Rabu, 30 Mei 2012

pembelajaran kontekstual

Oleh Akhmad Sudrajat   
Senin, 07 Mei 2012 06:08
ADA kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual atawa Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut. Pertama, Proses Belajar, bahwa: (a) Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka. (b) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru. (c) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
(d) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. (e) Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. (f) Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. (g) Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.
Kedua, Transfer Belajar, bahwa: (a) Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain. (b) Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas atau sedikit demi sedikit. (c) Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
Ketiga, Siswa sebagai Pembelajar, bahwa: (a) Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru. (b) Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting. (c) Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui. (d) Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Keempat, Pentingnya Lingkungan Belajar, bahwa: (a) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan. (b) Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. (c) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar. (d) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Hakekat Pembelajaran Kontekstual atau (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Ada dua pengertian pembelajaran kontekstual: 1) Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Kedua, merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Ada perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional. Pendekatan Kontekstual:  1) Menyandarkan pada pemahaman makna. 2) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa. 3) Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 4) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan. 5) Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 6) Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang. 7) Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
Kedelapan, perilaku dibangun atas kesadaran diri. 9) Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. 10) Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif. 11) Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan. 12) Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik. 13) Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting. 14) Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Sedangkan pendekatan tradisional: 1) Menyandarkan pada hapalan. 2) Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru. 3) Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru. 4) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan. 5) Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan. 6) Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu. 7) Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
Kedelapan, Perilaku dibangun atas kebiasaan. 9) Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. 10) Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor. 11) Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman. 12) Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik. 13) Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas. 14) Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
Penerapan pendekatan kontekstual di kelas dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, ada enam langkahnya: 1) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic. 2) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 3) Ciptakan masyarakat belajar. 4) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 5) Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 6) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
Ada tujuh komponen pembelajaran kontekstual: Konstruktivisme, Inquiry,  Questioning (bertanya), Learning Community (masyarakat belajar), Modeling (pemodelan), Reflection (refleksi) dan Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya).
Ada 11 karakteristik pembelajaran kontekstual: 1) Kerjasama. 2)  Saling menunjang. 3) Menyenangkan, tidak membosankan. 4) Belajar dengan bergairah. 5) Pembelajaran terintegrasi. 6) Menggunakan berbagai sumber. 7) Siswa aktif. 8) Sharing dengan teman. 9) Siswa kritis guru kreatif. 10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual ada lima: 1) Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar. 2) Nyatakan tujuan umum pembelajarannya. 3) Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu. 4) Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa. 5) Nyatakan authentic assessment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Penulisan adalah Staf pada Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia di Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar