuliah diberi kesempatan mengikuti pemantapan dan ujian ulangan sampai 2 kali.
8.    Untuk peserta yang tidak lulus satu atau lebih mata kuliah setelah ujian
9.    ulangan sebanyak dua kali, maka peserta dikembalikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pembinaan.
10.  Peserta uji kompetensi yang tidak lulus diberi kesempatan untuk mengikuti remidi di LPTK. Kesempatan remidi diberikan dua kali. Bila peserta gagal uji kompetensi yang ke-3, maka peserta diserahkan kembali ke Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk mendapatkan pembinaan.

F.  Sertifikat Pendidik
Pemberian sertifikat pendidik bagi peserta yang lulus sertifikasi guru dikeluarkan oleh LPTK berpedoman pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 02/KSG-DIKTI/2007 tanggal 22 Oktober 2007 dan Nomor 02/KSG-DIKTI/2008 tanggal 28 Februari 2008.



LEMBAR TUGAS
 
 



TUGAS
Tugas ini dilakukan secara berkelompok dan dibimbing oleh fasilitator. Melakukan praktek penyusunan dan perhitungan portofolio untuk persiapan sertifikasi. Pengerjaan tugas ini memerlukan dokumen panduan perhitungan Fortofolio dan rubric penilaian portofolio.


PENELITIAN TINDAKAN KELAS




Disajikan pada ToT KKG MGMP KKPS  LPMP Jabar





 










OLEH :
             Drs. Tatang Sunendar  MSi















DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) JAWA BARAT
TAHUN 2008






PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.  PENDAHULUAN
Di negara – negara maju seperti : Inggris, Amerika, Australia, dan Kanada penelitian tindakan kelas ( Classroom Action Research ) atau PTK tel;ah banyak dilakukan oleh guru – guru, bahkan dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang  dilakukannya. PTK terbukti telah dapat meningkatkan kemampuan professional  guru – guru di sana. Kemudian kegiatan PTK dijadikan sebagai agenda kegiatan utama dalam meningkatkan kemampuan guru dan dalam program pengembangan sekolah. Melalui PTK mereka dapat meninjau kembali proses pembelajaran yang dilakukannya, apakah sudah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, apakah siswa terlibat aktip dalam proses pembelajaran, tujuan pembelajaran telah tercapai?  Dengan mengadakan observasi dan refleksi atas kegiatan yang telah dilaksanakan, diharapkan dapat dijumpai kelemahan – kelemahan yang terjadi dalam pembelajaran tersebut, untuk kemudian diadakan perbaikan.
Sebagian besar guru – guru di Indonesia, masih awam dengan istilah dan Pengertian PTK, walaupun sesungguhnya dengan tanpa disadari, mereka telah melakukannya.
Melalui tulisan ini penulis ingin berbgi sedikit informasi dan pengalaman tentang pelaksanaan PTK bagi rekan – rekan sejawat. Dengan informasi ini, penulis yakin bahwa ada teman guru yang akan segera mencobanya karena apa yang harus dilakukan dalam PTK ini tidak lepas dari pekerjaan keseharian sebagai seorang guru. Guru yang bersangkutan harus mempunyai keinginan untuk memperbaiki sendiri kelemahan dan kekurangan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya.
1.    Pengertian PTK
Beberapa ahli PTK masing – masing   memberikan definisi  diantaranya  yang dikemukakan oleh Stephen  Kemmis, seperti yang dikutip D. Hopkins, dalam bukunya yang berjudul A Teacher’s Guide the Classroom Action Research, Bristol, PA, Open University Press, 1993, halaman 44. mengatakan bahwa action research adalah :
…. A form of self reflective inquiri undertaken by participants in a social
( including educational ) situation in order improve the rationality and justice of
(a)their own social or educational practices. (b) their understanding of these
practices, and © the situations in which practices are carried out.

Pengertian di atas, dapat dicermati bahwa PTK merupakan suatu bentuk kaian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang ditujukan untuk memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakuakan selama proses pembelajaran, serta untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang masih terjadi dalam proses pembelajran dan untuk mewujudkan tujuan – tujuan dalam proses pembelajaran tersebut. Jika proses inquiri dan perbaikan pembelajran diakuakan  secara terus – menerus, diyakini sepenuhnya bahwa kemampuan professional guru akan terus meningkat sesuai dengan harapan banyak pihak
Mc Ciff ( 1992 )  dalam bukunya yang berjudul  Action Research :  Principles  and Practice memandang PTK sebagai bentuk penelitian refleksi yang dilakukan guru hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar dan sebagainya.
Kajian tentang situasi social dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya --- telaah, diagnosis perencanaan pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh --- menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dan perkembvangan professional ( Elliot,1982 : 1 )
Refleksi penelitian tindakan adalah intervensi skala kecil terhadap tindakan di dunia nyata dan pemeriksaan cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut
( Cohen dan Manion, 1980 : 174 ).
Penelitian tindakan adalah suatu bentuk diri kolektif yang dilakukan oleh peserta – pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan praktek social mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktek  -  praktek itu dan terhadap situasi tempat  dilakukan praktek – praktek tersebut ( Kemmis dan Tagart, 1988 : 5 – 6 )
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menafsirkan pengertian PTK secara lebih luas, secara singkat PTK dapat di definisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek – praktek pembelajran di kelas, ssehingga kondisi ini, sangat menghambat pencapaian tujuan pembelajran. Karena itu, guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat  siswa terhadap pembelajaran dapat ditingkatkan.
2.   Karakteristik  PTK
  Karakteristik tindakan sebagai berikut  ( Cohen dan Manion, 1980 ) :
  a.    Situsional, praktik, dan secara langsung gayut ( relevan ) dengan situasi
nyata dalam dunia kerja. Ia berkenan dengan diagnosis suatu masalah               dalam  kontek tertentu dan usaha untuk memecahkan masalah tersebut.
Subjeknya siswa di kelas, anggota staf, dan yang lain penelitiannya terlibat dengan mereka.
b.  Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah.  Penelitian tindakan juga bersifat empiris dalam hal bahwa ia mengandalkan observasi  nyata dan data perilaku, dan tidak lagi termasuk kajian   panitia yang subyektif atau pendapat orang berdasarkan pengalaman masa  lalu.
 c.  Fleksibel dan adaptif, memungkinkan adanya perubahan selama masa 
      percobaan dengan mengabaikan pengontrolan karena lebih  menekankan
      tanggap dan pengujicobaan dan pembaharuan di tempat kejadian.
 d.  Partisipatori karena peneliti atau anggota tim peneliti sendiri ambil bagian secara langsung  atau tidak langsung dalam melaksanakan  penelitiannya.
 e.  Self – evaluatif, yaitu modifikasi secara kontinyu dievaluasi dalam situasi
      yang ada, tujuan akhirnya ialah untuk meningkatkan praktik dalam cara
      tertentu.
 f.   Meskipun berusaha secara sistematis, penelitian tindakan secara ilmiah
      kurang ketat karena kesahihhan dan luarnya lemah.
 3.  Tujuan PTK        
Semua kegiatan penelitian tindakan memiliki dua tujuan utama   yakni untuk meningkatkan dan melibatkan. Penelitian tindakan bertujuan untuk meningkatkan tiga hal, yaitu :
   a. Peningkatan praktek
   b. Peningkatan ( atau pengembangan profesionalisme ) pemahaman praktek oleh praktisinya; dan
  c. Peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktek ( Grundy dan Kemmis  1982 : 84 ).
4.  Sifat  PTK
a. Permasalahan yang di bahas berbasis  kelas
b. Kolaboratif
c. Tidak menguji teori
d. Tidak mengeneralisasikan
e. Tidak ada populasi dan sampel
f.  Tidak kelompok eksperimen dan kontrol
g   dilakukan melalui  berdasarkan siklus    
6.  Prinsip – prinsip PTK
 a. Tidak mengganggu komitmen mengajar;
 b. Tidak menuntut waktu tertentu untuk pengamatan secara khusus;
 c. Metode pemecahan masalah real
  d. Pemecahan berorientasi pada   pemecahan masalah guru  kesehariannya;
 e. Pekerjaan guru ialah mengajarkan perlu ada peningkatan, perubahan sesuai dengan   kondisi peserta didik;
 f. Masalah penelitian didasarkan atas tanggungjawab  professional;
g. Kepedulian yang tinggi atas prosedur etika pekerjaannya diketahui      pimpinan, disosialisasikan kepada rekan – rekan, tatakrama penelitian akademik; dan
 h. Permasalahan tidak hanya kelas, tetapi juga mencakup perspektif misi                   sekolah.
 7.  Butir Kunci PTK       
  a. Memperbaiki;
   b. Partisipatori ( kinerja sendiri );
  c. Berkembang melalui proses refleksi yagn bersifat spiral
   d. Kolaboratif;
 e. Proses  pembelajaran sistematis;
  f. Membangun teori secara induktif menentukan praktek/kegiatan belajar ;
g. Memerlukan evidensi yang dapat memeriksa gagasan dalam praktek;
 h. Mendeskripsikan apa yang terjadi, melakukan analisis, kolaborasi, dan penilaian; dan
 i. Ada kemungkinan resistensi/penolakan baik dari diri sendiri maupun orang lain yang terkena dampak.
  8. Manfaat PTK  
  a. Informasi pembelajaran;
   b. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah; dan
  c. Peningkatan Profesionalisme Guru
8. Fungsi PTK
 a. Fungsi PTK sebagai alat untuk  meningkatkan kualitas pelaksanaan   kerja. Di sekolah dan ruang kelas, misalnya, penelitian tindakan dapat memiliki lima kategori fungsi sebagai ( Cohen dan Manion, 1980 ) :
1)  Alat untuk memecahkan masalah yang didiagnosis dalam situasi   tertentu;
2)  Alat pelatihan dalam jabatan, dengan demikian membekali guru yang bersangkutan serta keterampilan dan metode baru, mempertajam kemampuan anlisisnya, dan perubahan;
3)  Alat untuk mengenalkan pendekatan tambahan atau inovsi pada pengajran dan pembelajaran ke dalam sistem yang ada biasanya menghambat inovasi dan perubahan;
 4)  Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya kurang lancar antara guru lapangan dengan penelitian akademis, dan memperbaiki kegagalan penelitian tradisional dalam memberikan deskripsi yang jelas; dan
 5)  Alat untuk menyediakan alternative yang lebih baik daripada pendekatan yang lebih subjektif dan impresionistik pada pemecahan masalah di dalam kelas.
  Dari lima kategori di atas, kalau direduksi fungsi penelitian tindakan tersebut sebenarnya sebagai alat untuk meningkatkan kualitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan pendidikan.
 Selanjutnya Cohen dan Manion, 1980) menyatakan bahwa bidang garapan penelitian tindakan meliputi :
a)  Metode mengajar;
 b)  Strategi belajar;
 c)  Prosedur evaluasi;
 d)  Perubahan sikap dan nilai;
e)  Pengembangan jabatan guru;
 f)   Pengelolaan dan pengendalian; dan
 g)  administrasi.
Bidang garapan penelitian tindakan lainnya yang juga perlu mendapat perhatian
ialah :
(1)  Media pembelajaran, baik cetak maupun non cetak, elektronik dan  non elektronik
 (2)  Lingkungan belajar ( setting );
 (3)  Materi pembelajaran;
 ( 4) Kurikulum; dan
 ( 5) Model – model pembelajaan.
10.Kelebihan dan Kekurangan PTK
a.  Penelitian tindakan, seperti halnya jenis pnelitian lain, memiliki    kelebihan dan kekurangan. Peneliti dapat mengurangi kekurangannya  dan memaksimalkan kelebihannya. Shumsky ( 1982 ) telah mencatat kelebihan penelitian tindakan sebagai:
1) Kerja sama dalam penelitian tindakan menimbulkan rasa memiliki;
2) Kerja sama dalam penelitian tindakan mendorong kreativitas dan pemikiran kritis;
3) Kerja sama meningkatkan kemungkinan untuk berubah; dan
4) Kerja sama dalam penelitian meningkatkan kesepakatan.
b. Meskipun memiliki kelebihan – kelebihan sepeti disebutkan di atas, penelitian tindakan memiliki beberapa kelemahan, sebagai berikut  :
1)  Berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalamTeknik dasar penelitian tindakan pada pihak peneliti
2) Berkenaan dengan waktu. Karena itu, penelitian tindakan memerlukan komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya, factor waktu ini dapat menjadi kendala yang besar. Praktisi yang ingin melakukan tugas rutinnya dan untuk melakukan penelitian.
  11.  Merumuskan Masalah
a) Masalah adalah kesenjangan antara yang seharusnya dengan kenyataan yang terjadi;
b) Masalah dapat berasal dari pengamatan terhadap kenyataan yang terjadi di dalam proses belajar mengajar;
 c) Gagasan bahwa sesuatu mungkin dapat diperbaiki;
 d)  Masalah dapat dirumuskan seyogyanya merupakan masalah yang   penting menurut  orang lain dan dapat memperbaiki aspek pengajaran;
e)   Masalah yang diteliti mudah dilaksanakan.
12. Merencanakan Tindakan                                
 Rencana tindakan diperoleh dari hasil pemikiran reflektif terhadap Sesuatu masalah. Pemeikiran tersebut berasal dari pengalaman dari  Seseorang yang memiliki kepedulian terhadap praktek pengajaranny
 13.      Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
a. Observasi adalah upaya mengamati dan mendokumentasikan hal – hal yang terjadi selama tindakan berlangsung. Kemudian obsevasi hal – hal yang harus diperhatikan ialah perencanaan bersama, focus, penentuan criteria, keterampilan observasi, dan umpan balik. Sedangkan dalam melakukan observasi ada tiga fase, yaitu perencanaan, observasi kelas, dan pembahasan umpan balik.
 b.  Pertemuan perencanaan menentukan obsevasi  ( pengamat ) dan observer ( yang diamati ). Keduanya guru, hartus menyamakan persepsi apa yang akan diamati, criteria yang diperlukan  rentang katagori terhadap munculnya waktu dan respon siswa dalam pertanyaan guru. Secara rinci sasaran observasi sebagai berikkut :
 1)  Apakah tindakan sudah sesuai dengan rencana ?
 2)  Adakah tanda – tanda akan tercapai tindakan ?
 3)  Jika sudah ada maka pelaksanaan tindakan dapat diteruskan sesuai dengan rencana.  14.    Pemecahan Masalah
       Misalnya model pembelajaran X melalui tindakan Y, Contoh ”Peningkatan Pemahamanan Konsep Asam Basa Malalui Teknik Jigsaw”
15.     Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
 a. Teknik pengolahan dan analisis data  akan dilakukan secara kualitatif,     mengkatagorikan dan mengklarifikasikan berdasarkan analisis kaitan logisnya kemudian ditafsirkan dalam   konteks keseluruhan permasalahan penelitian. Peneliti dalam kegiatan ini berusaha untuk memunculkan makna dari setiap data yang diperoleh, sehingga data tidak bersifat deskriptif akan tetapi dapat menyentuh dimensi transenden untuk mencapai derajat tertentu, berpikir divergenyang kreatif walaupun mengandung spekulasi dan resiko tertentu.
16 Langkah – Langkah Pengolahan Data
 a. Katagorisasi dan Kodifikasi, dalam tahap ini data yang telah terkumpul ditulis dalam kartu data, kemudian diseleksi , dihimpun, dipilah – pilah dengan karakterisknya;
 b. Display dan klasifikasi data, bahwa untuk melihat gambaran  data,  keseluruhan atau bagian – bagian tertentu, maka dilakukan klasifikasi;
 c.  Membuat kesimpulan dan verifikasi sebenarnya pada penelitian ini,      pengambilan kesimpulan sudah dilakukan sejak awal tetapi terus menerus dikembangkan diverifikasikan selama penelitian berlangsung.
  17.     Tahap Validasi
  a. Saturasi :    mengacu pada pemeriksaan frekuensi dan distribusi enomena ( 1958 : 663 ) serta Glasser dan saturasi mengacu pada saturasi, yakni situasi tidak ada data tambahan yang dijumpai  untuk   membuat ranah dan katagori ( 1967 : 67 ). Ketika teknik saturasi digunakan dalam situasi penelitian kelas menunjukkan, bahwa katagori sasi yang dihasilkan dari observasi diuji secara berulang – ulang  sehingga diperoleh tingkat kebenaran atau keyakinan yang tinggi terhadap hasil suatu tindakan;
 b. Member Check ( Nasution, 1988 ), yakni mencek kebenaran dan kesahihhan sumber data;
  c. Audit trail  ( Nasution, 1988 ), yaitu mencek kebenaran hasil penelitian beserta prosedur dan metode pengumpulan data dengan cara mendiskusikan hasil – hasil yang didapat bersama kelompok; dan
d. Expert opinion ( Nasution, 1988 ), yaitu pengecekan terhadap yang didapatkan penelitian kepada pakar yang professional di bidang ini.
18.Tahapan Pelaksanaan PTK
 PTK dilaksanakan dalam bentuk proses pengkajian berdaur  ( siklus ) yang terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a.  Perencanaan ( planning );
 b. Tindakan ( action ) diikuti oleh pengamatan ( observation ); dan
c. Refleksi ( refleksion ). Untuk memudahkan pemahaman kita tentang kitiga tahap dalam prosedur  PTK, secara visual dapat dilukiskan dalam bentuk spiral PTK di bawah ini!                                    


SIKLUS PELAKSANAAN PTK



















Oval: SIKLUS  1
-

perencanaan
 




pengamatan
 





 


















          Bagan di atas dapat memperjelas bagaimana prosedur pelaksanaan PTK dalam upaya memecahkan permasalahan. Untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul atau mungkin terjadi dalam proses pembelajaran, guru harus selalu membuat perencanaan terlebih dahulu, baru kemudian pelaksanaan tindakan sebagai implementasi perencanaan tersebut. Pelaksanaan tindakan selalu disertai dengan pengamatan, baik oleh pelaku sendiri maupun oleh observer lain. Hal ini, observer yang dimaksud juga boleh siswa, rekan guru, kepala sekolah, atau orang lain. Observer dilakukan sebagai upaya pengumpulan data. Observer berperan melihat, mendengar, dan mencatat segala yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung, baik dengan atau tanpa menggunakan alat Bantu pengamatan. Obsever hendaknya tidak menyalahkan tetapi bersifat mendukung, bukan menilai dan setelah diperoleh mungkin dilakukan diskusi balikan.
            Pelaksanaan diskusi tentang data yang diperoleh dari hasil pengamatan maupun dari tes akan diseleksi, disederhanakan, diorganisasikan secara sistematik dan rasional serta dengan teknik tri-angulasi akan diperoleh suatu kesimpulan. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan refleksi. Refleksi dilakukan secara bersama –sama  untuk mengetahui hal – hal mana saja yang sudah harus dipertahankan dan hal – hal mana yang masih harus ditingkatkan atau ditinggalkan. Jika kegiatan yang disebut refleksi ini dilakukan dengan benar telah melibatkan semua yang terkait, maka kegiatan pembelajran atau pelaksanaan tindakan kelas akan selalu bermuara pada hasil suatu tindakan yaitu penyusunan perencanaan dan tindakan perbaikan berikutnya.
            Pengkajian seperti membuat perencanaan pembelajaran yang berorientasi pada suatu tujuan melaksanakan perencanaan tersebut yang disertai pengamatan guna memperoleh data tentang pelaksanaan pembelajaran, baik tentang kelebihan maupun kelemahannya. Hasilnya dianalisis, dan dikaji secara bersama – sama guna pelaksanaan penyusunan perencanaan tindakan perbaikan inilah yang disebut dengan satu siklus dalam PTK.

19. Perbedaan Antara  PTK dan Non PTK
Non  PTK
PTK
-          Dilakukan oleh pihak luar;
-          Ketata terhadap syarat – syarat formal, seperti ukuran sample, popuilasi harus representative;
-          Instrumen dikembangkan hingga valid dan reliable;
-          Menggunakan analisis statistik yang lebih rumit;
-          Mensyaratkan hipotesis penelitian;

      
-          Tidak langsung memperbaiki
praktek proses pembelajaran;
      -     Diarahkan pada generelisasi.
-          Dilakukan oleh guru;
-          Fleksibel terhadap ukuran sample dan populasi

-          Tidak dituntut pengembangan
Instrument;
-          Tidak menggunakan analisis
       Statistic yang rumit;
-          Tidak menggunakan hipotesis
penelitian kecuali hipotesis
tindakan dapat memperbaiki proses/praktek;
-          Pembelajaran secara langsung
Doiperbaiki;
-          Tidak diarahkan kepada genereli
Sasi.

20. Langkah Praktis Pelaksanaan PTK
  Tugas keseharian guru sesungguhnya telah mencerminkan PTK. Bagaimana  PTK dilakukan ? berikut dijelaskan tahap – tahap pelaksanaan PTK, yaitu : a. Merasakan adanya Masalah Untuk dapat merasakan  adanya masalah terdapat beberapa tahap yang harus kita lakukan, seperti :
1) Merasakan ketidak puasan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan;
2) Berpikir balik untuk melihat sisi lemah pembelajarn;  dan
3) Ada kemauan untuk memecahkannya.
 Berikut contoh masalah yang biasanya ada di lapangan, seperti :
  ( 1 ) Rendahnya hasil belajar siswa
  ( 2 ) Rendahnya motivasi belajar siswa;
 ( 3 ) PBM terkesan membosankan;
  ( 4 ) Kurangnya keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat; dan
  ( 5 ) Kurangnya keberanian siswa untuk bertanya.
 b. Identifikasi Masalah
  Upaya mengidentifikasi masalah hendaknya ada beberapa hal yang  perlu diperhatikan, yaitu :
1)     Tanya kepada diri tentang PBM yang telah dilakukan  dan
2)     Daftar masalah – masalah yang dirasakan atau diaalami. Masalah dapat datang dari guru, siswa, metode, dan bahkan pembelajaran.
c.Analisis Masalah
Pemilihan topik masalah, antara lain :
1)Pilih masalah yang paling mendesak bagi guru dan siswa;
2)Pilih masalah yang dapat diselesaikan guru; dan
3)Pilih masalah yang skalanya kecil dan terbatas.
d. Perumusan Masalah Penelitian
Rumusan masalah, hendaknya ditulis dengan jelas, singkat opoerasional, rumusan masalah boleh dalam bentuk kalimat Tanya ataupun dalam bentuk pernyataan
e.Tindakan sebagai Alternatif  Cara Pemecahan Masalah
Upaya mencari alternative tindakan sebagi upaya pemecahan masalah hendaknya pilih alternative tindakan yang diduga benar – benar dapat memecahkan masalah dan memiliki landasan teori yang mantap. Alternatif tindakan susun dalam bentuk perencanaan atau persiapan pembelajaran.
f.Perencanaan Observasi
  Sepakati bersama yang menjadi focus observasi, meliputi aspek – aspek yang diamatinya, siapa pelaku ( obsevernya ), metode observasi midalnya tape recorder, field note, buku  harian, atau  lainnya.
g.Pelaksanaan Tindakan
   Laksanakan tindakan  yang telah direncanakan dalam bentuk pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Pelaksanaan tindakan ( pembelajaran ) diikuti oleh pelaksanaan observasi dengan semua hal yang telah disepakati sebelumnya. Perlu diperhatikan dalam melaksanakan observasi hendaknya tidak bersifat menilai tetapi usahakan bersifat mendukung, tetapi merekam dan mencatat semuayang terjadi dalam pembelajaran, terutama hal – hal yang telah disepakati bersama dalam rangka  pengumpulan data.
h.Analisis dan Refleksi
Data yang telah terkumpul diolah, disederhanakan dalam bentuk table, grafik, bagan, atau lainnya. Analisislah data tersebut dan diskusikan, kaji ulang bersama – sama tentang kelebihan dan kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran yang terekam dalam data tersebut, lalu deskripsikan. Akan lebih baik kalau deskripsi dalam bentuk laporan setiap siklus pembelajran.

i.Perencanaan Tindak Ulang
 Hasil kegiatan kaji ulang  dan refleksi, gunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan perencanaan tindakan berikutnya yang dikemas dalam bentuk perencanaan / scenario pembelajaran berikutnya. Kelebihan – kelebihan yang sudah muncul pertahankan, sebaliknya kelemahan – kelemahan yang masih terjadi carilah alternative tindakan lain yang paling mungkin dapat dilakukan dan dapat mengatasi kelemahan – kelemahan tadi.
J. Pelaksanaan Tindakan Berikutnya
    Lakukan tindakan berikutnya me;lalui pelaksanaan proses pembelajaran yang telah direncanakan seelumnya, demikian pula dengan pelaksanaan observasi yang selalu menyertai setiap pelaksanaan tindakan.
   Demikian pula seterusnya, misalnya kumpulkan data, oleh data, sederhanakan data, analisis, dan refleksikan secara menyusun persiapan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang diikuti pelaksanaan observasi, mengolah data, menyederhanakan data, menganalisis dan mengkaji ulang atau refleksikan secara bersama – sama, dilanjutkan dengan penyusunan persiapan pembelajaran berikutnya. Maka kegiatan yang dialkukan secara berkelanjutan seperti ini sudah dikatakan bahwa yang bersangkutan telah melakukan penelitian tindakan kelas. 

 21. Proposal PTK

                         Judul
Laar Belakang Masalah
 Rumusan Masalah
Pemecahan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka teori
Hipotesis tindakan
Rencana Penelitian
Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian
Faktor – Factor yang Diteliti
Rencana Tindakan
Tahap Observasi dan Evaluasi
Tahap Analisis dan Refleksi
Data dan Cara Pengumpulan Data
Indikator Kinerja
Tim Peneliti
Langkah Kegiatan  ( Prosedur Penelitian )
Jadwal Penelitian
Rencana Anggaran  (bila diperlukan )
Daftar Pustaka
Lampiran – lampiran

Dengan gambaran secara umum tentang PTK di atas, diharapkan pelaksanaan PTK tidak akan menjadi beban bagi guru, melainkan sebaliknya, ia akan menjadi media yang baik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang akan bermuara pada peningkatan kualitas hasil belajar siswa, lebih jauh diharapkan dapat menjadi media untuk peningkatan profesionalisme yang akan bermuara kepada kesejahteraan guru.
              22.    Draf Laporan                
   Setelah  menyimak tentan langkah – langkah praktis, dijelaskan di atas.
   Maka  penyusun yakin Bapak/Ibu  guru sedikitnya mengatakan bahwa sebetulnya saya telah melaksanakan seperti yang telah dipaparkan di atas. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Bapak/Ibu telah melaksanakan PTK.
   Untuk mendapat pengakuan dan pengharagaan terhadap apa yang telah Bapa/Ibu lakukan, lebih jauh agar diakui sebagai bentuk karta tulis yang kelak diakui sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat, buatlah laporannya dan seminarkan dalam rangka penyebar luasan serta untuk mendapat nilai kumulatif yang lebih tinggi.
   
    Berikut format laporan PTK yang telah diakui sebagai bentuk karya tulis di lingkungan Dinas  Pendidikan.

    Bagian Pembuka

    Halaman Judul

    Lembar Pengesahan

 Abstrak
  Kata Pengantar
 Daftar Isi
 Daftar table, gambar, grafik, bagan, ( bila ada )
 Daftar lampiran  ( bila  ada )
 Bagian Isi

 Bab I Pendahuluan

 Latar Belakang Masalah
 Permasalahan
 Tindakan yang Dilakukan
 Hipotesis Tindakan
 Tujuan dan Manfaat Penelitian
 Lingkup Penelitian ( penjelasan Istilah )

 Bab II Kajian Teori

 Bab III Metodelogi Penelitian

Setting dan karakteristik Penelitian
Prosedur Penelitian
Gambaran Umum Penelitian
Rincian Prosedur Penelitian
Persiapan Tindakan
Implementasi Tindakan
Observasi dan Evaluasi
Analisis dan Refleksi
Bab IV Data Hasil dan Pembahasan
Bab V  Kesimpulan dan Saran
Simpulan
Saran – Saran
Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran
Curriculum vite Peneliti.

24. FORMAT PENGAMATAN  PENGELOLAAN BELAJAR MENGAJAR
Berikut ini diberikan daftar identitas (1), dafta aspek yang diamati dalam pengelolaan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di dalam kelas atau Laboratorium (II), dan kesan pengamat terhadap penampilan  serta kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar (III), Rincian mengenai penampilan dan kemampuan.
Pengamat diharapkan :
  1. Mengisi daftar identitas KBM yang diamati;
  2. Mengisi aspek yang diamati dan mencatat hal – hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati
  3. Memahami rincian mengenai penampilan dan kemampuan guru;
  4. Memberikan kesannya terhadap penampilan/ kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar; dan
  5. Menuliskan hal – hal yang penting dan relevan dalam catatan khusus pengamat.

I.                    IDENTITAS KBM YANG DIAMATI
1. Nama Sekolah                         :
2. Alamat Sekolah                                   :
3. Nama Guru                              :
4. Mata Pelajaran                                   :
5. Materi/Bahan Pembelajaran :
6. Siklus                                        :
7. Kelas/Semester                                   :
8. Hari/Tanggal                           :
9.Waktu/Pertemuan                   :
   
    
    II.       IDENTITAS PENGAMAT :
1.      ……………………………..
2.      ……………………………..
3.      ……………..........................

    III.    ASPEK YANG DIAMATI

Petunjuk Pengisian :

Berilah tanda V pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati, dan catatlah hal – hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati dalam kolom keterangan.


No.
Aspek  yang  diamati
ya
tidak
Keterangan/Penjelasan singkat

1.


  2.
  3.

  4.

  5. 
A. Pendahuluan
Apakah guru mengabsen, memotivasi/membangkitkan minat siswa belajar.
Apersepsi
Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
Telah menyiapkan alat bahan atau media pembelajaran
Mengemukakan alur kegiatan yang akan dilakukan siswa




6.

  7.
  8.

  9.
 10.
 11.



 12.



 13.

 14. 
B. Kegiatan Pokok
Apakah guru menggunakan alat, bahan atau media pembelajaran?
Sesuaikah media dengan materi?
Memotivasi siswa untuk bertanya?
Berperan sebagai fasilitator?
Mengaktifkan diskusi?
Meminta siswa mengkomunikasikan hasil kerja pengamatan/percobaan buah pikiran
Membimbing siswa mesimpulkan siswa hasil pengamatan/percobaan/belajar (diskusi )
Memantau kesulitan/kemajuan belajar siswa?
Segera memberikan kegiatan perbaikan/pengayaan?
( secara individual )




 15.

 16.
 17.  
C. Penutup
Apakah siswa membuat rangkuman
Siswa memberi contoh-contoh
Memberi tugas ( PR )
















IV.          PENAMPILAN KEMAMPUAN
Sebelum  mengisikan kesan Anda terhadap penampilan dan kemampuan guru, pahamilah dulu rincian mengenai penampilan – penampilannya di bawah ini :
A.      Penampilan guru :
1.      ceria
2.      antusias
3.      kerapian
4.      kebersihan
5.      ………….
B.     Penggunaan papan tulis :
1.      Tulisan jelas dan dapat dibaca sampai dibelakang
2.      Dipisahkan tempat untuk menulis hal – hal yang segera dihapus dan hal – hal tidak dihapus sampai akhir pelajaran
3.      Istilah – istilah baru ditulis  di papan tulis.
C.      Pengelolaan waktu :
1.      Menggunakan waktu secara efektif dan efisien
2.      Menggunakan sebagian waktu untuk menciptakan situasi siswa belajar
D.     Pengelolaan kelas :
1.      Menenangkan kelas sebelum memulai pelajaran
2.      Mengatur pengelompokan siswa
3.      …………………………………………………..
E.      Teknik bertanya :
1.      Menyebarkan peretanyaan kepada siswa
2.      Memperhatikan waktu tunggu
3.      Menghindari jawaban serentak
4.      Pertanyaan terbuka dan tertutup seimbang
5.      Menanggapi jawaban siswa dengan baik dan penuh perhatian
6.      Mengajukan pertanyaan kreatif
7.      Tidak sering mengulangi jawaban siswa
8.      Tidak sering mengulangi pertanyaan yang sama
F.      Penerapan pembelajaran kooperatif :
1.      Membagi siswa dalam kelompok – kelompok
2.      Meminta siswa bersama – sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajran
3.      Memberikan uji awal dan uji akhir termasuk pemberian skor perorangan dan skor kelompok
4.      Menetapkan scapffolding dalam membimbing siswa
5.      Mempersiapkan lingkungan sistuasi belajar yang kondusif.




25.  Pedoman Observasi Siswa

Mata pelajaran                      : ………………………………………….
Guru yang mengajarkan       : ………………………………………….
Topik yang diajarkan                        : ………………………………………….
Waktu                                     : ………………………………………….

No.
Ciri prilaku siswa dalam melaksanakan kegiatan belajarnya
Ada/ya
Tidak
ada
Komentar
1.
Mencari dan memberikan informasi



2.
Bertanya kepada guru atau siswa lain



3.
Mengajukan pendapat atau komentar kepada guru atau kepada siswa



4.
Diskusi atau memecahkan masalah



5.
Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru



6.
Memanfaatkan sumber belajar yang ada



7.
Menilai dan memperbaiki pekerjaannya



8.
Membuat simpulan sendiri tentang pembelajaran yang diterimanya



9.
Dapat menjawab pertanyaan guru dengan tepat saat berlangsung KBM



10.
Memberikan contoh dengan benar



11.
Dapat memecahkan masalah dengan tepat



12
Ada usaha dan motivasi untuk mempelajari bahan pelajaran atau stimulus yang diberikan oleh guru



13.
Dapat bekerja sama dan berhubungan dengan siswa lain



14.
Menyenangkan dalam KBM



15.
Dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru pada akhir pelajaran




Keterangan : No. 1 samapai dengan no. 8 ialah cirri proses  sedangkan no. 9 sampai
                        Dengan no. 15 ialah cirri hasil belajar.
                                                                                    Bandung, ………………..
                                                                                                Penyaji,
Pengamat,
  1. ………………..
  2. ………………..
  3. ………………..                                                    ……………………….




26.FORMAT PENGAMATAN KEGIATAN BALAJAR MENGAJAR
Mata Pelajaran          : ……………………………….
Satuan Pendidikan   : ……………………………….
Kelas/Semester         : ……………………………….
Waktu                         : ……………………………….
Butir Pembelajaran  : ……………………………….     

BAGIAN
PENGAMATAN
APAKAH GURU MELAKSANAKANYA
KOMENTAR
YA
TIDAK
PERSIAPAN
1.      Skenario pembelajaran/perencanaan pembelajaran
2.      Penyiapan alat/media pembelajaran
3.      Penampilan penyaji



PENYAJIAN
PENDAHULUAN
4.  Pemeriksaan kehadiran
     siswa
5.  Pelaksanaan apersepsi
6.  Pengungkapan tujuan
     pembeajaran
7. Pemberian motivasi pem-
    belajaran yang menarik
    berkaitan dengan tujuan
    pembelajaran
8. Penjelasan alur pelaksa-
    naan pembelajaran
    ( pengelompokan dsb. )
POKOK
9. Penerapan strategi pem-
    belajaran tertentu
10. Pemanduan sajian
      materi pembelajaran
   ( keterpaduan bahan )
11. Penggunaan alat/media
      pembelajaran
12. Penerapan teknik
      bertanya
113. Pemberian penglaman
      berbahasa kepada siswa
14. Pembahasan hasil kerja
      Melibatkan keaktifan
      Siswa
15. Pemberian bimbingan
      siswa
16. Penggunaan bahasa
      penyaji





PENUTUP
17. Penggunaan sistem
      penilaian ( tetulis/lisan )
18. Pemberian tindak lanjut
      (perbaikan/pengayaan
19. Pemahaman wawasan
      siswa ( Tugas ke Perpus-
      takaan dsb. )




JUMLAH






Simpulan                    : …………………………………………………

                                      ………………………………………………….


Saran – saran            : …………………………………………………..
           
                                 …………………………………………………..
         Pengamat,                                                                     Penyaji,

  1. ……………………………….
  2. …………………………….....
  3. ………………………………..                      ……………………….
NIP.

G.Daftar Pustaka

      Suhardjono, Azis Hoesein, dkk. (1996). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta : Depdikbud, Dikdasmen.
     Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara
     ---------, Kepmenpan no 84 tahun 1993  tentang petunjuk teknis jabatan pungsonal guru dan angka kreditnya, Jakarta, MeenPAN
      ----------, PermenDiknas No 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru, Jakarta















LEMBAR TUGAS
 
 





IDENTIFIKASI MASALAH PTK

I. IDENTIFIKASI MASALAH
   PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1.     Kemukakanlah masalah – masalah atau kendala - kendala yang Anda hadapi ketika melaksanakan kegiatan belajar – mengajar mata pelajaran yang diberikan kepada siswa dengan menggunakan strategi pengajaran dan pembelajaran kontekstual!
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.     Pilihlah salah satu masalah yang menuntut Anda mendesak !
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
3.     Berikan alasan mengapa masalah tersebut penting untuk segera dica –
rikan pemecahannya!
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
4.     Analisislah factor – factor penyebab munculnya masalah yang Anda
rumuskan tersebut!
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
5.     Dapatkanlah satu alternative pemecahan masalah untuk memecahkan
masalah  urgfen  yang Anda hadapi tersebut! Alternatif pemecahan masalah itu harusa bertolak dari hasil analisis dan didasarkan pada teori tertentu
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
II. PENULISAN PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

  1. Tulislah judul PTK yang Anda usulkan
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah judul PTK Anda telah mencantumkan hal – hal berikut
ð  Tujuan
ð  Cara menyelesaikan masalah
ð  Tempat penelitian dilaksanankan
  1. Deskripsi masalah yang Anda hadapi
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah maslah yang Anda deskripsikan telah memuat hal – hal sebagai  berikut?
ð  Apakah deskripsi maslah telah disesuaikan dengan kondisi nyata tentang kendala – kendala yang Anda hadapai sewaktu melaksanakan KBM dengan menerapkan strategi pengajaran dan pembelajaran kontekstual?
ð  Apakah deskripsi masalah telah memuat identifikasi satu masalah yang mendesak untuk segera dilaksanakan?
ð  Apakah deskripsi masalah telah memuat tentang hasil analisis masalah?
ð  Apakah deskripsi maslah telah memuat tentang refleksi awal?
ð  Bagaimana perumusan masalah?
  1. Deskripsikan tentang cara pemecahan maslah yang Anda ajukan!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah pemecahan masalah yang Anda ajukan memenuhi rambu – rambu berikut?
ð  Apakah ada alternative pemecahan masalah?
ð  Apakah alternative pemecahan masalah itu didasarkan teori tertentu?
ð  Apakah alternative pemecahan masalah itu bertolak dari hasil analisis?
  1. Rumuskan hasil yang diharapkan dari penelitian Anda!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Apakah rumusan hasil yang diharapkan dalam penelitian  Anda telah memuat hal – hal sebagai berikut :
ð  Apakah rumusan hasil yang diharapkan telah mengemukakan hasil yang diharapkan bagi siswa?
ð  Apakah rumusan hasil yang diharpkan telah mengemukakan hasil yang diharapkan bagi praktisi?
ð   
  1. Kemukakanlah prosedur tindakan  yang akan Anda lakukan dalam PTK ini!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
            Apakah dalam deskripsi tentang prosedur tindakan telah Anda kemukakan
            Hal – hala sebagai berikut :
ð  Apakah ada deskripsi tentang setting dan karakteristik  subjek?
ð  Apakah ada variable/factor yang diselidiki?
ð  Apakah ada rtencana tindakan yang mencakup misalnya scenario pembelajaran, implementasi tindakan, observasi, dan evaluasi, analisis, dan refleksi?
  1. Tulislah lokasi penelitian Anda!
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
    
  1. Tulislah personil tim peneliti Anda!

Ketua Tim Peneliti
Nama lengkap      : ………………………………………………
Jenis kelamin                 : ………………………………………………
NIP                       : ………………………………………………
Pangkat/Gol.                  : ………………………………………………























Tidak ada komentar:

Posting Komentar