Oleh Akhmad Sudrajat |
Senin, 07 Mei 2012 06:08 |
ADA kecenderungan
dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna
jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil
dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual atawa Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru
adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang
dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di
kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut. Pertama, Proses Belajar, bahwa: (a) Belajar
tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di
benak mereka. (b) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri
pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja
oleh guru. (c) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki
sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam
tentang sesuatu persoalan.
(d) Pengetahuan tidak dapat
dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah,
tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. (e) Manusia
mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. (f) Siswa
perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. (g) Proses belajar dapat
mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus
seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang.
Kedua, Transfer Belajar, bahwa: (a) Siswa
belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain. (b)
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas
atau sedikit demi sedikit. (c) Penting bagi siswa tahu untuk apa dia
belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
Ketiga, Siswa sebagai Pembelajar, bahwa: (a) Manusia
mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan
seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal
baru. (b) Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari
sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi
belajar amat penting. (c) Peran orang dewasa (guru) membantu
menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui. (d) Tugas guru
memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan
siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Keempat, Pentingnya Lingkungan Belajar, bahwa: (a) Belajar
efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.
Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja
dan berkarya, guru mengarahkan. (b) Pengajaran harus berpusat pada
bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi
belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. (c) Umpan balik amat
penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar. (d)
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Hakekat Pembelajaran Kontekstual atau (Contextual Teaching and learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Ada dua pengertian pembelajaran kontekstual: 1) Merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa
untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan
mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks
lainnya.
Kedua, merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara
materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Ada perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional. Pendekatan Kontekstual: 1) Menyandarkan
pada pemahaman makna. 2) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan
siswa. 3) Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 4)
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang
disimulasikan. 5) Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa. 6) Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang. 7)
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali,
berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan
masalah (melalui kerja kelompok).
Kedelapan, perilaku dibangun atas
kesadaran diri. 9) Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. 10)
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11) Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut
merugikan. 12) Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik. 13)
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting. 14) Hasil
belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Sedangkan pendekatan tradisional: 1) Menyandarkan
pada hapalan. 2) Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3) Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru. 4)
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas
kehidupan. 5) Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya
diperlukan. 6) Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7) Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan
buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
Kedelapan, Perilaku dibangun atas
kebiasaan. 9) Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. 10) Hadiah
dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor. 11) Siswa tidak
melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman. 12) Perilaku
baik berdasarkan motivasi entrinsik. 13) Pembelajaran terjadi hanya
terjadi di dalam ruangan kelas. 14) Hasil belajar diukur melalui
kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
Penerapan pendekatan kontekstual di kelas dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas
yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam
kelas cukup mudah. Secara garis besar, ada enam langkahnya: 1)
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic. 2)
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 3) Ciptakan
masyarakat belajar. 4) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 5)
Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 6) Lakukan penilaian yang
sebenarnya dengan berbagai cara. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
Ada tujuh komponen pembelajaran
kontekstual: Konstruktivisme, Inquiry, Questioning (bertanya), Learning
Community (masyarakat belajar), Modeling (pemodelan), Reflection
(refleksi) dan Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya).
Ada 11 karakteristik pembelajaran kontekstual: 1) Kerjasama.
2) Saling menunjang. 3) Menyenangkan, tidak membosankan. 4) Belajar
dengan bergairah. 5) Pembelajaran terintegrasi. 6) Menggunakan berbagai
sumber. 7) Siswa aktif. 8) Sharing dengan teman. 9) Siswa
kritis guru kreatif. 10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil
kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11)
Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa,
laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
Dalam pembelajaran kontekstual, program
pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru,
yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan
bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam
program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan
tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan
authentic assessmennya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru
benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama
siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar
format antara program pembelajaran konvensional dengan program
pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada
penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan
program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario
pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual
ada lima: 1) Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah
pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar
Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
2) Nyatakan tujuan umum pembelajarannya. 3) Rincilah media untuk
mendukung kegiatan itu. 4) Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan
siswa. 5) Nyatakan authentic assessment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Penulisan adalah Staf pada Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia di Jakarta
|
Rabu, 30 Mei 2012
pembelajaran kontekstual
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar